5. Hari Baru Dimulai

37 1 0
                                    

Kedua mata yang saling bertemu. Selama beberapa saat tertegun, saling menatap dalam kepada iris bola mata masing-masing. Iya benar, babak baru dalam kehidupan ku, baru saja akan di mulai. Namanya Lamgit, kakak kelas ku satu tingkat, namun dia sedikit lebih pintar dari ku, dia masuk kelas IPA. Pantas saja, dia seperti orang awam yang baru aku kenal.

Langit banyak bercerita mengenai kegiatan sekolahnya. Menurutnya, bisa bersekolah disini menyenangkan, persaingan yang ketat antar siswa membuat dia semakin giat belajar. Cita-citanya juga tinggi, setinggi namanya, Langit De Angkasa, menjadi seorang pilot yang mampu menerbangkan pesawat mengantarkan penumpang hingga ketempat tujuan. Nama yang aneh, tapi bermakna luas.

"Langit De Angkasa, itu pemberian kakek ku. Dia seorang nakhoda sebuah kapal pesiar. Kakek ingin aku jadi pilot karena menurutnya seorang pilot itu hebat karena bisa terbang di langit angkasa yang tinggi bukan terapung diatas kapal pesiar dilautan, katanya."

Itu jawab langit, ketika aku tanya asal-usull namanya yang unik. Atau katanya dulu sewaktu SD, langit pernh beberapa kali dibully oleh teman-temannya karena namanya yang aneh, tapi kemudian besoknya langit akan diantar kakeknya berangkat sekolah setelah selesai mengadu. Hehe aku banyak tertawa mendengarkan cerita Langit, bagiku dia kocak walau sedikit manja dan tukang ngadu.

Jika eyang Habibi membuat origami pesawat dari kertas, lain halnya dengan Langit, dia membuat replika pesawat dari lilin, tidak pernah aku lihat langsung, hanya sempat dia tunjukan melalui gambar foto di hpnya. Katanya nanti lilin itu akan ia nyalakan diwakktu yang tepat.

Awalnya aku kira Langit sosok yang pendiam, tetapi sebaliknya, dia yang lebih aktif berbicara ketimbang aku. Aku kira dia jaim ternyata dia sama sekali tidak tahu malu jika didepanku. Dan berubah diam jika dilingkungan siswa yang lainnya. Heran.

Suatu hari di acara ulang tahun sekolah, semua koriior sekolah dihiasi dengan balon dan kain batik. Di setiap sudut ruangan ditempel kartu ucapan dari karton dan beberapa karangan bunga dari siswa. Di lapangan, banyak stand warung amal yang banyak menyediakan jenis hidangan cemilan dan makanan berat yang bisa dikosumsi siapapun dengan gratis.

"essa, aku di depan."

Sebuah pesan whatsapp mendarat di handphone ku. Selesai membaca pesan aku bergegas berkemas dan keluar ruangan kelas. Aku temui Langit dengan hoody hitam yang ia tudungkan ke kepalanya. Langit mengangkat tangannya.

"Hai, ssa."

"Hallo.." jawabku singkat

"ada warung amal, keliling yuk! Laper." Langit menepuk perutnya

Aku mengangguk dan berjalan di belakanngnya.

Ini hari ketiga sejak aku berkenalan dengan Langit. Langit orang yang aneh, sekaligus menyenangkan. Hampir setiap hari sepulang kegiatan belajar mngajar Langit mendatangi ku ke kelas. Walau jam kegiatan belajar mengajar sudah berakhir, Langit selalu meminta waktu aku untuk menemaninya menyelesaikan tugas sekolah. Pernah waktu itu, aku bilang untuk menyelesaikan tugasnya di rumah, tetapi katanya di rumah kurang kondusif, karena ramai. Aku pikir keluarga Langit sangat besar jadi akan wajar jika ramai. Tanpa bertanya lebih banyak, aku menemaninya menyelesaikan tugas sekolahnya di kelasku. Membosankan memang seharusnya sudah rebahan nyaman di kamar ini kembali harus bergelut dengan buku dan pelajaran. Tapi selama tiga hari ini pula, semua tugas sekolahku, aku selesaikan sendiri tanpa mencontek dari Irma. Sebuah kebermanfaatan, hihi..

Jika diperhatikan lebih dekat, saat Langit sibuk dengan buku dan pencilnya, Langit termasuk kategori tampan, iya tampan, sepasang alis hitam dan tebal, hidung yang lebih mancung dariku, bibir yang merah untuk ukuran laki-laki, dan lagi kulitnya yang bersih membat lengkap ketampanannya. Sebetulnya banyak yang ingin aku tanyakan kepada Langit, tapi akan tidak sopan jika aku bertanya banyak soal pribadinya, mengenang aku baru saja mengenalnya. Bahkan dengan adanya Langit pula lah yang membantu aku untuk memiliki waktu lebih untuk belajar dan menyelesaikan tugas.

Di lapangan sudah beridiri stand dengan berbagai macam hiasan dan properti khas ulang tahun. Langit menarik tanganku menuju stand es cream. Dia meminta 2 pot kecil ice cream dengan masing-masng rasa vanilla-strawberry dan rasa vanilla-cokelat. Aku diam menunggu, hingga Langit memberikan pot ice cream yang berasa vanilla-strawberry kepadaku.

"ini.."menyodorkan pot ice cream

"..?" tidak sepatah katapun keluar

"Aku tahu kamu suka vanilla-strawberry, abisin!" Langit tersenyum

"...ng" aku masih tersipu heran

Belum habis isi ice cream dalam pot, Langit sudah berjalan mengelilingi stand-stand, meminta makanan lainnya, antri dari satu stand ke stand lain, hingga kedua tanganku sudah banyak memegang katong plastik yang berisi berbagai macam makananan.

"Cukup. Makan di Kelas kamu aja yak!" Langit mendrong bahuku berjalan menuju ruangan kelas

Di ruangan kelas, Langit makan dengan rakusnya, sesekali dia menawariku makanan yang dimulutnya, tapi aku menggeleng. Bukan karena jaim, tapi merasa heran dengan tingkahnya yang rakus. Aku kira semua makanan tadi cukup kenyang untuk dikonsumsi nyatanya tidak bagi Langit. Dia mengeluarkan kepalanya dari dalam jendela dan berteriak ke pedagang kantin memesan dua porsi nasi goreng.

"Dua, lang?" tanyaku

Langit mengangguk sembari membereskan plastik kotor bekas makanan.

"Kamu belum kenyang?"

"Belum, ssa. Heehee"

Aku tertawa mendengar jawaban Langit, barus aja dia menelan habis makanan yang tersedia di warung amal dan dia masih bilang belum kenyang. Aku saja melihat dia makan dengan rakusnya kenyang mata. Wkwk

"Lang-Lang, dasar." Menyilangkan tangan di dada dan menggelengkan kepala

"Hahaha..." Langit tertawa

Tak lama, pesanan nasi goreng pun datang, diantarkan bi Ani penjaga kantin belakang samping kelasku. Dengan cepat Langit menyantap nasi gorengnya. Disuapan ke lima aku dibuat takjub dengan nasi goreng dipiring Langit yang tadi masih bertumpuk penuh, sekarang sudah bersih hanya menyisakan noda minyak.

"Mau lagi?" tanyaku menawarkan nasi goreng miliku

"boleh. Mau di bagi apa gimana?" tanya langit kemundian

"Bareng aja." Jawabku

Aku mendekatkan piring nasi goreng milikku kepada langit. Langit kembali mengunyah nasi goreng dengan lahapnya, membuat aku keteter dan hampir tidak kebagian nasi goreng lagi.

"Lang....... pelan-pelan, aku laper juga!" aku berteriak

Langit tertawa dengan muut penuh makanan.

Aku kesal dengan sifatnya yang rakus, sekaligus tertawa diwakt bersamaan.

JENDELA KELASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang