tiga - roti coklat

11 6 0
                                        

🌱🌱🌱

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌱🌱🌱

"Bu Binar berangkat ya."

Binar melangkah keluar dari perkarangan rumahnya. Sari menatap wajah putrinya dari balik steling kaca sambil tersenyum. Sari masih tidak menyangka Binar yang dulunya merengek minta ditemani sekarang sudah mandiri. Terkadang Sari tidak bisa menahan air matanya kala ia mengingat Binar yang berusaha membantunya mencukupi kebutuhan hidup.

Disaat anak-anak lain bisa menikmati masa remajanya berbeda dengan Binar. Ia harus banting tulang untuk menunjang kehidupannya. Sari melepas pandangannya dan kembali sibuk memersiapkan jualanannya.

Dilain sisi Binar sudah berada didalam angkot. Seperti biasa ia akan saling berdempetan dengan penumpang lain. Bahkan Binar tak jarang merasa nyaman dengan penumpang lain. Itu dikarenakan diantara mereka ada yang merokok atau ibu-ibu yang mau pergi kepasar tanpa mandi terlebih dahulu dan masih banyak lagi.

Mau tidak mau Binar harus menahan semua ketidaknyaman itu. Lamban laun Binar pun terbiasa dengan itu semua. Tak terasa Binar sudah sampai disekolahnya. Binar turun dari angkot dan membayar ongkosnya.

Binar masuk melewati gerbang sekolahnya dan berjalan kearah kelasnya. Tampak seperti biasa Embun sudah berada dikelas. Binar duduk dan menaruh tasnya dilaci. Binar mengerutkan kedua alisnya. Ada yang berbeda dengan lacinya.

"Ini dari siapa?" tanya Binar pada Embun seraya menunjukkan roti coklat yang berada di laci mejanya.

Embun yang sedang fokus pada ponselnya melirik Binar sekilas. "Tadi si anak baru yang naruh disitu."

Binar tidak mengerti mengapa Pijar memberinya roti coklat ini. Tidak mau banyak berfikir Binar menaruh kembali roti coklat itu dan akan mengembalikannya nanti.

"Lo kenal sama si anak baru itu?" tanya Embun yang masih fokus pada ponselnya.

"Si Pijar?"

Embun mengangguk.

"Enggak tuh."

"Terus kenapa dia ngasih tuh roti?" tanya Embun lagi. Sepertinya Embun cocok menjadi detektif. Banyak tanyak.

"Kesambet mungkin. Kenal deket aja kagak," celetuk Pijar.

Bel masuk berdering kepenjuru sekolah. Dari arah pintu Pijar dan Elang masuk ke kelas. Sampai di meja Binar, Pijar membisikkan sesuatu, "jangan lupa dimakan rotinya. Gak boleh dikembalikan."

Deg.

Jantung Binar tiba-tiba berdetak. Bukan karena ia tersipu dengan bisikkan Pijar melainkan darimana cowok itu tahu bahwa ia akan mengembalikkan roti itu. Jangan-jangan Pijar peramal?

Binar segera menepis pikiran itu. Segera mungkin ia mengembalikkan detak jantungnya kembali normal. Embun yang menyaksikan adegan Pijar membisikkan sesuatu pada Binar membuatnya tampak curiga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang