Part 2

13K 1.5K 137
                                    

Hari pertama magang. Vanilla terduduk lesu di atas ranjang. Ia terbangun tepat pada pukul enam pagi. Ketika teringat bahwa mulai hari ini dan seterusnya ia akan selalu bertemu muka dan menghirup udara yang sama dengan Altan, semangat paginya lenyap. Vanilla meregangkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan. Mencoba membuang sisa-sisa kantuk dan mengucapkan selamat berpisah sementara pada bantal dan gulingnya.

Vanilla mematikan pendingin udara. Memulai ritual paginya dengan gerakan-gerakan senam sederhana di lantai kamarnya yang luas. Mencoba membuang sisa-sisa kantuknya dengan stretching sederhana. Bundanya mengatakan bahwa orang yang malas bangun pagi, biasanya itu dikarenakan mindset sendiri. Di pikiran kita telah terbentuk opini bahwa tidur lagi itu enak sekali. Makanya kita jadi malas bangun. Coba kita paksakan membuka mata dan melakukan beberapa gerakan sederhana. Entah itu senam atau hanya sekedar naik turun tangga. Pasti kantuk akan pergi jauh seketika. Lakukan kebiasaan itu selama dua minggu penuh. Yakinlah setelah itu kita tidak akan malas lagi untuk bangun pagi.

Setelah merasa bugar dan lumayan berkeringat, Vanilla meraih handuk dan menyeka peluh. Mengangin-anginkan tubuh lembabnya sebentar sambil memilih-milih pakaian. Nah ini adalah salah satu kebiasaan buruknya. Berdiri bengong di depan lemari yang terbuka dan mengeluh bahwa ia tidak punya pakaian untuk dikenakan. Padahal tumpukan pakaiannya menggunung, bahkan ada beberapa yang belum dikeluarkan dari paper bag. Lagi-lagi masalahnya di mindset. Setelah setengah jam mengubek-ubek lemari, pilihannya jatuh pada rok pensil hitam dan atasan blouse berbahan chiffon menerawang. Ia berencana untuk membuat Altan naik darah pagi-pagi. Kalau bisa biar terkena stroke saja sekalian.

Setelah memilih seragam tempurnya dengan seksama, Vanilla menyambar handuk dan membersihkan diri. Dua puluh menit kemudian ia telah selesai mandi dan melanjutkan ritual lain lagi, yaitu make up cetar membahana. Namanya juga wanita. Cantik adalah nama tengah mereka bukan? Vanilla melengkapi penampilan seksinya dengan menyandang tas herme* croco kesayangannya. Tas itu hadiah dari bundanya saat ia merayakan ulang tahun yang kedua puluh satu, tahun lalu. Setelah mengecek penampilannya sekali lagi, Vanilla bergegas turun ke dapur untuk sarapan pagi. Sebelum berseteru dengan Altan, tentu saja ia memerlukan asupan energi maksimal. Oleh karena itulah ia berniat sarapan dua kali lebih banyak dari biasanya, agar kuat saat saling debat kusir nantinya.

Baru saja meraih handle pintu, ponsel di tasnya bergetar. Vanilla mengerutkan dahi saat melihat nama Aliya di layar ponsel. Aliya adalah sahabatnya selain Pandan Wangi. Tumben si centil ini sudah meneleponnya pagi-pagi.

"Ha--"

"Huaaaa... hiks... hiks... hiks..."

Vanilla kaget saat sapaannya  dibalas dengan tangisan histeris Aliya. Ada apa sih ini sebenarnya?

"Eh kue cucur. Lo kenapa pagi-pagi udah geugerungan? Lo dipaksa kawin atau tetiba baru tau kalo lo terkena penyakit mematikan?"

"Nah, itu lo tahu! Lo udah dapet bisikan ya kalo gue mau dikawinin sama babe gue ya, La? Lo jahara amat sih kagak bilang-bilang sama gue? Huaaa...

Vanilla menjauhkan ponsel dari telinga saat Aliya menggas tangisnya pada level tertinggi. Telinganya pengeng mendengar suara tangisan histeril si centil ini. Ia sama sekali tidak menyangka kalau candaan asal bunyinya tadi ternyata  benar-benar terjadi.

"Eh roti buaya, itu gue cuma asal njeplak doang. Mana gue tahu kalo lo bakalan dikawinin sama babe lo. Lo pikir gue muridnya Ki Joko Bodo. Sumpah!" Vanilla mengangkat tangannya dan membuat kode peace. Ia lupa kalau Aliya tidak bisa  melihat gerakannya.

"Gue kagak mau tahu. Pokoknya lo dan si Pandan harus membantu gue membatalkan pernikahan ini minggu depan. Terserah  gimana caranya. Pokoknya harus batal aja. Gue masih pengen menikmati masa muda gue, La. Kalo pun gue nikah, ya harusnya sama kakak lo dong, si Abizar. Lo kudu bantuin gue minggu depan ya, La? Janji ya, La? Inget, lo masih punya satu utang budi sama gue."

Kekasihku Musuhku (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang