Part 7

9.1K 1.5K 132
                                    

"Sore itu ada kegiatan ekskul basket di sekolah. Seperti biasa saya sangat gembira, karena bermain bola basket adalah olah raga kegemaran saya. Karena club anak basket itu banyak sekali peminatnya, kami bermain bergantian. Saya merasa tidak puas karena cuma bisa bermain sebentar. Akhirnya saya memutuskan untuk menunggu hingga jam ekskul anak-anak berakhir." Untuk pertama kalinya Vanilla mau membagi rahasia kelamnya.

"Setelah anak-anak basket pulang semua, saya latihan sendiri. Pandan tidak mau ikut karena takut pulang kesorean dan Aliya ingin cepat pulang karena kurang enak badan. Singkat cerita saya lupa waktu dan tahu-tahu saja langit sudah mulai gelap. Pak Ipul, penjaga sekolah kita memperingatkan agar saya segera pulang karena hari sudah sore. Saya baru sadar kalau hari sudah mulai gelap. Saya takut juga, karena hari itu saya akan pulang sendiri. Supir kami izin tidak masuk karena istrinya melahirkan."

Vanilla yang saat ini telah duduk kembali di sofa, mencoba mengingat kejadian yang rasanya baru kemarin terjadi. Sebenarnya ia merasa aneh karena telah menceritakan rahasia kelamnya pada musuh besarnya. Ya, musuh besarnya! Mengapa ia melakukan hal bodoh itu? Ini semua karena ia teringat akan kata-kata ayahnya saat ia bermusuhan dengan Pandan Wangi sewaktu kecil dulu. Dulu ia sangat membenci Pandan wangi. Karena Pandan itu tidak bisa diam seperti anak kera. Ia terus melompat ke sana ke mari. Memanjat pohon seperti anak laki-laki dan piawai mengikat berbagai macam simpul tali. Pandan bahkan ia bisa memasak ikan hasil pancingan kakaknya dengan memanggangnya begitu saja di atas bara api. Hasilnya pun enak seali. Ayahnya menyebut Pandan dengan sebutan anak pintar dan Bang Izar memuji Pandan anak jenius. Dadanya waktu itu sesak oleh kebencian. Anak kera ini telah merebut kasih sayang ayah dan kakaknya. Di matanya apa pun yang dilakukan oleh Pandan itu tidak ada yang benar. Semua kebaikan Pandan dipandangnya sebagai ejekan terselubung yang ditujukan secara khusus padanya.

Sampai pada suatu hari saat sekolah mereka mengharuskan tiap-tiap siswa membuat tugas rumah berupa berbagai macam simpul pramuka. Ia berusaha membuat semua simpul-simpul itu berbekal tutorial cara membuat simpul di YouTub*. Ternyata walaupun terlihat sangat sederhana dan mudah, tetapi tetap saja ia gagal melalukannya. Ia hanya bisa membuat simpul hidup dan simpul mati saja. Sementara simpul jangkar, pangkal, tarik, anyam, rantai dan lain sebagainya, ia tidak bisa. Dan tanpa diduga-duga musuh besarnya si anak kera mendekatinya. Dalam diam tanpa kata ia mengajarkannya membuat simpul-simpul itu dengan sabar satu persatu. Ketika secara tidak sengaja jari mereka saling bersentuhan, ia nyengir dan Pandan meringis geli. Mereka akhirnya tertawa bersama seraya tertawa geli mengingat sikap mereka di waktu lalu. Sejak hari itu mereka memutuskan untuk saling bersahabat tanpa bisa dipisahkan lagi. Kala itu usia mereka masih delapan tahun.

Pada malam harinya, ia menceritakan semuanya pada ayahnya. Ia mengatakan kalau ia sekarang sudah berbaikan bahkan bersahabat dengan Pandan. Ternyata Pandan itu walaupun tidak bisa diam tetapi hatinya baik dan orangnya juga asik. Mereka bermusuhan tapi Pandan tetap saja mau mengajarinya. Pandan itu musuh yang baik katanya. Kala itu ayahnya tertawa bahagia. Ayahnya mengatakan pada dasarnya semua orang itu baik. Hanya saja, terkadang sifat iri, dengki dan cemburulah yang membuat perasaan baik seseorang menjadi berubah menjadi benci. Ayahnya bahkan mengatakan bahwa ia itu sebenarnya tidak membenci Pandan, tetapi mungkin hanya sedikit merasa cemburu saja karena Pandan bisa melakukan hal-hal luar biasa yang tidak bisa ia lakukan. Harusnya ia belajar pada Pandan, bukan malah membencinya dan terus memusuhinya. Tanpa alasan pula. Kan konyol? Ayahnya juga mengatakan padanya bahwa terkadang musuh juga bisa menjadi sahabat untuk sesaat. Dia bisa jadi orang yang membantu saat kita susah dalam hal-hal yang tidak terduga. Sejatinya seorang musuh itu adalah orang terjujur dalam menilai diri kita. Jika teman menilai kita biasanya hanya pada hal-hal yang baik-baik aja mereka ungkapkan. Tapi musuh berbeda. Saat mereka memaki dan mengata-ngatai kita, sebenarnya itu adalah perkataan yang jujur dan sebenarnya. Berterima kasihlah pada mereka untuk saat-saat tertentu. Itulah nasehat ayahnya yang selalu akan ia ingat.

Kekasihku Musuhku (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang