Six

4.2K 596 17
                                    

Renjun membuka perlahan pintu kayu bercorak itu.

Saat ia memasuki ruangan itu, terdengar suara batuk dari arah dapur.

Raut wajah Renjun berubah sedih.

Ia berjalan masuk lebih dalam ke rumah itu. Ini adalah rumahnya.

"Mama?"

Seorang wanita paruh baya yang sedang terbatuk dan menyenderkan tubuhnya yang terlihat sangat lemas di wastafel menoleh pelan, sedikit terkejut saat melihat putranya.

"Njunnie?" Suaranya terdengar sangat lemah.

"Mama, kau tidak apa?" Manik Renjun mulai menggenang air mata.

"Tidak, aku tidak apa-apa. Kau pulang lebih cepat, hm?" sang Mama mendekati Renjun, lalu mengusak pelan surai legam nan halus sang putra.

"Mama," nada suaranya terdengar merengek dan bibirnya mengerucut.

Sang Mama tersenyum lembut, "Mama tidak apa, Njunnie."

"Jangan berbohong."

"Aku tidak pernah berbohong padamu, 'kan?"

"Hm? Mama bahkan sedang berbohong sekarang." Ia memeluk sang Mama.

Sang Mama tertawa kecil, "Kau bisa saja."

Renjun menuntun sang Mama menuju ruang tamu, dan duduk di sofa berwarna cream itu.

"Bagaimana dengan sekolahmu hari ini?

"Mama selalu bertanya seperti itu." Renjun menunduk.

Sang Mama memeluk Renjun.

"Aku hanya bertanya. Omong-omong, tadi aku melihat pakaian olahraga-mu di lemari tadi pagi. Lalu pakaian siapa yang kau kenakan ini, hm?"

Renjun seketika bisu. Wajahnya terasa menghangat, disertai semburat merah yang sedikit demi sedikit mengisi ruang pada wajahnya.

Sang Mama kembali tersenyum; bermaksud menggoda. "Aku curiga."

"Mama!" Renjun memeluk sang Mama dan menaruh beban kepalanya di bahu sang Mama.

"Beritahu kepadaku, kau memiliki teman?" Sang Mama mengusap punggung putranya.

"Tadi saat jam makan siang, aku terjatuh dan menyebabkan makanan itu mengenai seragamku,"

"Lalu, saat aku pergi ke toilet. Aku lupa membawa baju ganti, dan aku terlanjur menyiramnya dengan air. Tidak mungkin aku pergi keluar dengan baju basah," adunya dengan bibir yang mengerucut lucu.

Renjun melepaskan pelukannya, "Lalu seseorang datang, dan menyodorkan seragam olahraganya kepadaku. Awalnya aku menolak, tetapi ia memaksaku untuk memakai seragamnya. Lalu berakhirlah aku menggunakan seragam milik orang lain."

"Apakah dia laki-laki?"

Renjun mengernyitkan dahinya. "Bagaimana Mama bisa tahu?"

"Itu mudah. Tubuhmu itu mungil seperti tubuh seorang gadis. Jika kulihat-lihat, seragam yang kau kenakan itu sedikit besar untuk tubuhmu, dan itu sudah jelas jika kau mengenakan seragam ukuran pria."

"Mama! Kau selalu mengejekku." Renjun kembali mengerucutkan bibirnya.

Dan hari itu diakhiri dengan Renjun yang terus menggerutu dan tawa sang Mama yang terdengar sangat indah di pendengaran Renjun.

>~<

Renjun berjalan dengan pelan menuju ruang kelasnya dengan wajah yang sedikit menunjukan raut ketakutan.

Triumph || Jaemren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang