Braakkkk
Erika mendobrak pintu ruangan Dava, Neyna sang sekertaris mengekor dibelakang dengan wajah menyesal. Dava yang sebelumnya tengah melakukan percakapan bersama Tony akhirnya harus menyudahi obrolan mereka. Kedua pria itu terkejut dengan kedatangan Erika yang tiba-tiba, wanita itu sekarang nampak sedang di kuasai amarah dilihat dari nafasnya yang memburu.
"Ma-maafkan saya pak. Bu Erika memaksa masuk, saya sudah mengatakan padanya untuk menunggu," tutur Neyna cepat saat melihat Dava yang mendelik tajam kearahnya seolah menegur akan sikapnya yang lalai dalam menjalankan tugas.
Dava sontak mengangkat sebelah lengannya untuk menghentikan ucapan sekretarisnya. Dan dengan gerakan cepat Neyna akhirnya keluar dari ruangan bosnya tersebut. Dia sempat melirik kearah Erika yang sedang memberinya tatapan seperti hendak membunuhnya. Disusul oleh Tony yang sebelumnya juga diberi isyarat oleh Dava untuk meninggalkan ruangan itu-dimana sekarang hanya ada Dava dan Erika saja.
Braakk
Kali ini Erika menggebrak meja kerja Dava, sementara Dava masih tetap memasang wajah datarnya seakan tak terpengaruh oleh sikap kasar wanita itu.
"Jelaskan apa tujuanmu?" Erika bertanya, kedua tangannya masih terkepal diatas meja.
Dava mendongak menatap wajah Erika dengan datar. "Aku tidak mengerti maksudmu, Rika?" Dia mengangkat kedua alisnya.
Melihat sikap polos Dava malah membuat Erika tertawa. "Are you kidding me, Dava?" tuding Erika. "Kau mencoba membohongiku?"
Dava tertegun. Dia menatap wajah Erika lama. Seingatnya terakhir kali melihat wanita itu semarah ini adalah saat ia mengetahui kabar pernikahannya dengan Alea. Seingatnya, selama ia mengenal wanita itu, Erika adalah wanita anggun dalam sikap maupun tutur kata. Jadi jika Erika sampai kehilangan kontrol emosi seperti saat ini pasti ada yang telah mengganggu hati dan juga pikirannya.
"Coba jelaskanlah apa yang sudah mengganggu pikiranmu itu. Aku tak mengerti jika datang-datang kau langsung memarahiku seperti ini." Dava menangkup kedua tangannya untuk menopang dagunya.
"Wanita itu ... kenapa kau masih belum juga memecatnya? Sebenarnya apa yang ada dalam pikiranmu, hah?" sembur Erika cepat, wajah cantiknya nampak berang.
Sejenak Dava masih belum menjawab. Dia masih menatap wajah wanita yang kini menjadi tunangannya dengan perasaan bersalah. Lalu dia menghempaskan tubuhnya pada sandaran kursi, wajahnya mendongak menatap langit-langit.
"Sayangnya itu bukanlah urusanmu, Erika!"
Mendengar itu, kedua mata Erika semakin berkilat amarah. Tidak habis pikir pria itu dengan mudahnya mengatakan bahwa ini bukan urusannya. Lalu dianggap apa dirinya selama ini?
"Aku tunanganmu, Dav. Segala hal tentangmu akan menjadi urusanku."
Dava menegakkan tubuhnya. Memilih mengabaikan Erika, dia justru berjalan kearah jendela kaca. "Calon, Rika. Sedang dia ... dia masih istri sahku hingga detik ini. Kalau-kalau kamu lupa." Dava memejamkan matanya, rasa sesak melingkupi hatinya kala mengingat kenyataan itu.
Erika yang merasa tertampar oleh fakta yang Dava sodorkan sontak tertawa mencemooh. Sebuah tawa dingin yang mengikis kecantikannya.
"Istri yang telah meninggalkanmu dan juga anak kalian."
"Erika!" sentak Dava.
"Kenapa? Itu memang kenyataannya, bukan? Kenyataan bahwa dia memilih pergi meninggalkanmu dan anak kalian!"
Dava mengepalkan tangannya dibalik saku celana. Wajahnya nampak gusar. Erika memang mengatakan kebenaran. Tapi sayangnya, Dava tak perlu selalu diingatkan hal itu untuk mengenang luka yang Alea tinggalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love From The Past (Tamat)
Romance#Brotherinlawseries1 Judul sebelumnya==> Cinta Alea Budayakan follow sebelum membaca✌ Cerita ini mengandung unsur dewasa !! Harap bijak dalam membaca. Bagi penyusup dibawah umur dosa ditanggung sendiri 🙏🙏 ...