Bagian 14

35.8K 1.8K 65
                                    

Typo bertebaran

Jangan lupa follow dulu sebelum membaca dan masukin list perpus pribadi kalian😘😘

Jangan lupa jg kasih semangat author dg tekan tanda bintang pada cerita ini ya gaes😘😘

Happy reading

_______________________

Alea tidak bisa menikmati ciuman itu. Sumpah demi apapun pria itu bahkan hanya melumat bibirnya dengan dingin dan tak berperasaan. Sungguh Alea bisa merasakannya, bahwa ciuman itu tak lagi sama seperti dulu.

Dava menghentikan aktivitasnya, melepaskan Alea dan memberi jarak untuk wanita itu bernafas. Hatinya seketika merasa perih saat mendapati wajah Alea kini sudah basah oleh jejak-jejak air mata. Tapi sekali lagi ia harus mengingatkan dirinya sendiri bahwa wanita itu bisa membuatnya jatuh dan tenggelam. Dan dia akan benar-benar hancur setelahnya.

"Aku menginginkanmu sekarang," kata Dava dengan nada dingin dan penuh penekanan.

Mata Alea terbelalak, ia hendak menyuarakan protesnya pada pria itu. Tapi lengannya keburu ditarik dengan kasar dan kuat, hingga sekali lagi tenaganya yang tak sebanding dengan pria itu mau tak mau membuatnya harus pasrah saat Dava menyeretnya kearah dapur. Tanpa berkata apapun, pria itu langsung menelungkupkan Alea diatas meja kecil yang biasa digunakan sebagai meja makan oleh Alea dan Raffa.

Dada Alea yang menempel pada permukaan meja terasa sesak dalam arti sebenarnya saat Dava menahan tengkuknya dengan kuat untuk mengunci pergerakan Alea.

Kepala Alea meneleng ke samping, dan dari sudut matanya ia melihat bagaimana Dava sudah menyibak bagian bawah dressnya. Kembali Alea membelalakkan matanya, kali ini disertai dengan lelehan cairan bening yang sudah meninggalkan jejak-jejak basah diatas kain taplak meja.

"Jangan kak. Please..." mohon Alea sembari berusaha menggelengkan kepalanya. "Ku mohon jangan seperti ini. Hiks...."

Dava terus mengeraskan hatinya, ia berusaha mengabaikan tangisan wanita itu. Dia hanya ingin menunjukan bahwa Alea benar-benar tak berarti apapun lagi didalam hidupnya.

Lagipula Dava sudah tidak bisa berhenti sekarang. Gairahnya sudah semakin tak terkendali saat didepan matanya terpampang bokong mulus nan seksi yang hanya tertutupi oleh kain segitiga tipis berwarna hitam sebagai pelindung pada bagian bawah tubuh Alea. Tak membuang waktu, tangannya meraih kain segitiga itu dan merobeknya dengan kasar.

Alea menjerit histeris saat menyadari satu-satunya kain pelindung pada bagian bawah tubuhnya sudah teronggok di lantai, maka dengan reflek tangannya berusaha menutupi pantatnya disela-sela isak tangisnya.

Selanjutnya Dava tersenyum miring. Tanpa melepaskan tangannya yang menahan tengkuk wanita itu, perlahan tangannya yang lain melolosi ikat pinggang yang dikenakannya kemudian menurunkan relsleting celananya. Lalu menahan lengan Alea diatas kepala wanita itu sebelum menyatukan milik mereka.

"Aahhh...."

Seketika Alea memejamkan matanya sembari menggigit bibirnya dengan kuat, rasanya terlalu sakit. Dia bahkan belum siap untuk dimasuki. Apalagi miliknya sudah sangat lama tidak pernah lagi disentuh. Bagaimana mungkin Dava tega melakukan ini kepadanya? Pria itu bahkan tidak repot-repot membuatnya basah sebelum menyatukan mereka.

"Shittt!! Kau tetap sama nikmatnya seperti dulu Alea," kata Dava dengan suara serak sembari terus menggerakkan pinggulnya dengan kuat.

Alea masih menggigit bibirnya agar tak ada desahan yang keluar. Air mata masih tak mau berhenti untuk keluar dari sudut matanya. Demi Tuhan meski saat ini hatinya hancur berkeping diperlakukan layaknya wanita murahan oleh Dava, sialnya Alea tak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa sebenarnya iapun sangat merindukan sentuhan pria itu. Tapi bukan begini caranya. Bukan seperti ini yang ia inginkan.

Dava masih bermain dipusat dirinya, entah sudah berapa lama mereka melakukannya. Namun pria itu masih belum sampai juga. Malah kini kedua tangan Dava sudah beralih memegangi pinggul ramping Alea. Memaju mundurkannya dengan tempo yang kadang lambat kadang cepat. Saat matanya melihat tubuh Alea menegang sembari mencengkeram kain taplak dengan tangannya, Dava sengaja menghentikan pergerakannya.

Nafas Alea memburu, ia hampir sampai pada pelepasannya. Tapi rupanya Dava tak menginginkan itu terjadi. Pria itu kembali menggerakkan pinggulnya. Lalu saat lagi-lagi mengetahui bahwa Alea akan sampai, Dava mencabut miliknya lagi. Menusuknya lagi dan begitu seterusnya untuk menyiksa Alea.

Alea nampak sangat frustasi. Alea membutuhkan itu dan Dava tak memberikannya.

Hingga Alea merasakan sesuatu yang kental dan panas telah meleleh didalam dirinya. Rupanya Dava telah sampai lebih dulu. Tak membuang waktu lagi pria itu langsung mencabut miliknya. Lalu membenahi penampilannya.

Sedangkan Alea masih terkapar diatas meja dengan kaki sedikit bergetar menahan gairah yang tak tersalurkan. Dengan sisa tenaga yang ia miliki, Alea mencoba untuk bangkit dengan bersandar pada sisi meja. Menurunkan dressnya yang tersibak hingga kedada dengan perasaan yang hancur tercabik.

Dava memasukkan kedua lengannya pada saku celana, matanya menatap Alea dengan dingin. Terus terang, dirinya hampir saja kehilangan kontrol sejak tadi. Melihat betapa menawannya wanita itu, hasrat untuk mencumbunya amatlah besar.

Dava maju selangkah hanya untuk mencengkeram rahang Alea.

"Kau itu pelacurku sekarang. Kau tidak berhak lagi mendapat kepuasan dariku." Lalu menghentakkan genggamannya hingga kepala Alea meneleng ke samping.

Dan Alea hanya mengepalkan tangannya, kali ini bukan hanya hatinya bahkan harga dirinya pun terluka mendengar kalimat pedas bernada dingin itu mengalun di telinganya.

Alea mengusap air mata yang menetes di pipinya dengan telapak tangannya, matanya melihat keatas agar kristal bening itu tak lagi keluar tanpa seijin darinya.

Lalu tiba-tiba Raffa muncul ditengah mereka.

"Mama? Kenapa om itu belum pulang?" tanya Raffa dengan polosnya langsung bersembunyi dibelakang tubuh Alea.

Baik Alea maupun Dava tampak menegang melihat kemunculan Raffa, benaknya bertanya-tanya apakah anak itu melihat aktivitas mereka barusan. Tapi saat akhirnya menyadari bahwa bagian dapur dan ruangan depan disekat oleh daun pintu, untuk alasan yang ia sendiri tak mengerti Dava merasa terselamatkan.

Alea seketika mensejajarkan dirinya dengan Raffa untuk bisa memeluk tubuh kecil anaknya.

"Raffa ko nggak dengar omongan mama? Tadi mama nyuruh Raffa apa coba?"

"Maaf mama! Raffa haus pengin ambil minum," jawab Raffa pelan. Saat matanya bersitatap dengan mata Dava, anak itu buru-buru menundukkan wajahnya.

Dava berdekham untuk mengusir rasa sesak yang tiba-tiba muncul di dadanya saat menyaksikan betapa anak itu nampak takut kepada dirinya. Tidakkah seharusnya Dava tidak peduli? Lalu kenapa dia harus peduli.

"Kalian bersiaplah dari sekarang. Karena dua jam kedepan orangku akan menjemput kalian berdua," kata Dava tanpa menatap.

Alea terkejut. "Apa maksudmu, kak?"

"Kau sudah setuju untuk menjadi wanitaku bukan? Karena itu mulai sekarang kau harus tinggal bersamaku. Hanya agar kau selalu siap jika aku membutuhkanmu."

Setelah mengatakan kalimat itu, Dava meninggalkan keduanya. Dia bahkan bingung dengan sikapnya sendiri, hanya karena ada anak itu di dekat mereka kata jalang pun tak lagi ia pakai untuk mengintimidasi wanita itu.

Alea membeku, mulutnya kelu untuk membantah. Hanya tatapan nanar yang sanggup ia layangkan kearah punggung pria itu yang perlahan mulai menghilang dibalik pintu. Sedangkan beberapa kali panggilan dari Raffa tak ia hiraukan. Lalu saat kesadaran kembali menguasai pikirannya, ia langsung memeluk tubuh anaknya dengan erat-membuat Raffa yang berada dalam pelukannya semakin bingung melihat sang mama yang menangis tersedu.

Tbc

Ada yg nungguin?

Seneng donk ya kan karena tumben bisa update cepet🤭

Jgn lupa tinggalkan jejak kalian di mari.

Thanks

Repost 22-12-19

Love From The Past (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang