"STASYA! SINI KAMU!"
ah, gendang telinga ku mulai berdarah mendengar teriakan itu setiap hari jumat. dengan malasnya aku berjalan ke arah wanita paruh baya yang terlihat mengepalkan kedua tangan nya. Ya, kau tau dia pasti sedang menahan emosi karna melihat, aku. "Sini!" kata wanita itu sambil menadahkan tangan nya kepada ku. "Sini apaan bu?" kata ku santai sambil menatap guru ku itu. Seisi kelas pun sudah merasakan hawa-hawa tidak enak dari wanita itu. Jujur aku juga sedikit merinding, horror sekali rasanya kalau di dekat wanita itu. "Itu yg kamu taruh di telinga" nada bicaranya makin tinggi, "oooh, bu santi mau anting saya??" kata ku dengan nada bercanda padahal aku tau itu akan membuat wanita itu makin marah. aku melihat galya, sahabat ku, mulai menggelengkan kepala mengirim sinyal bahwa sebaiknya aku berhenti bercanda. Tentu seorang stasya tidak akan berhenti sebelum dia puas. Aku memberikan tatapan licik kepadanya yang mana makin membuat ia gelisah. "stasya! kamu ini kira saya semiskin apa mau ngambil anting kamu?! Kamu kerjaan nya sumpelin telingaaa mulu, lama-lama kamu budek mau?!" Bu santi memang kalau sudah marah, bicaranya seperti kereta api, Panjaaaaang sekali. "Hah, apa bu? ga kedengeran!" aku langsung merasakan tangan Bu Santi menarik telinga ku. aku meringis kesakitan sambil mencoba melapaskan jeweran jahanam itu.
( Bunyi bel pulang sekolah )
Aku langsung keluar kelas ku dengan semangat, padahal hari ini adalah jadwal piket ku. Beruntung teman-teman ku sudah tau aku pasti slalu cepat-cepat keluar kelas karna ada latihan band. Aku pamit ke teman-teman ku yang lain dan pergi menuju ruang musik bersama galya. "Lu gila ya tadi? sempet-sempetnya bercanda pas Bu Santi marah..gila ya" katanya sambil menggelengkan kepalanya. Aku pun menjawabnya dengan tertawa. "Eh, kita ketemu yang lain dulu ya di ruang musik abis itu kita ambil earphone gue dulu ke Bu Santi, Enak banget dia dapet earphone gratis" kata ku memberitahu galya. Setelah kami berbincang, tiba-tiba suasana hening entah kenapa kami sibuk dengan pikiran kami sendiri, "Lu jadi mau ambil kuliah di luar, sya?" tanya galya memecah keheningan saat itu. aku mengangguk, "iya. nanti gue mau ikut lomba nyanyi gitu, kalo menang gue bisa dapet beasiswa di universitas yang gue mau" kata ku kepadanya. Aku jadi memikirkan hal itu lagi, aku sangat ingin pergi ke universitas luar negeri tapi ayah ku belum mengizinkan aku untuk mengambil jurusan yang aku mau, musik. Ayah ku adalah seorang yang terjun ke dunia politik dan sangat ingin anak-anaknya mengikuti jejaknya, sayangnya, belum satu pun anak-anaknya yang terjun ke dunia politik. Kakak perempuan ku adalah seorang fashion designer dan bekerja di luar negeri, sedangkan kakak laki-laki ku masih berkuliah di universitas yang terkenal di amerika dan dia mengambil jurusan Teknik sipil, Sangat jauh dari kata "politik". "Lu mau ngapain abis SMA?" tanya ku ke galya, dia jarang sekali menceritakan rencananya setelah lulus SMA. "Gue sih sempet di ajak masuk agensi model gitu, tapi orang tua gue pasti marah banget klo gue ga kuliah" raut mukanya langsung berubah agak murung. Memang sih, Galya itu sangat cantik, proporsi badan nya pas, intinya sih primadona sekolah.
Tinggal beberapa langkah lagi aku dan Galya sampai di ruang musik, tiba-tiba terdengar dari belakang derap langkah cepat semakin mendekat. "Eh, anak kecil" kata orang itubtepat sesudah menepuk ujung kepala ku. Huh, lagi-lagi orang ini usil sekali! Dengan perawakan nya yang sok polos tidak bersalah sambil membenarkan rambutnya yang memang sengaja ia panjangkan sedikit agar bisa di pakai untuk tebar pesona. "Duh, Ah elah! Kenapa sih kagetin gue mulu" teriak ku pada lelaki yang tingginya lumayan jauh dari ku. "Uluh-uluh, kaciaaan anak kecil kageet sini kakak kasih permen" ucapnga dengan nada usil yang khas dari dirinya, Ia langsung masuk ke ruang musik sambil tertawa pulas sedangkan aku berjalan makin lambat dengan memajang muka cemberut, "MAHESHA! KURANG AJAR!" teriak ku kesal seperti anak kecil.
Jam tangan sudah menunjukan pukul 5 sore, sudah lebih dari 2 jam band kami latihan tambah lagi dengan berbincang-bincang atau bisa di bilang gosip. Kami sudah memainkan 5 lagu walaupun sebagian dari lagu itu kami mainkan dengan tidak serius. Suasana hening karna kami semua memikirkan lagu apa yang akan di mainkan sekarang, sebagian ada yang mencari di aplikasi musik mereka sedangkan pasti ada saja yang malah bengong, Huh, sangat tidak membantu. "Eh, masa gue kemaren liat ada lomba band hadiahnya beasiswa ke amerika!" kata laki-laki yang tepat ada di posisi belakang sebagai pemain drum di band, petra namanya. "hah? Di mana tuh?" tanya nata sambil sedikit memain kan gitarnya, "gue sih liafnya pas di jalan ke rumah lu, dra" jawab petra sambil mengarahkan wajahnya ke kawan nya yang kebetulan sedang mengelap bassnya karna terkena saus cabai yang ada di makanan nya tadi, sia memang suka membawa makanan saat latihan band dan pasti saja berantakan, bahkan teman-teman yang lain sampai malas dia minta bantuan untuk membersihkan sampah-sampahnya. "Dih, kok gue?" tanya rendra tidak jelas, "apaan sih, dra? ga nyambung" sambung galya kesal karna rendra yang bicara tidak jelas, "woi" panggil ku agak kencang agar semua orang di ruangan itu mendengar walaupun sebenarnya aku agak ragu untuk bicara kepada mereka tentang lomba itu, "itu lomba yang gue ikutin buat dapet beasiswa" kata ku pada mereka dengan nada agak pelan. Seketika ruangan hening, aku rasanya bisa merasakan rasa kaget mereka mendengar itu, apalagi mereka tau bahwa aku sangat ingin berkuliah di amerika dan rasanya tidak mungkin saja kalau aku mengikuti dua lomba secara bersamaan seperti itu. "emang lu ga bisa ikut dua lomba?" petra bertanya dengan santainya, sebenarnya aku juga sedang memikirkan itu karna ya, bisa saja tapi rasanya konyol karna orang tua ku saja sebenarnya tidak menganggap lomba ini suatu yang serius, kata mereka lomba ini konyol, entah apa alasan mereka bilang begitu. "nanti gue tanyain deh, pet" kata ku lemas, "gausah di paksain sih sebenernya, sya. Lagian kan ga semuanga mau kuliah di amerika" kata nata sambil mengelus punggung ku, "tapi ya, apa salahnya coba sih? Maksudnya kalaupun stasya bisa ikut dua lomba, kita ga usah terlalu totalitas. Yang penting kita main band bareng-bareng, ga menang juga ga apa-apa" jelas rendra kepada kita semua yang ada di ruangan. "Mending kita tanya-tanya dulu deh sama panitia lombanya di sana. Siapa yang bisa ke sana? Rendra, bisa ga lu?" tegas galya penih dengan rencana, padahal masa depan ia sendiri pun belum terencana. "gue ga bisa hari ini" katanya di balas oleh mahesha yang sedari tadi bisu, "gue sama stasya bisa" tanpa basa-basi, bahkan tanpa bertanya apa aku bisa atau tidak. Orang ini memang gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
StaSha
Short StoryAda dua mimpi dan satu prioritas, Stasya harus memilih satu untuk ia raih lebih dulu, di saat yang bersamaan menunda mimpi yang telah ia rajut dengan teman-teman nya.