Di kantin aku melihat Mahesha melambaikan tangan kepada aku dan Galya agar kami duduk bersama mereka. Kami duduk dan di sambut senyuman Nata, Petra, Mahesha, entah di mana Rendra padahal biasanya ia slalu ke kantin bersama orang-oramg aneh ini. "Eh, Rendra mana?" tanya Galya, Nata dan Petra mengangkat bahu dan Mahesha melanjutkan makan karna jawaban mereka semua sama. Tiba-tiba seseorang melangkah cepat kearah meja ku, "WOI ADA BERITA!" teriak Rendra yang sangat antusias sampai suaranya menggema ke seluruh penjuru kantin dan menjadikan nya pusat perhatian. "Bro, jujur mulai hari ini gue malu jadi temen lu" kata Nata sambil menepuk pundak temannya itu, Rendra langsung duduk di sebelah Nata dan langsung memberi tau apa yang sebelumnya mau dia katakan, "Tadi, pak wakisto bilang kalau band kita di undang buat ikut lomba dan kalo menang, kita di biayain buat rekaman, Album, dan promosi!" Ucap Rendra dengan sangat antusias. "wah, gila sih! Lebih dari cukup sih itu buat band kita, biar nama band kita makin besar juga" timpal Petra ikut antusias, "Stasya gimana?" tanya Galya lembut, mengingat Ini juga mimpi ku tapi beasiswa itu juga sangat penting. "nanti gue pikirin lagi deh" ucap ku memendam kebingungan, Tuhan, aku juga tidak tega kalau harus menunda kesempatan mereka, Tapi lomba itu juga kesempatan besar untuk ku.
Pulang sekolah, Kami akan berkumpul di ruang musik untuk mendiskusi kan masalah lomba. Mahesha menunggu di depan kelas ku agar kami ke ruang musik bersama. "Sya, ke warung Bu jali dulu ya? Anak-anak yang lain juag masih belum kumpul. Galya harus pergi ke ruang osis dulu karna ada keperluan, jadi aku sama Mahesha dulu. Di warung Bu Jali kita membeli sedikit cemilan, "Aduuh, ini neng manis sama si ganteng jadian?" Kata Bu Jali saat mengantar minuman kami, "Ngga, bu hehehe" jawab ku tenang, "Doain aja bu, kapan-kapan" Timpal Mahesha dengan tampang tanpa dosa menyebalkan yang dib alas pukulan kecil dari ku. "Eh, Kamu bakal tetep lomba beasiswa kan?" tanya Mahesha meyakinkan aku sekali lagi sebelum aku harus memberi tau kepada yang lain, "iyalah. walaupun sebenernya agak ga tega juga" jawab ku ke Mahesha lalu aku menyeruput minuman ku, "Ya lagian, kalau kita lomba menang untuk band, kalau ga ada vokalisnya juga ga jalan, sya." Jelas Mahesha yang sebenarnya ya, memang benar, Karena kalau harus cari vokalis lagi rasanya akan mempersulit keadaan.
Teman-teman yang lain sudah berkumpul di ruang musik menunggu aku dan Mahesha, aku sangat gugup untuk memberitahu mereka. "Jadi gimana, sya?" tanya Rendra langsung tanpa basa-basi, "kalau memang harus pilih satu, gue tetap pilih lomba beasiswa. Maaf banget, tapi ini kesempatan besar juga buat gue.."Jelas ku pada mereka, "emang ga Stasya ga bisa ikut dua-duanya, ndra?" tanya Galya pada Rendra yang mengetahui jadwal lombanya, "hm, coba gue liat lagi ya" Rendra membuka HP-nya memastikan jadwal lomba yang akan di ikuti oleh stasya dan lomba band itu. "Eh, woi, bisa tau. Lomba beasiswa seminggu setelah lomba Band" kata Rendra setelah melihat jadwal lomba di Hp-nya, "Hah? Bisa? Yaudah sya, kita ikut aja. Toh, yang penting kita main bareng aja ga harus menang juga gapapa." Kata Galya antusias, dan aku pun menyutujuinya karna ya, mau bagaimana lagi? sebentarMereka benar-benar ingin ikut lomba itu.
Di Restoran, aku dan Mahesha sengaja mampir untuk makandan mengerjakan tugas. Iya, kami berdua memang tergolong anak yang 'agak' rajin tapi ya lebih sering malas sih. Aku menyeruput es coklat yang aku pesan tadi, "lu beneran mau ikutan lomba band?" tanya Mahesha singkat, aku sebenarnya yakin saja karna semua orang antusias dan aku tidak bisa bilang tidak mau. "Kan ga menang juga gapapa" jawab ku santai, "kalau menang? Ke amerika dan band ini mimpi besar kamu, kamu mau pilih yang mana dulu?" tanya nya langsung, "emang gue bakal menang lomba beasiswa?" kata ku ketus, "iya, lu bakal menang, ninggalin Band di sini dan kita cari vokalis lain" Mahesha berkata dengan cepat. Dia pikir dia siapa? Tuhan? Rasanya aku ingin menjambak rambutnya tapj aku mencoba untuk menahan emosi ku. "Tapi mereka mengandalkan gue, Sha. Ini mimpi Band kita" suara ku sudah agak meninggi dan aku menenangkan diri ku lagi. "kamu pilih band atau kuliah?" Nada suara Mahesha menjadi datar, aku bingung kenapa dia harus marah, ini kan hidup ku! Aku membeku, kembali menyeruput minuman ku yang tinggal sedikit lagi. Hening. Aku menggapai tas ku dan menatap Mahesha, "Ayo, pulang." Ucap ku dingin dengan memasang muka cemberut, "Bayar dulu" Katanya yang membuat ku makin cemberut.
Di rumah, aku langsung memasuki kamar kak maura dan langsung berbaring di kasurnya. "Heh, napa lu?" tanya kak maura pada ku setelah melihat adiknya ini memasuki kamarnya tanpa mengetuk terlebih dahulu. Aku menceritakan tentang semua yang terjadi hari ini ke kak maura, dan kak maura pun mencoba untuk memberi saran kepada ku, "Ya wajarlah Mahesha nanya gitu, kakak juga bakal nanya gitu kalo ada di posisi dia" pernyataan kak maura tersebut membuat ku memasang muka cemberut lagi. Kak maura menghela nafas, "Kamu ini ada di antara dua pilihan yang pasti harus pilih satu untuk di tunda. Kamu tinggal pilih yang lebih jadi prioritas kamu" Lagi-lagi kak maura menjadi orang paling bijak, tiba-tiba ada yang mengetok pintu, "lagi pada ngapain?" perempuan cantik itu membuka pintu pelan, "lagi ngobrol aja, mah" aku menjawabnya lembut, derap langkahnya mendekat dan menyusul ku duduk di kasur kak maura, "mah, aku ga boleh kuliah di amerika ya?" aku mendekat ke mama dan ia pun menatap ku, "pasti lagi bahas lomba itu ya?" aku mengangguk ke mama, "boleh kok, Papa tuh Cuma agak kecewa aja kemarin tapi papa udah bolehin ko." Mama mengelus kepala ku, "Lagian, nanti yang merasakan hasil kerja keras kan kamu, bukan papa, mama, atau kak maura..kita Cuma bisa dukung yang terbaik." Aku memeluk mama erat, "makasih ya, mah..stasya janji bakal kasih yang terbaik" kita semua berpelukan di kamar kak maura sampai ada lagi seorang yang menghampiri kita, "Pah" panggil ku lembut, pria itu mendekat dan ikut berpelukan "Tanpa kamu jadi orang politik pun, kamu udah jadi anak papa yang hebat".
KAMU SEDANG MEMBACA
StaSha
Short StoryAda dua mimpi dan satu prioritas, Stasya harus memilih satu untuk ia raih lebih dulu, di saat yang bersamaan menunda mimpi yang telah ia rajut dengan teman-teman nya.