dua

6 0 0
                                    

Aku dan Mahesha sudah selesai dari tempat lomba tersebut dan jawaban nya adalah, aku bisa ikut dua lomba. Ya, ini sangat konyol tapi juga menyenangkan.  Sesampainya di rumah ku, mahesha harus memakirkan mobilnya dulu di halaman rumah dan aku cepat-cepat masuk ke rumah untuk mengganti seragam putih abu-abu ku menjadi pakaian rumah. Selesai mengganti pakaian aku cepat-cepat turun ke ruang keluarga dan mendapati mama dan papa sedang menonton TV, aku pun menghampiri mereka dan mengecup tangan mereka. "Kamu pulang sama siapa, sya?" tanya papa pada ku, "sama mahesha, pah. Cuma dia lagi parkir, nanti juga dia kesini" kata ku pada papa di jawab anggukan nya. "Assalamualaikum, tante, om" suara mahesha mengucap salam dan langsung mengecup tangan mama dan papa. "Eh, mahesha apa kabar?" tanya mama ku dengan ramah, "baik, tante.." jawab mahesha malu-malu karna sudah lama tidak bertemu orang tua ku. "Mahesha, kamu di rumah sampe jam berapa?" tanya papa ku ke mahesha, sungguh, aku bisa merasakan rasa tegang mahesha saat di tanya oleh papa ku, karna memang kedengaran nya seperti mengusir. "jam 8-an sih om kira-kira" jawab mahesha asal, karna ia pun tidak tau akan di rumah sampai jam berapa. "nah, pas banget ini om sama tante mau ada acara dulu, paling bentar lagi berangkat. Kamu temenin stasya dulu ya sampe kak maura dateng, kebetulan dia lagi pulang bentar lagi juga paling dateng, dari pada stasya galau sendiri di rumah sama bibi" kata papa ku memberi tau ke mahesha yang membuat mahesha lega setengah mati. "siap, om" jawab mahesha sambil memberi gerak hormat ke papa dan di balas tawaan kami semua.

"rezeki anak sholeh, ga jadi di usir" ucapnya lega sambil mengelus dadanya, kita duduk dit teras rumah ku. Malam ini sedang tidak panas dan sedikit nyamuk jadi aku tidak terlalu khawatir akan gatal-gatal karena di gigit nyamuk dan mahesha tidak takut kena demam berdarah lagi setelah kejadian ia kena demam berdarah sehabis dari rumah ku. "Eh, udah ga ada si supri?" tanya mahesha yang membuat ku mengernyitkan dahi, "supri?" tanya ku bingung yang malah memancing tampang usilnya, "itu loh, nyamuk yang gigit aku kemaren. Aku kasih nama supri aja biar mirip dilan  ngasih nama nyamuk" jelasnya sambil memasang muka yang super usil dan menyebalkan. Iya, aku sangat suka Dilan dan aku membaca semua buku dilan dan milea serta menonton filmnya juga, mahesha aku ajak ke bioskop untuk nonton film dilan walaupun sebenarnya dia jijik tapi karna aku memaksanya bukan main, ya apa boleh buat? Aku membalasnya dengan jitakan kecil di kepalanya gemas, "dih, Alay lu! Ngapain coba ikut-ikut dilan??" tanya ku kesal, lalu mahesha mendekat dan mecubit kecil pipi ku, "biar lu suka". APA-APAAN INI.

Jujur kalau aku bisa muntah aku akan muntah, memang manusia ini gombalnya agak menjijikan, pantas saja dia slalu gagal dapat pacar. "Jijik, lu" balas ku dan memeletkan lidah padanya usil dan ia langsung mengacak-acak rambut ku sedikit, "AH ELAH, LU" aku mendaratkan pukulan kecil ke pundaknya dan dia makin memancing kekesalan ku dan kita akhirnya kejar-kejaran seperti anak kecil. Aku melihat jam tangan menunjukan pukul 8 malam, kami masih di teras, Mahesha memetik gitarnya seraya mengisi malam. Mahesha melihat ku seakan ingin bertanya sesuatu, "napa lu?" tanya ku ketus, raut wajahnya berubah serius, "lu serius mau kuliah di luar negeri?" entah kenapa ia terdengar sedih tapi ia berusaha tidak terlalu memperlihatkan nya. "Ya, kalo lu nanya mau atau engga, ya pasti mau. Tapi kalau dengan cara menang lomba itu, gue agak ragu" kata ku serius, lagi-lagi semua orang membahas masalah itu lagi padaha aku sebenarnya tidak ingin terlalu memikirkan itu. Mahesha memainkan gitarnya, memainkan lagu Ed sheeran "how would you feel" dan  aku pun mengikutinya bernyanyi. Setelah lagu itu selesai, ia langsung melihat ku dengan tatapan lembut, "Itu suara yang bakal bawa kamu ke amerika" sambil mengelus kepala ku pelan. Aduh, Mahesha! Benar-benar orang ini aneh sekali, sempat-sempatnya ia membuat pipi ku terasa panas. "walaupun orang tua mu tidak yakin dengan usaha kamu, Mahesha percaya sama stasya, Stasya juga harus percaya sama stasya sendiri, oke?" suaranya makin lembut dan matanya menghanyutkan, aku mengangguk kecil menahan tangis. "anak kecil jangan nangis dong, nanti aku beliin permen" ucapnya berusaha membuat ku tersenyum. "makasih, sha. Lu emang sahabat gue banget." Aku memeluk Mahesha, tanpa aku sadari mahesha menahan sesak di hatinya karna semua orang sebenarnya sudah pasti tau kalau Mahesha memendam rasa stasya, tapi ia tau stasya bukan tipikal perempuan yang mudah di dapatkan dan Mahesha takut nasibnya akan seperti mantan stasya yang di putuskan karna stasya bosan. Aku melepas pelukan ku karna terdengar suara mobil datang, itu kak maura. "Eh, ada Mahesha" sapa kak maura disambut dengan aku dan mahesha mengecup tangan kak maura, "kalian udah pada makan? Soalnya kakak mau pesan makanan nih" tanya kak maura menawari aku dan mahesha. Aku melihat jam di dinding teras, sudah menunjukan pukul 9 malam, Mahesha hadus pulang karna sudah terlalu malam, lagi pula kak maura sudah datang, jadi tugasnya sudah selesai. "Aduh sorry kak, aku harus pulang Hehehe. Tugas negara udah selesai" jelas Mahesha ke kak maura dengan sopan, kak maura pun mengerti dan masuk ke dalam rumah.

Gerbang rumahku sudah terbuka dan aku mengantar Mahesha ke Mobilnya sekalian berbincang lagi. Memang tak pernah cukup berapa lama pun kami di beri waktu untuk mengobrol, karna pasti ada saja topik yang di bicarakan, dari hal seperti semut di halaman rumah ku, sampai hal-hal berat. Kami sudah di sebelah mobilnya, Mahesha terdiam melihat ku lagi "Mahesha pulang ya, nanti mahesha kesini lagi" ucapnya pelan sambil mengelus ujung kepala ku, "hati-hati. Jangan teler di jalan, jangam dugem" aku mengingatkan nya dengan sedih ketus lalu dia tertawa kecil "engga lah, yakali".

Setelah Mahesha pulang, aku cepat-cepat masuk ke rumah karna gerimis, Kak maura sedang di ruang makan di temani laptop abu-abunya, aku ikut duduk di kursi yang berada tepat di depan nya, ia melihat ku "Mahesha udah pulang?" tanya kak maura sambil menusuk siomay yang ia beli di jalan, aku menjawabnya dengan anggukan kecil, "Kalian tuh pacaran kan?" tanya kak maura lagi sambil mengarahkan garpunya kearah ku, "ngga" jawab ku singkat, "seriusan, dek..soalnya mama juga sempet nanya ke aku. Mama seneng tuh sama Mahesha." Jelas kak maura pada ku, "ngga, kita ga pacaran. Lagian mana ada cowo yang mau sama aku, kak? Temen-temen ku jg masih banyak yg cantiknya banget-bangetan, liat aja tuh si Galya." Kali ini aku yang menjelaskan panjang lebar kepada kak maura, karna aku memang sudah muak memikirkan tentang masalah percintaan masa SMA, satu-satunya laki-laki yang paling dekat dengan ku Cuma Mahesha karna kita berteman sudah lama. Kak maura langsung menepuk dahinya pelan, "hadeeeh, masih penyakitan juga nih anak" katanya sambil menghembuskan nafas agak kencang, "Dih, kak, amit-amit penyakitan" ucap ku sambil mengetuk kepala lalu meja, "Lagian insecure mulu kerjaan nya, kamu jangan segitunya banget sama diri sendiri. Saking kamu pikir kamu itu jelek, kamu menganggap semua perempuan yang bahkan lebih jelek dari kamu itu cantik, terus yang nangis-nangis siapa? Kamu juga" tegas kak maura agak meninggikan suaranya, "Tapi-" kata ku yang langsung di potong kak maura "Halah, tapi-tapi mulu ga ada abisnya. Kalau kamu mikir gitu terus, kamu mau umur 40 masih jomblo? Cuma gara-gara kamu insecure" kak maura seakan menahan kesabaran nya dan aku berusaha menyerap wejangan yang kak maura beri tadi. "kak" aku memanggil kak maura dan ia menengok "hm?", "aku bakal menang ga ya?" tanya ku ke kak maura dan diri ku sendiri, "Kakak sih yakin. bukan karna aku ini kakak mu jd aku mau bikin kamu seneng, Tapi Kakak tau kamu berbakat dan kamu punya tekat buat ngejar mimpi kamu walaupun Papa mendem sedikit kecewa, tapi kakak tau papa dan mama bakal tetap dukung" jelas kak maura yang membuat ku semakin membulatkan niat ku untuk mendapat beasiswa itu.

StaSha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang