Gelisah

98 7 2
                                    

Kubernafas seperti biasa

Kuberjalan seperti biasa

Kakiku melangkah seperti biasa.. pasti tapi penuh ragu

Akankah esok baik-baik saja?

Air mata mengalir penuh ketakutan

Kunaikkan doaku..

Tak mampu kuberkata apa-apa

Tak dapat kutemukan kata

Hanya doa hafalan yang mampu ku gumamkan..

Derai air mata kah ini?

Atau embun yang jatuh dari dedaunan?

Hatiku kalut

Hatiku carut marut

Lalu doa itu semakin menguat dihati, ditelinga

Lalu kusadari, ini bukan embun, tapi rintik yang mulai menebal, turun dari sudut mata

Kutersungkur..

Tuhan, siapakah aku ini hingga pantas menguatirkan hari esok ku?

Siapakah aku ini hingga pantas ragu melangkah?

Tak ada niatku meragukan Mu..

Ampuni aku Tuhan...

sungguh, ampuni aku. Tundukkan kepalaku

Rendahkan tengadahku..

Tuntun aku dalam ya Tuhan..

Sesak dada ini.. tapi kusadar.. dunia ini dalam genggamanNya.. lalu legalah aku...

Senyumku mulai nampak..

Tak ku tahu hari akan apa yang terjadi esok.. tapi janji mana yang Kau ingkari?
Maka senyumku akan selalu ada, supaya dia tenang. Ibundaku.

Dhira pun tertidur pulas dalam senyuman rembulan.

Kopi dan GorenganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang