Dalam ruangan itu, suasana tampak hening, tak ada suara yang terdengar. Hanya helaan napas berat yang sesekali terdengar meluncur dari bibir tipis Aresta.
Wanita berusia awal 30-an itu tengah berdiri mematung, di hadapannya sosok seorang pria yang tidak lain merupakan kakak kandungnya, Reegon ... tengah duduk dengan angkuhnya seraya memainkan sebuah belati di tangannya. Ujung belati itu dia putar-putar, sesekali dia ketuk-ketukkan ke meja kayu di depannya. Terus seperti itu dengan tatapan matanya yang sepenuhnya tertuju pada belati.
" Jadi dimana kau sembunyikan kedua buronan itu?"
Suara baritonenya yang berat mengalun, Aresta meneguk salivanya panik. Dia sangat mengenal kepribadian kakaknya yang satu ini. Meski mereka saudara kandung bukan berarti Reegon tidak akan menyakitinya. Pria itu kejam, tak akan segan-segan melukai saudaranya sendiri. Terbukti dengan kematian kakak sulungnya dan sang istri yang meregang nyawa dengan cara setragis itu, dibakar hidup-hidup. Dan hal itu bisa terjadi karena Reegon lah penyebabnya.
" Mereka itu keponakanmu." Jawab Aresta mencoba memberanikan diri meski dalam hatinya dia takut bukan main. Tapi dia tidak akan menunjukan ketakutannya, jika perlu dia akan menantang kakaknya ini meskipun konsekuensinya dia akan kehilangan nyawanya.
" Aku tidak pernah menganggap mereka sebagai keponakanku. Sekarang katakan padaku dimana kau menyembunyikan mereka?"
" Aku tidak pernah menyembunyikan mereka." jawab Aresta tegas.
" Jangan bohong. Ada saksi mata yang melihat mereka masuk ke kastil ini."
Dalam hatinya Aresta menggeram kesal, siapa orang yang berani mengkhianatinya hingga mengadukan hal ini pada Reegon?
" Katakan dimana mereka?!" bentak Reegon murka. Aresta tersenyum sinis menanggapinya.
" Kenapa tidak kau suruh saja para prajuritmu mencari mereka?" tantang Aresta, dia berkacak pinggang di hadapan Reegon, tak merasa gentar sedikit pun meskipun mendapatkan tatapan tajam dari kakaknya yang kejam itu.
" Tanpa kau suruh pun, tentu sudah ku geledah seisi kastil ini. Karena mereka tidak ditemukan dimana pun dalam kastil ini. Pasti kau menyembunyikan mereka di suatu tempat kan? Cepat katakan padaku dimana mereka berada?" Aresta kembali tersenyum sinis mengundang raut kemurkaan yang semakin menjadi di wajah Reegon.
" Cepat jawab!!"
" Aku tidak tahu." Jawab Aresta tenang.
" Lagipula jika pun aku tahu keberadaan mereka, aku tidak akan pernah mengatakannya padamu." Lanjutnya yang seketika membuat Reegon bangkit berdiri dari duduknya.
Dia menghampiri Aresta, mencengkram dagu wanita itu dengan kuatnya hingga suara ringisan kesakitan meluncur mulus dari mulut Aresta.
" Kau masih tidak mau mengatakan dimana mereka berada?" Aresta menggelengkan kepalanya, tatapan matanya tampak menantang pada Reegon yang mencengkram dagunya semakin erat seiring berjalannya waktu.
PLAAK
Suara tamparan terdengar membahana di dalam ruangan. Tamparan yang dilayangkan Reegon pada sang adik tidaklah main-main, terlihat dari sudut bibir Aresta yang robek dan mengeluarkan darah. Pipinya pun tampak memerah sempurna.
Aresta tersenyum meremehkan, rasa sakit pada bibirnya tak dia hiraukan.
" Mendiang ayahanda dan ibunda pasti sangat kecewa padamu, Reegon. Hanya demi tahta kau sampai membunuh kakak kandungmu sendiri." Ucapnya seraya meludahkan darah yang tak hentinya keluar dari sudut bibirnya.
" Jika dipikir-pikir mendiang ayahanda pasti sudah mengetahui sifat busukmu ini. Mungkin ayahanda sudah menduga kelak kau akan melakukan kekejaman seperti ini, itulah sebabnya ayahanda tidak memberimu kekuasaan apa pun. Bahkan kastil ini diberikan ayahanda padaku, bukan padamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
STORY OF SNAKE QUEEN [COMPLETED]
FantasyChapter sudah dihapus karena pindah ke Dreame. Awalnya Alegra Vincentius hanyalah putri kerajaan yang hidupnya selalu bergelimpangan kemewahan. Bersyukur karena dirinya memiliki orangtua yang selalu menjaga dan menyayanginya serta memiliki seorang k...