Bibir tipis itu terus-terusan melakukan tugas yang diperintahkan otak Jungkook, menghisap asap-asap nikotin tersebut agar dapat menyentuh paru-parunya. Meski demikian, tak ada satupun siswa di kelas yang berani menegur apa lagi menghentikannya. Mereka semua terlalu sibuk dengan buku, atau dapat dikatakan memaksa untuk menyibukan diri.
Dengan mata yang tertuju pada satu titik dan satu objek, jari telunjuk dan ibu jarinya terus memutar lolipop yang tengah dia pegang, menatap dengan datar ke arah permen loli itu. Dalam hati dia terkekeh, merasa seperti seorang bocah yang mau dibujuk dengan sebuah permen agar mau melakukan sesuatu.
Jungkook berpikir jika dunia ini begitu munafik! Tak ada satupun menurutnya yang benar-benar setia pada kata-katanya, dan membuktikan hal itu lewat perbuatan. Semua hanyalah permainan di balik topeng senyum mereka. Senyum hasil manipulasi!
Jungkook benci dengan dunia! Satu-satunya orang yang masih dia percaya, satu-satunya orang yang tidak munafik, serta satu-satunya orang yang mampu menghangatkan hatinya yang telah beku parah kini tak mampu mengeluarkan barang satu kata saja. Bisanya saat ini adalah membuka dan menutup mata, menangis, menatap kosong ke arah jendela, dan makan! Selebihnya? Jungkook berharap selebih itu bisa kembali lagi, seperti dulu.
Merasa jika mulai kembali sedih, Jungkook mengusap wajahnya agar sadar, bukan saatnya untuk bergelut dengan kesedihan karena masalah hidupnya.
Pandangannya teralihkan ketika satu sosok yang menjadi wali kelasnya memasuki kelas dengan wajah yang masih pucat. Seolah tak peduli, dia menyimpan kembali lolipop itu ke dalam tasnya dan mulai membuka buku. Seakan-akan, bersikap layaknya Jimin tak ada di depan.
"semuanya, mohon perhatian sebentar.." semuanya refleks memperhatikan ketika suara Jimin menyapa telinga mereka. Melihat itu, senyum tipis tercipta di wajahnya, tak peduli jika Jungkook tak mau memberi sedikit perhatian.
"saya sudah membicarakan hal ini dengan kepala sekolah dan telah disetujui.." jedanya menatap wajah penasaran para siswa, kecuali Jungkook yang sibuk dengan rokok dan hembusan asap di udara.
"kelas kita untuk pertama kalinya akan melakukan study tour!"Sangat jauh dari ekspetasi! Awalnya Jimin mengira jika para siswa akan senang. Tapi ketika dia menyelesaikan kalimatnya, justru semua siswa refleks melihat ke arah belakang, tepatnya ke arah Jungkook yang tampak tak peduli.
"baiklah.." Jimin paham dengan situasi saat ini. "Jungkook, di mana destinasi yang cocok?"
Sedikit bersyukur karena Jungkook mau mendengarkannya meski hanya dengan sebuah lirikan mata dan hembusan asap rokok. Jimin masih berusaha sabar, karena dia yakin di balik brengseknya seseorang, ada kisah besar yang menjadi penyebab. Orang-orang seperti itu membutuhkan telinga untuk mendengar, bukan mulut yang menyuarakan saran yang justru semakin membuat mereka down.
Setelah hembusan asap itu keluar dari mulutnya, Jungkook menatap Jimin dengan datar lalu mulai menyuarakan sesuatu. "destinasi?" jedanya lalu tersenyum tipis. "menurut aku, tempat cocok yang cocok adalah--"
"--kelas ini!"
Semua mematung terdiam, tak terkecuali Jimin! Itu berarti, Jungkook tak menyetujui akan hal tersebut.
"Jungkook, kita perlu bicara!" finalnya, Jimin meminta untuk bicara empat mata dengan sumber masalah dari kelas ini. Jimin hanya kasihan menatap wajah kecewa dari para siswa yang lain.
"bicaralah!" masih dengan gaya tak pedulinya, Jungkook melanjutkan membaca buku setelah sebelumnya menghembuskan asap rokok ke udara.
"di ruangan saya!"
"di sini saja!"
Jimin menghela nafas. "harus empat mata, Jungkook!"
"kalian semua, keluar!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fvcking Hoodie Guy (✓)
Fanfiction"aku nakal tapi tidak bajingan!" -JeonJungkook © sLMyyy, September 2019