Apa yang kamu pikirkan tentang orang yang mencintai sahabatnya sendiri? Salahkah atau tidak? Banyaknya menjawab tidak salah, tapi yang mengatakan salah juga tidak sedikit. Aku dapatkan info itu dari temanku. Penulis artikel di salah satu situs online.Dia mengatakan bahwa sebagian orang menjawab jatuh cinta pada sahabat sendiri adalah anugerah, karena kemungkinan sudah saling mengenal satu sama lain, mengetahui sikap dan kebiasaan masing-masing, tak perlu menyesuaikan lagi, dan hal-hal lain yang mendukung asumsi itu.
Yang menjawab salah beralasan, banyak tantangan yang dilalui saat mencintai sahabat sendiri, salah satunya persahabatan berubah canggung, atau saat putus nanti bisa saja membuat hubungan merenggang. Rasa bersalah saat menyakiti satu sama lain akan semakin besar dan bisa berdampak dengan pilihan bertahan atau meninggalkan selamanya.
Aku setuju dengan opsi kedua, sudah lama aku menyukai sahabatku, tapi tetap memilih bungkam karena rasa takut kehilangan selalu menjalar dalam pikiranku. Terlebih lagi, dia yang kusukai ini keras kepala. Tergolong dalam jajaran cowok berwatak dingin di SMK Harmoni, SMK dengan berbagai siswa berbakat yang memiliki jiwa seni yang tinggi.
Meski begitu dia bukanlah cowok yang mendapat gelar most wanted dan digilai banyak siswi. Justru karena dia begitu tertutup, banyak yang menghindarinya. Hanya beberapa anak saja yang terlihat dekat dengannya, termasuk aku.
Namanya Ilham, hobby-nya berbeda dengan cowok kebanyakan. Dia suka melukis, terutama melukis keindahan alam, termasuk melukis langit senja. Aku selalu menyukai karya-karyanya, selalu indah dan mengagumkan.
Hari itu, dia sangat marah padaku. Aku tak menyalahkan sikapnya, pikirannya sedang kacau, emosinya sedang tidak stabil. Ide pameran lukisan yang aku ajukan berbuah cibiran dari sebagian teman. Tentu saja itu sangat menyakiti hatinya.
Aku pun heran, mengapa orang dengan mudah mencibir padahal belum tentu karya mereka lebih bagus. Hanya kesalahan kecil yang Ilham lakukan, tapi mengapa begitu dipermasalahkan? Ilham hanya lupa memberitahu anggota OSIS. Bukan masalah besar bukan? Toh dia sudah minta maaf.Sampai saat ini, Ilham belum mau berbicara denganku. Bahkan di saat teman-teman yang lain menikmati pertunjukan seni di aula, dia memilih menjauh dari keramaian.
Aku dengan senang hati mengikutinya, meski dia tetap diam aku akan bertahan. Setidaknya sampai suasana hatinya membaik.
"Kenapa malah ke sini?" tanyaku sembari ikut duduk di sampingnya, di bawah pohon rindang tengah taman. "Di aula ada pertunjukan seni, kamu nggak mau ikut nunjukin karya kamu?"
Bukannya menjawab Ilham malah membuang wajah. Sebentar lagi pasti dia akan menyuruhku pergi.
"Bisa kasih aku waktu buat sendiri?" ucapnya dingin.
Aku menggeleng kuat, memilih menutup mulut saja dibanding harus meninggalkannya."Kenapa?"
"Aku mau nemenin kamu."
"Nggak perlu. Lebih baik kamu pergi dan gabung sama orang-orang yang punya bakat. Aku cuma pelukis abal-abal, kan?"
Aku menghela napas kasar, Ilham mulai merendahkan dirinya lagi. Padahal sudah berkali-kali aku katakan bahwa karyanya itu bagus. Hanya orang-orang saja yang tak tahu apa itu seni. Bisa jadi mereka hanya iri atas kemampuan yang Ilham punya.
"Setiap karya itu pasti punya kelebihan dan kekurangan. Berusaha terlihat sempurna di mata orang lain, hanya akan membuat kamu tersiksa sendiri."
"Kamu nggak tahu gimana rasanya dikucilkan, kamu nggak tahu gimana rasanya direndahkan, dan kamu juga nggak tahu, tatapan mereka begitu tajam menusuk. Karena apa? Kamu sempurna di mata mereka, kamu penyanyi yang berbakat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara
Short StoryKUMPULAN CERPEN Setiap pertemuan akan ada perpisahan, setiap pertemuan bukan hanya kebetulan. Pertemuanku denganmu bukan tanpa alasan, tapi mungkin saja takdir Tuhan yang ingin mempersatukan. Jika kamu jodohku, kamu tak akan bisa lari dariku. Begitu...