Ragu

17 3 0
                                    

Mencintaimu artinya harus siap terluka. Meski kini kamu peluk aku, meski kini kamu di dekatku. Kutahu hatimu bukan untukku. Hanya bohong saat kamu bilang cinta aku. Nyatanya nama dia selalu terselip dalam doamu. Egoiskah aku jika pura-pura lupa akan mimpimu, Raf? Mimpimu untuk tetap bersama dia. Aku memang sahabat yang bodoh, jatuh cinta pada kamu sedalam ini. Bertahan meski tahu tak diharapkan.

Awalnya aku ingin pendam perasaanku sendiri saja. Kamu tak perlu tahu, kamu cukup di dekatku. Tapi begitu sakit rasanya jika tak segera diungkapkan. Aku takut kamu kembali padanya, aku takut tak punya kesempatan kedua. Namun sekarang, bolehkah aku minta satu hal, jangan menerima jika hanya karena kasihan, Raf. Aku benci menerima fakta itu. Buka hatimu, raih aku dalam pelukmu yang bukan sekadar menenangkan.

Kini kamu menatapku lebih dekat, kita kembali beradu tatap. Ada sendu yang aku lihat dalam bola matamu. Mungkin kamu juga melihat yang sama dalam diriku. Perlahan tanganmu menyingkirkan rambut yang menutupi sebagian keningku. Dengan lembut kamu sentuh wajahku. Aku tersenyum, jangan buat aku semakin sulit melepasmu, Raf.

"Jangan melamun. Nanti cantiknya berkurang Chika Faraditha," katamu lembut.

Aku menggenggam erat tangannya, haruskah aku lepas Rafandra sekarang. Sementara aku sangat mencintainya. Tapi mau sampai kapan aku halangi kebahagiaannya. Kita akan sama-sama terluka pada akhirnya jika terus seperti ini bukan?

"Kamu sayang aku?" tanyaku membuat dia menunduk lesu. Mungkin sudah bosan dengan pertanyaanku yang satu itu.

"Kamu ragu sama aku?" tanyanya balik. Aku mengangguk pelan, karena memang begitu keadaanya. Aku meragukannya.

"Berapa kali aku harus jelasin, aku sayang kamu. Aku cinta dengan tanpa paksaan dari siapapun, Chika. Berhenti meragu, aku akan selalu ada buat kamu untuk membuktikan itu."

"Tapi gimana kalo seandainya kamu tiba-tiba pergi. Gimana kalo seandainya kamu muak pura-pura cinta sama aku?"

"Chik, nggak ada yang pura-pura di sini. Kita seperti ini berawal dari persahabatan bukan? Berapa tahun kita kenal?" tanya Rafa menggebu. Harukah aku percaya padanya sekarang? Tuhan tunjukan aku kebebarannya.

"Sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar. Sesulit itu kamu percaya sama aku?"

"Aku hanya takut kehilangan kamu, sebenarnya aku bukan ragu sama kamu, Raf. Aku ragu sama diriku sendiri. Aku hanya orang yang kebetulan mengungkapkan perasaan di waktu yang tepat. Saat kamu sedang labil-labilnya ambil keputusan. Aku merasa kamu masih menyimpan perasaan untuk orang lain. Kamu hanya kasihan sama aku, kan, Raf?" ungkapku pada akhirnya, aku meneteskan air mata yang selama ini aku tahan. Menumpahkan semua rasa yang membuat aku tertekan di hadapan Rafa langsung. Tiba-tiba Rafa memelukku dengan erat, aku menangis dalam pelukan hangatnya.

"Cukup, Chik. Aku nggak pernah suka lihat kamu nangis begini. Terserah kamu mau percaya aku atau nggak. Bukan karena kasihan aku mau menerima kamu. Tapi karena ketulusan hati kamu mencintaiku."

Aku memeluk Rafa semakin erat, ini bukan saatnya melepas dia. Justru sebaliknya, ini saatnya memberikan yang terbaik untuknya. Aku salah selama ini. Harusnya Rafa yang meragu padaku. Karena tak akan ada cinta tanpa sebuah kepercayaan, dan aku melakukannya  dengan begitu bodoh. Maaf Raf, tapi percayalah. Aku cinta kamu dengan sangat.

Finish ....

Kali ini cuma flasfiction, semoga kalian suka dan terhibur.

LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang