8. Hyponym

5.4K 557 6
                                    

Lea terbangun dari tidurnya. Ia melihat jam berbentuk lingkaran yang tertempel di dinding kamarnya.

Pukul 1 dini hari. Dan ia mendengar suara tangisan yang entah dari mana asalnya. Gadis itu sedikit merinding, namun dengan segala keberaniannya, ia keluar dari kamarnya. Di luar ia menemukan pintu kamar Leo yang terbuka juga. Menampakkan kembarannya yang berada diambang pintu.

"Denger orang nangis gak?" tanya Leo.

Lea mengangguk, "Makanya Lea kebangun."

Lea menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Ia mencoba mencari sumber suara tangisan itu. Kepalanya berhenti bergerak saat merasa isakan itu terdengar dari sebelah kirinya. Gadis itu teringat, kamar sebelahnya sekarang adalah milik Grace. Apakah gadis itu menangis?

Dengan tergesa Lea berjalan ke kamar sebelah kanannya itu. Ia mengetuk pintunya berulang kali namun tak ada sahutan, sampai ia membuka pintunya. Leo mengikutinya dari belakang.

Pandangan pertama kali Lea jatuh pada ranjang Grace yang kosong. Sampai menemukan gundukan didekat lemari baju yang dibalut dengan selimut. Gundukan itu bergetar. Ia mendekat. Kemudian menyentuh gundukan yang ia yakini Grace itu.

Grace tak menampakkan reaksi apapun, posisinya tetap sama dengan masih terisak.

"Leo panggilin Bu Maya dong." ujar Lea yang segera dilakukan Leo.

Tak lama laki-laki itu kembali dengan Bu Maya. Leo hanya menunggu diambang pintu. Sedangkan Bu Maya segera masuk dan berjongkok disebelah Lea. Wanita paruh baya itu membuka selimut yang dipakai Grace untuk menutupi tubuhnya.

Bu Maya menemukan mata Grace yang masih terpejam dengan wajah yang sudah basah dengan air mata, bibirnya pucat dan tubuhnya menggigil.

"Grace, bangun nak." ujar Bu Maya sambil mengguncangkan tubuh Grace.

Grace semakin meringkuk, "Hiks... Mama ja- jangan. Hiks..."

"Jangan pukul Grace Pa. Hiks... S- sakit Pa." lirih gadis itu sambil memegang punggungnya. Padahal disana tak ada Mama dan Papanya, maupun yang menyakitinya.

Wanita itu menyuruh Leo yang ada diambang pintu untuk mengangkat Grace. Walau agak canggung Leo melakukannya. Grace meringkuk dan terlihat kecil didekapan Leo. Leo pun merasa tubuh gadis yang diangkatnya kini sangatlah ringan. Tubuh dan berat badannya sedikit berbeda dari anak sebayanya.

Bu Maya mengelus kepala Grace, lalu mengguncangkan tubuh gadis itu kembali.

"Grace bangun sayang."

Perlahan mata itu terbuka walau sayu, kedua kelereng indah milik gadis itu basah oleh air mata.

"Grace kenapa tidur di lantai?" tanya Bu Maya dengan lembut. Grace yang merasakan tubuhnya sudah berada diatas kasur empuk pun segera beranjak dan menempatkan dirinya meringkuk diatas lantai dekat dengan almari lagi.

"Grace!" Lea terkejut dan memekik pelan dengan tindakan tiba-tiba gadis itu.

Bu Maya yang melihat itu segera berjongkok didepan Grace lagi. Wanita itu memegang tangan Grace dan meremasnya lembut, memberikan afeksi nyaman pada gadis itu.

"Grace kenapa duduk disini?" tanya Bu Maya dengan perlahan.

"Nanti mama marah kalau Grace tidur diranjang." balas gadis itu dengan suara amat lirih.

"Gak apa-apa, disini gak ada Mama. Grace tidur dikasur ya? Ditemenin Ibu, ya?"

Bu Maya mulai memapah gadis itu untuk berbaring di kasurnya. Kemudian wanita paruh baya itu menyuruh Lea untuk mengambilkan sebaskom air hangat dengan handuk kecil. Bu Maya merasakan tubuh Grace yang menghangat, mungkin karena udara yang sangat dingin dan Grace tadinya tidur dilantai.

Grace meringkuk dalam dekapan Bu Maya. Hangat. Rasanya nyaman sekali, ia merasa terlindungi.

Tak lama kemudian Lea kembali dengan sebaskom air hangat dengan handuk kecil. Bu Maya yang bergerak sedikit bajunya sudah dicengkeram oleh Grace.

"Jangan pergi." ujarnya pelan.

Bu Maya pun menyuruh Lea untuk mengompres dahi Grace. Lea mulai mencelupkan handuk kecil itu ke dalam baskom dan memerasnya.

Namun, saat akan menempelkan handuk basah itu didahi Grace, Lea melihat bekas luka jahitan dipelipisnya yang memanjang. Lea baru menyadarinya sekarang. Karena mungkin Grace kemarin menggerai rambutnya, jadi luka itu tak nampak jelas.

Lea tersadar dari lamunannya. Ia segera menempelkan handuk itu ke dahi Grace.

"Sudah, terimakasih ya. Sana lanjut tidur lagi saja." ujar Bu Maya ketika melihat Lea sudah selesai mengompres Grace.

Lea dan Leo mengangguk. Kemudian si kembar itu kembali masuk ke kamarnya masing-masing. Sedangkan Bu Maya masih menunggui Grace.

Wanita itu duduk dipinggir ranjang. Tangannya masih mengusap kepala gadis itu, sesekali pun mengusap bahunya. Agar Grace bisa tenang dan tertidur.

"Istirahat ya nak. Besok biar sembuh." ucap Bu Maya pelan.

Wanita itu tahu, Grace sebenarnya trauma dengan masa lalunya. Bahkan Bu Maya pun melihat bekas luka dipunggung gadis itu saat bajunya tak sengaja tersingkap tadi.

Bu Maya hanya menghela nafas. Ia sudah biasa menangani anak yang trauma, namun karena kehilangan kedua orang tuanya. Bukan karena dibuang orang tuanya. Yang dia tangani pun anak-anak normal. Bukan yang memiliki kebutuhan khusus seperti Grace.

Namun, wanita itu bertekad untuk membantu Grace keluar dari masa lalunya. Gadis itu harus bahagia, bagaimanapun caranya, walaupun tidak dengan keluarganya sendiri. Karena keluarga barunya ada disana, di rumah yang sekarang ditempatinya.

[MELODY]

MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang