🌫pengalaman🌫

3.2K 394 29
                                    

"He's not a nerd, but his appearance is like that."

Frame kacamatanya tebal. Rambutnya selalu rapi. Kemejanya dikancingi sampai ceruk lehernya. Tak lupa, sepatu hitam mengkilat yang selalu dipakainya.

Benar-benar menjijikan menurut Lisa.

Penampilan Taeyong terlalu culun hingga menutupi wajah tampannya. Padahal, dia tak pintar seperti dirinya. Dia bahkan lebih bodoh, cocok sekali dengan penampilan nya.

Tak heran kalau Taeyong kerap kali menerima bully di kampus.

Jangan dipikir, orang berpenampilan culun adalah orang pintar yang gemar membaca. Taeyong tidak seperti itu, namun ia gemar mengarang cerita.

Mengarang cerita yang dimaksud adalah sebuah novel fiksi.

Lisa menghela napas. Ia sudah terbilang lelah akibat aktivitas di kampusnya seharian. Sedang Taeyong justru duduk santai di sofa apartemen nya dengan laptop di pangkuan.

"Kau tidak pulang? Ini sudah lewat dari tengah malam."

Taeyong berdeham sejenak, melirik Lisa di sofa lain sembari membenarkan kacamatanya. "Besok."

"Besok?" Lisa menatap tak percaya pada Taeyong. "Kalo begitu kau tidur saja. Suara ketikanmu menganggu."

"Tidak bisa. Aku harus berpikir matang."

Percuma saja memaksa Taeyong, karena pemuda itu terlalu keras.

"Kau bisa melanjutkannya besok. Jangan memaksa dirimu terlalu keras, Lee."

"Aku tidak tenang untuk tidur."

Lisa menghela napas lagi. Benar-benar kesal juga lelah.

"Apa itu? Apa yang membuatmu harus berpikir dengan keras?"

Taeyong tampak bergeming sesaat. Ia memperhatikan layar laptopnya sebelum melirik pada Lisa.

"Adegan ranjang."

Taeyong terlalu malu menjawabnya. Sedang Lisa hanya menatap itu bingung.

"Lantas?"

"Aku tidak tahu memulainya darimana."

"Kau tidak mencari referensi dari buku lain?"

Taeyong mengangguk. "Sudah. Tapi penerbit menolaknya, katanya, ini kurang dari ekspetasi mereka."

Lisa diam. Bibirnya ditipiskan menatap teman kecilnya. Di mata Lisa, Taeyong menggemaskan karena pemuda itu tampak bersemu.

"Kau sudah pernah melakukannya?"

Taeyong menggeleng cepat.

"Aku sudah."

Detik itu Taeyong langsung menegak, menatap penuh pada Lisa.

"Serius? Kau pernah?"

Lisa mengangguk kecil. "Yang kutahu, membuat adegan seperti itu harus penuh penghayatan, dan perlu mengetahui bagaimana rasanya. Agar rasa yang kau rasakan dapat tersalurkan dicerita itu.

Karena kau tidak pernah merasakannya, maka tulisanmu tidak ada apa-apa. Pembaca tidak merasakan apa yang kau rasa juga. Tak heran jika penerbit memintamu untuk mengulanginya."

Raut wajah Taeyong menurun. Tatapan nya menggambarkan kekecewaan.

Apakah itu alasannya?

"Kalau begitu, bagaimana kau ceritakan sendiri pengalamanmu. Perasaanmu saat melakukannya?" Taeyong tampak ragu saat mengatakannya.

"Perasaan itu tidak bisa dijelaskan."

Raut wajah Taeyong semakin menurun, membuat Lisa harus menghela napas. Gemas juga kasihan.

Bisa-bisanya pemuda polos ini harus membuat adegan ranjang di naskahnya.

"Tolong aku."

Lisa menjadi tak tega.

"Aku membutuhkan pengalamanmu, ceritamu. Jika berhasil, dan jika diterbitkan, aku akan mentraktirmu. Serius!"

Terlalu menggemaskan, Lisa jadi tak tahan untuk bangkit dan mendekati Taeyong.

"Aku tidak bisa menjelaskannya, tapi aku bisa membantumu."

Lisa menarik laptop Taeyong menjauh, kemudian mendekati Taeyong. Melepaskan kacamata milik pemuda itu, sejenak memandangnya.

Mendekati lebih Taeyong, semakin mendekat, dan mendorong Taeyong.

"Aku akan membantumu merasakan nya," bisik Lisa tepat di depan wajah Taeyong.

Sedang Taeyong, hanya dapat terdiam dengan kaku. Tubuhnya terasa beku ketika menerima sentuhan Lisa yang berada di atas tubuhnya.



BUKAN BERARTI BIKIN ADEGAN DEWASA HARUS W DULU YAAA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BUKAN BERARTI BIKIN ADEGAN DEWASA HARUS W DULU YAAA. SERIUS. DIALOG LISA ITI CUMAN KEPENTINGAN CERITA.

Another Us || YonglisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang