Sepucuk Surat Penjelasan

22 3 0
                                    

  Setelah membaca lembaran halaman buku hariannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  Setelah membaca lembaran halaman buku hariannya. Kini tangannya membuka secarik kertas yang bukan berasal dari buku hariannya. Itu adalah kertas surat. Sebuah surat. Secarik, sepucuk surat. Mata dan hatinya kembali sibuk membaca kata demi kata, huruf demi huruf, kalimat demi kalimat yang ada di selembar kertas itu.

****

   Hai Za..

   Apa kabarmu Za?. Sudah lama sekali kita tidak bertemu ya Za?. Kau baik-baik saja kan Za? Semoga kau selalu baik-baik saja. Kau pasti dijaga tuhan dengan baik karena kau adalah orang baik.

  Za.. Maafkan aku. Maaf aku baru sempat memberi kabar padamu.

  Kau tahu Za. Aku bingung harus bagaimana caranya agar aku bisa berkomunikasi denganmu. Untunglah pagi ini tuhan sedang berbaik hati mempertemukanku dengan pak amir. Sopirmu yang baik hati ini Za. Aku bertanya kabarmu padanya. Dan dia bilang kau baik-baik saja. Aku lega mendengarnya Za.

   Timbul keinginanku menulis surat untukmu. Sengaja kubilang pada pak amir untuk menungguku menulis surat ini untukmu. Dan ya, maafkan tulisanku yang jelek ini ya Za. Aku belum begitu mahir menulis. Padahal usiaku sudah tujuhbelas tahun. Maaf ya. Semoga kau memaafkanku dan semoga kau memaklumiku Za.

  Za. Melalui surat ini aku Ingin menjelaskan sesuatu hal yang membuatku tak bisa tidur lelap berbulan-bulan ini. Aku tahu kenapa kau tak mau menemuiku lagi. Kau marah padaku kan karena hari itu aku tak datang untuk belajar bersama denganmu di taman. Iya kan Za?

  Sungguh Za. Bukan dengan sengaja aku tak datang. Pagi hari itu, sebelum aku berangkat menuju taman, aku mengamen di bus kota bersama dua kawanku. Kupikir masih ada waktu. Masih beberapa jam lagi untuk bertemu dan belajar bersamamu Za.

  Tapi hari itu aku sedang sial Za. Ada razia satpol pp. Mereka turun ke jalan. Mereka ingin menangkap para gelandangan yang mengotori jalanan ibukota.  Aku berlari Za, aku berontak. Aku kabur. Kau tahu? Aku selalu menang Za. Aku selalu bisa mengelak dan kabur dari kejaran mereka. Tapi hari itu. Tuhan sedang tak berpihak padaku. Aku tertangkap di bawah jembatan. Saat aku sedang duduk santai setelah yakin mereka takkan menemukanku.

  Saat aku tertangkap. Hanya satu hal yang kupikirkan. Yaitu bertemu kau Za. Janjiku yang akan belajar bersama denganmu. Aku tak datang. Aku tak menepati janji yang sudah kubuat padamu. Maafkan aku Za.. Sungguh aku minta maaf Za..

  Aku sudah berusaha melawan mereka. Mencoba kabur. Bahkan aku nekad melompat dari mobil satpol pp itu. Sayang. Aku malah terjatuh dan kaki ini malah terluka saat akan berlari dari mereka Za.

  'Maafkan aku Za..'

  Hanya kalimat itu yang ada di kepalaku. Maafkan aku Za..

  Aku dibawa ke puskesmas. Luka kaki ku di obati disana. Sakit? Lebih sakit hatiku Za. Lebih sakit hati ini karena tak bisa menepati janji padamu.

Buku Harian ZahwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang