Penakut wajib skip! :D
Petualangan mereka bisa di bilang nekat. Tapi walaupun begitu, mereka sudah berpengalaman saat mendaki gunung, kok. Mohon untuk tidak ditiru ya kawan-kawan.
Jika kalian ingin mendaki gunung, lebih baik gunakan perlengkapan lengkap dan siapkan mental kalian, terlebih malam hari. Pasti jarak pandang dan proses pendakian akan lebih sulit. Karena manusia didesain dengan panca indera yang tidak setajam mata kelelawar. :D
Jadi jika kalian ingin mendaki malam hari, ada baiknya persiapkan perlengkapan dengan baik.Dan ini paling penting!
Jika kalian belum pernah mendaki gunung, jangan sekali-kali nekat mendaki sendiri atau bersama orang lain "yang sama-sama" belum pernah mendaki gunung. Itu sangat berbahaya sekali.
Usahakan ajaklah teman kalian yang sudah berpengalaman dalam bidang pendakian, atau setidaknya kalian sudah tahu medan seperti apa yang nanti kalian lalui nantinya. Itu saja.
Selamat melanjutkan membaca ceritanya :)
---
Pukul 9 petang mereka sudah siap untuk berangkat. Menggunakan motor Suzuki Anton, mereka bedua langsung bertolak ke arah Trawas. Namun setiba di daerah Mojosari, ban motor mereka bocor di tengah jalan. Otomatis mereka harus menuntun motornya sembari mencari tambal ban yang masih buka. Dan lagi-lagi Rendi menggerutu karena perjalanan mereka terhambat. Anton mencoba untuk menenangkan agar tidak mengumpat perkataan joroknya. Namun tetap saja, ia masih terus menggerutu kesal.
Setelah beberapa menit mengarungi jalanan, akhirnya ada tambal ban 10 meter di depan mereka. Namun sudah tutup, hanya ada kompresor angin di depan rumah tersebut. Tanpa tedeng aling-aling, mereka langsung mengetuk pintu rumah itu, berharap penjaga tambal ban membukakan pintu rumah.
Beruntung si pemilik rumah masih terjaga dan mau menolong mereka berdua, walaupun sebelumnya banyak negosiasi karena semula si pemilik tambal ban enggan menambal motornya.
Tiga puluh menit berlalu cepat. Motor sudah bisa mereka kendarai kembali. Dalam perjalanan, Rendi masih terus bergeming. Anton mencoba membuka percakapan, namun hanya dijawab dengan ketus dan tatapan kesal. Bukan seorang Anton namanya jika ia melihat sahabatnya marah langsung putus asa. Ia terus mencoba membuka obrolan-obrolan ringan. Dan akhirnya Rendi juga bisa luluh dari egonya, ia sudah mulai bisa tersenyum kembali.
Anton paham tabiat Rendi saat sedang kesal; hanya diam dan minta diperhatikan layaknya seorang gadis yang sedang mengambek kesal.
Tepat pukul 22:30 WIB mereka telah sampai di dekat perempatan balai desa Tamiajeng. Mereka mengambil jalur Tamiajeng karena terbilang jalur paling umum pada saat itu. Di sana mereka menitipkan motornya pada salah satu rumah warga yang bernama Mak Sut. Karena kebetulan Mak Sut ini juga memiliki warung di depan balai desa Tamiajeng, yang juga telah menjadi langganan beberapa kali saat mereka akan mendaki Gunung Penanggungan, di sana mereka sudah dianggap seperti anak sendiri oleh Mak Sut.
Mak Sut bertanya perihal kedatangan mereka malam itu. Lalu mereka menjelaskan bahwa tujuannya adalah ingin mendaki tengah malam. Seketika itu Mak Sut kaget bukan kepalang mendengar penjelasan dari mereka berdua. Karena sangat jarang sekali ada pendaki tengah malam. Pun biasanya mereka saat mendaki juga pada pagi hari, kalau tidak siang hari. Bukan melarang, lebih tepatnya perkataan Mak Sut saat itu adalah meminta agar mereka mengurungkan niatnya dan melanjutkan pendakian esok hari saja.
Tidak ada alasan jelas dari wanita paruh baya itu, beliau hanya mengingatkan jika memang niat mereka mendaki malam hari, lebih baik esok saja. Karena jarak pandang dan jalur menuju puncak malam hari akan lebih sulit dibandingkan siang hari.
Namun Rendi menimpal perkataan Mak Sut, "Hallah, Mak. Orang kita sering mendaki di sini saja, kok. Apa lagi Penanggungan, sudah hafal banget sama jalurnya," paparnya sombong.
"Huss, Ren. Jangan sombong begitu. Jaga perkataanmu!" tukas Anton yang sepertinya mulai terasa dengan peringatan dari Mak Sut.
"Bukan begitu, Nak. Emak cuma khawatir. Tapi kalau tetap pengin naik juga enggak apa-apa. Tetap berdo'a saat di dalam alas ya, semoga enggak ada apa-apa. Monggo di habiskan dulu suguhannya," ujar Mak Sut sembari mempersilakan suguhan yang disajikan.
Setelah beberapa perbincangan ringan dengan Mak Sut, mereka berdua berujung pamit untuk segera naik ke puncak Penanggungan. Sebelumnya mereka diberi bekal oleh Mak Sut, 4 mie instan dan 2 botol air mineral 1,5 liter. Untuk jaga-jaga jikalau lapar di tengah alas gunung.
Saat di perjalanan, Anton mulai merasa tidak enak untuk melanjutkan perjalanan mereka. Bahkan hal aneh pertama yang mereka temui pada saat berjalan melewati perkampungan dan akan memasuki alas gunung, mereka melihat banyak orang sedang bermain kartu remi di pos kamling terakhir sebelum masuk alas pegunungan. Kebetulan juga pos tersebut berhadapan dengan makam kampung di sana. Tapi saat itu Anton tidak sadar jika di pos tersebut banyak orang bermain kartu. Yang tahu jelas hanya Rendi.
***
Saya akan usahakan hari ini ceritanya langsung selesai dan tamat. Agar kalian dapat lebih enjoy menikmati jalan ceritanya.
Oh iya, jika kalian menyukai cerita ini, jangan lupa kasih vote ya. :D
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensi Alam Lain [END]
HorrorCerita ini diambil dari kisah nyata. Namun saya memastikan kembali bahwa cerita yang ada didalamnya akan saya atur ulang sedemikian rupa. Bahkan mungkin bisa dibilang berlebihan dalam cerita yang saya buat. Jadi intinya, tidak semua dalam cerita ini...