Perjalanan Terakhir (Epilog)

1.6K 61 3
                                    

Akhirnya sampai pada cerita bab terakhirnya.

Maaf jika ceritanya kurang menarik, terlalu pendek, jelek atau semacamnya ya. Saya menulis hanya sekadar mengisi waktu luang saja.

Semoga pengalaman rekan saya ini dapat memberi manfaat bagi semua para pembaca.

Sampai ketemu lagi di cerita-cerita seru dan menarik lainnya :)

Jangan lupa mampir ke cerita saya yang lain ya :)

---

Pagi sedang berangkat menuju siang, berjam-jam telah mereka lalui di dalam alas gunung. Selama perjalanan turun, tidak ada kejadian aneh seperti malamnya. 4 mie instan tetap ada dalam carrier Rendi. Hanya 1 botol saja yang mereka teguk saat perjalanan semalam. Mungkin karena tidak sempat ada pikiran untuk makan. Yang ada hanya rasa dihantui oleh perasaan takut dan penasaran.

Waktu menunjuk pukul 11 siang, mereka telah sampai kembali di rumah Mak Sut. Setelah menikmati sarapan siang di warung Mak Sut, mereka bermaksud pamit undur diri dan mengembalikan 4 mie instan dan 1 botol air mineral yang telah beliau berikan semalam.

"Hallah, enggak usah lah, Nak. Dibawa saja, dimasak di rumah," tolak Mak Sut.

"Tapi, Mak. Kami sudah banyak merepotkan Mak Sut dari semalaman," balas Anton.

"Sudah lah, kalian sudah jadi langganan di sini saja, kok," jelas Mak Sut. "Sering-sering ke sini, biar sambung silaturahminya," imbuhnya.

"Terima kasih banyak ya, Mak. Iya, kalau ada waktu lagi kami pasti ke sini lagi, kok," sahut Rendi tersenyum.

Anton lega melihat rekannya bisa kembali tersenyum dan melupakan kejadian tiga ratus ribunya. Kemudian Anton mengambil motornya yang ada di dapur rumah Mak Sut. Sontak mata Anton terbelalak kaget, melihat sleeping bag dan tendanya ada di atas motor.

"Loh, kok? SB sama tendaku di sini ya, Mak?" tanya Anton sembari menunjuk ke arah jok motornya.

"Perasaan dari semalam ya memang ada di atas jok, Mas," sahut seorang pemuda; anak Mak Sut yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Lha, gitu nuduh aku semalam. Semprul!" timpal Rendi.

Anton hanya diam tak bisa berucap. Ia bingung harus berkata seperti apa, padahal jelas-jelas ia ingat betul kala malam itu sudah siap dan telah masuk dalam carrier-nya. Pun ia juga merasakan bobot yang cukup terasa di punggungnya saat mendaki.

Rendi menepuk pundak Anton, "Udah lah, lupakan. Yang penting hari ini kita masih di sini dan selamat," ujarnya tersenyum. Kemudian Anton membalas senyumnya.

Dalam perjalanan pulang, mereka saling menertawakan satu sama lain, mengingat kejadian aneh saat petualangannya semalam. Mungkin, suatu saat tantangan itu akan kembali mereka lakukan pada gunung-gunung lain yang berbeda. Karena gunung bukanlah musuh, tapi sahabat untuk manusia. Walaupun di sana banyak makhluk yang tak kasat mata, kita sebagai manusia tidak bisa semena-mena menolak kehadirannya, kita harus tetap menerimanya. Asal kita tidak mengganggunya, mereka pun tak mengganggu kita.

Karena di bumi ini bukan hanya untuk manusia, tapi untuk seluruh makhluk dari ciptaan-Nya.

---TAMAT---

Dimensi Alam Lain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang