Bahagia Bersama

2.8K 254 10
                                    

Sept. 01 2012







Redup redam malam menemani ia dengan seulas senyum. Remang rembulan yang mengintip malu melewati celah jendela seolah berkata untuk ikut andil dalam kebahagiaan semu yang ia ciptakan.

Malam ini, ia sedang berbahagia.

Sunyi senyap menyakitkan ini ia gantikan dengan alunan merdu dari bilah bibirnya.




생일 축하합니다!
Saeng-il chughahamnida!
(Selamat ulang tahun!)

생일 축하합니다!
Saeng-il chughahamnida!
(Selamat ulang tahun!)

Dengan tepukan tangan lirih.

지구에 우주에서
Gigueseo ujueseo
(Di bumi di alam semesta)

제엘 시랑합니다!
Jeil sarang hamnida!
(Aku sangat mencintai mu!)

Dia tersenyum. Dalam benaknya, ia melihat senyuman lembut dari sang Ibu,

꽃보다 더 곶게
Kkochboda deo gobge
(Lebih indah dari bunga)

tatapan hangat sang Ayah,

별뵤다 더 밝 게
Byeolboda deo balg-ge
(Lebih terang dari bintang)

dan usapan halus dari Kakak.

사자보다 용감하게
Sajaboda yong-gamhage
(Lebih berani dari singa)

HAPPY BIRTHDAY TO YOU!

Kemudian, pelukan sarat afeksi yang didambakan nya dari mereka, keluarganya.




Jungkook membuka matanya. Melihat sekelilingnya. Sepi. Tidak ada siapapun, hanya ada dirinya sendiri.

Ia menunduk, menyembunyikan gurat sendu wajahnya.

Lensa kamera tetap mengarah padanya, dan ia kembali tersenyum. Jungkook memejamkan matanya dengan kedua tangan terkatup didepan dadanya. Berdo'a.

Untuk beberapa saat, keheningan menyelimuti. Kemudian ia membuka matanya dan meniup lilin-lilin kecil di atas kue tart berlapis coklat itu.

"Kalian benar-benar sangat sibuk, ya? Hingga lupa dengan hari ulang tahun ku." Memicingkan matanya, ia mengarahkan pisau kuenya pada kamera. "Padahal ini sweet seventeen KooKoo, loh!"

"Jahat—" Gumamnya, dengan bibir mengerucut. Tangannya sibuk memotong kue menjadi beberapa potongan. Kemudian, ia membaginya di atas piring yang telah ia siapkan di atas meja bundar itu. "Masing-masing satu potongan untuk Ibu, Ayah dan Kakak sudah siap!"

Jungkook mengarahkan lensa kameranya pada kue-kue itu. "Lihat, Koo tidak lagi serakah. Koo sudah memotongnya menjadi beberapa bagian untuk kalian makan juga. Seperti yang pernah Ibu katakan dulu," Kamera kembali mengarah padanya, "jadi, cepat pulang dan ayo kita makan kuenya bersama-sama.." Garis wajahnya kembali menyendu. Kali ini, ia tidak menutupinya.

"Koo rindu. Rindu sekali. Cepatlah pulang, Ayah, Ibu, Kakak. Koo lelah sendirian." Air matanya menetes. "Rumah ini terlalu besar dan terlalu menakutkan untuk Koo tempati sendirian." Ia mengusap matanya. Tapi air-air asin itu tak bisa untuk berhenti mengalir. Jadi ia mulai menyerah dan membiarkan pipinya kembali basah, dan menjadi lebih basah lagi. "Bibi-bibi itu sebulan yang lalu sudah berhenti bekerja di sini," Isakan lirih lolos dari bibirnya, "katanya, A-Ayah sudah berhenti menggaji mereka. Jadi mereka mulai mencari pe—kerjaan lain, d-dan meningga–lkan KooKoo di sini se-sendirian."

Ia mulai sesegukan, tidak bisa lagi mengontrol emosi yang selama ini ia tahan sekuat yang ia bisa. Dan sekarang adalah puncaknya.

Bahwa ia kesepian, bahwa ia tidak Baik-baik saja sejak mereka, keluarganya, mulai meninggalkan rumah satu-persatu dan tak pernah kembali sampai hari ini. Bahwa ia mulai mengerti, mereka sengaja meninggalkannya sendirian bersama rumah besar ini.

"Koo janji tidak akan nakal lagi. Jadi, tolong.. Pulanglah, Ayah, Ibu, Kakak."

Malam itu, Jungkook memakan Kue-kuenya dengan air mata yang terus mengalir sampai ia tertidur di sana. Menyisakan tiga potongan kue yang sengaja ia sisihkan untuk mereka yang diharapkan kehadirannya. Keluarganya.


○◌○

Bahagia Bersama Keluarga [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang