Bagian : 13

1.2K 236 43
                                    

Arrum gusar, mengintip dibalik gorden kamar ke arah rumah Jabar. Ia sudah mendengar dari ibunya bahwa Rianti telah kembali pagi tadi.

Seharusnya ia tidak perlu segusar ini, rumah tangga jabar dan Rianti adalah masalah dua orang itu, bukan dirinya. Begitu memang seharusnya, tapi Yerim sadar, sejak awal posisinya sudah salah.

" ya Allah, semoga semua baik-baik saja"

Tidak tenang mendekam sendiri didalam kamar, Arrum memutuskan keluar, Tidak lupa memakai hijab yang selalu ia gantung di balik pintu. Hari ini hari minggu, seharusnya ia menggunakan waktunya untuk santai setelah enam hari mengajar tapi ia tahu tidak akan bisa sesantai itu.

" kamu lapar, Rum?" Tanya ibu melihat Arrum menghampiri meja makan. Wanita paru baya yang sedang menonton TV itu bangkit menghampiri Arrum.

" nggak terlalu sebenarnya, Bu. Brownis kemarin masih ada?" Tanya Arrum sambil membuka kulkas " mau makan yang manis-manis"

Ibu memperhatikan Arrum yang dengan lahap menikmati brownis itu" dia masih mekar disana?" Pertanyaan Ibu yang tergolong sensitif itu membuat Arrum menghentikan kegiatannya " kamu tidak salah, Rum. Tapi coba lepaskan dia sedikit demi sedikit"

Arrum meletakan sendok, meneguk air minum dengan perlahan" aku sudah coba, bu. Tapi ini tidak mudah" jawabnya lirih " aku semakin berdosa saat aku sadar perasaanku semakin kuat"

Ibu hanya mengangguk mengerti" semuanya akan baik-baik saja jika perasaanmu hanya menjadi rahasia dirimu, tapi Rianti...... entah dia tahu atau tidak yang jelas keberadaanmu di dekat Jabar membuatnya tidak nyaman sebagai seorang istri"

" bu"

" bicara baik-baik dengan Rianti, yah?"

🛇Jangan bersedih🚫

" apa kita akan diam seperti ini terus? Tidak ada yang ingin kamu bicarakan?" Tanya Jabar memandang Rianti yang sedang memoleskan make up di wajahnya.

" siapa yang memaksaku pulang? Bukankah kamu? Seharusnya kamu yang bicara" jawab Rianti tanpa melihat Jabar yang sedang duduk di atar ranjang.

" apakah sekarang kamu tidak tau cara menghormati suami mu? Kalau orang sedang bicara lihat!"

Brakk

Suara bantingan parfum terdengar. Rianti berbalik memandang Jabar " tidakah kamu rasa pernikahan kita ini hambar? Kita selalu saja bertengkar"

" itu karena kamu, kamu dan perkerjaan kamu itu, kamu dan rasa tidak percaya kamu" tegas Jabar membuat Rianti terkekeh.

" aku? Ini bukan hanya tentang aku. Ini juga tentang kamu, tentang keluarga kamu. Jangan seakan-akan hanya aku yang salah"Teriak Rianti frustasi.

Jabar membuang nafas gusar, ia sejujurnya muak dengan perkelahian tentang itu-itu saja. Dirinya terdiam tidak menanggapi lagi ucapan Rianti tapi itu tidak bertahan lama saat mendengar ucapan istrinya.

" Bar, aku lelah kayak gini terus" ucap Rianti lirih.

" apa maksud kamu?"

" untuk usia pernikahan kita yang masih tergolong pengantin baru, kita terlalu sering bermasalah" Rianti menjeda ucapannya, air mata sudah turun membasahi kedua pipinya" pernikahan kita terlalu jauh dari yang aku harapkan, Bar"

Jabar mendekati Rianti, duduk bersimpuh sambil memegang tangan sang istri" aku tahu pernikahan kita jauh dari yang kamu harapin, tanpa diduga masalah terus timbul tapi aku mohon jangan menyerah dengan rumah tangga kita. Daripada menyerah kenapa kita tidak saling memperbaiki diri" ucap Jabar dengan suara lembut.

Jabarum (Jangan bersedih)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang