BAB 3 | BMW
• • •
[ Tahu apa kamu soal mencintai kalau belum pernah merasakan sulitnya melupakan? ]
• • •
"Kalau emang bener lo mau pergi, gue mau bilang. Jangan pernah kembali."
***
Hembusan AC terasa menusuk hingga ketulang-tulang. Dalam posisi itu juga Gayatri sedikit membungkuk, menangkupkan tangan di paha, meremasnya pelan mengingat banyak sekali keringat dingin yang keluar. Napasnya tak beraturan. Gayatri menenangkan batinnya sendiri dalam diam, walau ketika Gayatri tidak sengaja melihat ke spion, kentara sekali jika Ammar menatap khawatir ke arahnya. Sementara Gentar sama sekali tak terganggu. Pandangannya tetap fokus pada ramainya jalanan Jakarta kala itu.
Entah keberuntungan atau malah setelah ini Gayatri tenggelam dalam petaka. Jika boleh, terbersit dipikiran Gayatri untuk keluar dari mobil, melompat keluar, atau cara yang tersopan sih meminta Gentar agar diturunkan di jalan. Keadaan ini tak pelak membuat Gayatri gusar. Dua preman kampus kaya raya berada dekat dalam jangkauan. Ammar sesekali menoleh ke samping, melihat pemandangan melalui jendela. Tapi Gentar justru tak tertarik hal apapun, yang dia perhatikan hanyalah bagaimana menyetir dengan aman. Tatapan mata setajam elang itu sama sekali tak berpaling.
Geira?
Gayatri mengernyit karena merasa asing dengan nama itu. Ingin Gayatri bertanya mengapa Gentar tiba-tiba memberikan pernyataan pada sesuatu yang Gayatri tidak tahu. Tapi Gentar justru terlihat sangsi, tubuhnya bergerak gusar seperti telah salah bicara. Melihat respon yang tak biasa itu Gayatri mengurungkan niat. Mengingat emosi yang tadi sempat menggebu, dengan berat hati Gayatri mengatakan, "Maaf, Kak. Saya hanya tidak suka dibilang munafik."
Sementara itu Gentar larut akan pikirannya sendiri. Nama yang selama ini sudah payah dia lupakan tanpa sengaja dia sebut, memalukan sekali.
Memandang wajah Gayatri yang sedang menatap kosong ke depan, Gentar memutuskan untuk duduk di bangku. Sekadar menenangkan pikiran sebenarnya. Berhadapan dengan Gayatri ternyata tidak seperti yang dia duga. Sebisa mungkin dia harus jauh dari cewek satu ini atau ingatan masa lalunya kembali lagi.
Gentar terpekur. Kenapa gue khawatir seakan gue yang deketin dia? Sekarang Gentar memiliki alasan untuk memaki diri sendiri bodoh.
"Oke, Kak. Saya pulang dulu ya." Gayatri melangkahkan kaki pergi dari sana.
Refleks, Gentar melihat jam tangan. Perasaannya tidak enak membiarkan perempuan jalan kaki sendiri pulang ke kos karena waktu telah menunjukkan pukul lima sore. Gentar sendiri belum tahu di mana letak kos Gayatri, tetapi mendengar penjelasan penuh emosi Gayatri, cukup bagi Gentar menyimpulkan jika letak kos Gayatri jauh dari kampus.
"Gayatri!" panggilnya melihat punggung Gayatri yang sudah tiga meter berada di depannya. Gayatri diam dan memutar badan, menunggu. Gentar berdiri, menekuk siku dan mengetuk jam tangannya menggunakan jari. "Jam lima sore. Yakin mau jalan kaki?"
Gayatri terdiam sebentar. "Yakin." Entahlah mengapa Gayatri ragu dengan perkataannya sendiri.
"Ikut gue," kata Gentar lebih bernada perintah. "Ammar bakalan seneng kalo lo ikut."
KAMU SEDANG MEMBACA
AILROSES
RomanceGayatri berpikir bahwa pilihannya sudah tepat. Kerja keras untuk mendapatkan beasiswa berhasil dia lakukan, lalu setelahnya hanya berusaha menjalani kehidupan perkuliahan yang akan memenuhi perjalanan hidupnya selama 4 tahun. Tetapi ternyata, hal it...