5. Permintaan Edgar

4.5K 426 142
                                    

Tidak mau mengabaikan Dante terlalu lama dan bermaksud mengusir Dante dengan cara halus, akhirnya Calla menemui Dante pada jam istirahat. Gadis itu duduk di samping Dante. Seperti baru menemukan mainan kesayangan, Dante terus merangkul Calla tanpa memedulikan penolakan gadis itu.

"Dante, aku tidak bisa menemanimu lama-lama. Aku harus bekerja," tutur Calla.

"Tidak apa-apa. Aku akan menunggumu di sini." Dante tiba-tiba mencium pipi Calla.

"Dante! Jangan menciumku sembarangan! Di sini tempat kerjaku. Aku tidak mau para pengunjung yang lain berpikir aku gadis murahan." Calla menurunkan tangan Dante dari pundaknya.

"Siapa yang berani berkata seperti itu? Apakah dia mau mati lebih cepat?" sergah Dante.

"Danteee! Uuh, kau menyebalkan!" Ia memandang Dante dengan geram lalu diam.

"Aku hanya mencoba membelamu, love. Kau ngambek terus. Apakah kau sedang dalam masa periode bulananmu?" Dante mencolek pipi Calla sambil tersenyum.

Calla mengusap pipinya. "Dante, tolong jangan seperti ini. Memang kau tidak punya kegiatan lain selain menungguku di sini?"

Dante menggeleng. "Tugasku malam ini adalah menunggumu dan memastikan kau kembali ke apartemenmu dengan aman."

"Aku akan pulang menumpang pada Kelly. Kau jangan berlebihan!" Calla mulai kesal.

Sebisanya, Calla mencari cara untuk bisa mengusir Dante dengan segera. Kehadirannya di bar sangat mengganggunya. Gadis itu mulai merasa tidak tenang dengan kehadiran Dante dan anak buahnya.

Ponsel Dante berdering. Pria itu membuka layar, lalu beranjak menjauh dari Calla dan kedua anak buahnya. Beberapa saat kemudian Dante kembali dan meminta anak buahnya ikut bersamanya.

"Sayang, hari ini bukan hari keberuntunganku untuk mengantarmu pulang. Aku ada urusan. Kau jangan nakal ya." Dante mengecup bibir Calla.

"Dante! Aku bilang jangan menciumku di tempat ini."

"Oke. Besok aku akan menciummu di tempat lain. Sampai jumpa besok."

Calla kesal, tapi ia masih mengingat tugasnya sebagai mata-mata. Maka dari itu, Calla tidak bisa terus-terusan bersikap defensif. Ia berusaha melembut pada Dante. "Dante, kau mau ke mana?"

"Aku ada urusan. Besok kita bertemu lagi."

"Apakah kau akan membuatku khawatir dengan tidak memberitahu ke mana kau akan pergi?" Calla berpura-pura mencemaskan kepergian Dante.

Merasa diperhatikan gadis pujaannya, hati Dante berbunga-bunga. Wajah pria muda tampan itu tampak semringah. Ia membelai pipi Calla dengan lembut. "Aku ada urusan di Uptown. Jangan khawatir."

"Oke. Hati-hati, ya."

Dante tersenyum. "Iya, tentu saja. Sampai bertemu besok."

Calla mengembus napas lega setelah kepergian Dante. Ia merasa dirinya kembali bebas dan terlepas dari cengkeraman Dante.

Jarum jam hampir menunjuk ke jam tiga pagi. Beberapa lampu yang menerangi ruang pengunjung sudah dimatikan dan bar harusnya sudah tutup, tapi Kelly masih mendapati seorang pengunjung yang masih duduk di sudut kelab. Pria itu duduk di tempat si tua James duduk malam itu. Cahaya minim yang menyinari tak bisa membuat Kelly melihat dengan jelas siapa pria itu.

"Calla, masih ada seorang pengunjung. Bisa kau memintanya pergi? Kita harus menutup bar ini. Kalau kau tidak mau, kau minta petugas keamanan di luar saja untuk mengusirnya." Kelly menyarankan. Ia terlihat sibuk karena sedang membagikan upah pada para pelayan freelance yang sengaja disewa malam itu dan mungkin juga untuk besok malam.

The Love ParadoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang