Orientasi

98 4 0
                                    

Di ufuk timur, matahari mulai menyembul memancarkan sinar pagi. Juga bulir- bulir embun pada pucuk dedaunan yang masih menyisakan dinginnya malam. Tak lupa juga suara kicauan burung, memainkan melodi indah yang memecah kesunyian pagi. Seolah- olah menyambut hari baru yang masih Tuhan izinkan untuk hadir.

Kini, kuberdiri disini, dengan jarak sekitar 5 meter dari pintu gerbang yang disampingnya terdapat plang bertuliskan, 'SMAN Dharma Bhakti'. Setelah sebulan yang lalu aku pindahan dari Kudus, mengikuti ayahku yang pindah dinas, aku merasa, aku sudah bisa beradaptasi dengan tempat ini. Tempatnya yang asri, membuatku merasa nyaman. Juga para guru dan teman- temanku yang bisa menerimaku apa adanya, tanpa mempermasalahkan latarbelakangku. Semuanya sangat ramah dan.....

Tiiitt....tiitt...

Aku baru sadar kalau sedari tadi ada mobil yang hendak parkir dibelakangku. Setelah mobil itu berada ditempat seharusnya, pengemudinya keluar, kukenali wajah itu, ya..Aditya, lebih lengkapnya Aditya Rizki Dirgantara, teman sekelasku yang juga seorang aktivis di Pramuka dan Pleton Inti. Tubuhnya yang tegap, tinggi dan ekspresi wajahnya yang datar terlihat seperti sedang PBB, selalu tegap, tegas, fokus tanpa ada sesungging senyum pun disana. Apakah karena kematian ayahnya setahun yang lalu, sudah menggoreskan luka pada wajah itu, tanpa ada setitik warna keceriaan? Ayahnya, seorang perwira TNI AD yang gugur pada saat Satgas di daerah konflik. ( Hahaha, ini hanya imajinasi author) Setidaknya, itu yang aku tahu mengenai dirinya.

Tapi bukan itu yang mengusik pikiranku, sampai aku menceritakan tentang dirinya. Tetapi, karena semenjak awal dia terlihat tidak suka denganku. Ia sering bersikap dingin terhadapku dan kadang suka mengomentariku jika argumenku tidak sesuai opininya. Akupun hanya terdiam menanggapinya.

Ah sudahlah, aku tidak ingin pikir negatif dulu, mungkin ia adalah tipe orang yang dingin, kritis dan tidak mudah akrab dengan orang baru.

Akupun bergegas masuk kedalam kelas, karena waktu sudah menunjukkan pukul 06.53 WIB.

*****

Aditya pov

"Alhamdulillah, untung belum masuk, hosh...hosh.." serentak Harun yang tiba- tiba masuk kelas sambil terengah- engah. Pantas saja dia begitu, karena ini sudah menunjukkan pukul 06.55.

"Kenapa, run?" tanyaku sekenanya.

"Biasa, tugas kimia ku belum nih, kemarin waktu sampai dirumah, aku langsung tidur, waktu terbangun dan ingat ada tugas, sialnya kuotaku habis jadi, nggak bisa ngechat kamu buat minta bantuan." jawabnya sembari mengambil buku tugas dari tasnya.

"Dit, pinjam buku tugasmu dong!" pintanya, aku sudah terbiasa dengan kalimat itu, aku hendak menyerahkan buku tugasku tapi,

"Punyaku saja run, aku sudah nih." Haris menyerahkan buku tugasnya.

"Sama saja, kamu pasti lihat punya Aditya kan?" tolaknya.

"Nggak kok, aku lihat punya Andini." katanya, yang membuatku langsung tersentak,

"Apa?!, nggak ada angin nggak ada hujan, sejak kapan dan apa motivasinya kamu lihat tugasnya Andini?"

"Iya, sejak kapan? Jangan- jangan, kamu lagi pdkt nih sama Andini?" sambung Harun.

"Nggaklah, kayak aku nggak ada kerjaan lain saja, lagipula pacaran itu haram. Jadi, kemarin itu kau berdua sibuk di DA, jadi waktu aku pulang aku nggak mau ganggu kalian soal tugas, kebetulan nih, aku lihat Andini diselasar masjid sedang mengerjakan tugas, sekalian aku kerjakan juga." jawabnya.

Debu dan TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang