"Aduhhhh jangan dipencet Nau!" Teriak Arvin kesakitan.
Naura tetap bersikeras untuk membersihkan luka yang terdapat di wajah Arvin. Melihatnya saja, tangan mungil Naura sudah gemas untuk membersihkannya. Naura anak paling rajin jika melihat sesuatu yang tidak beres, hanya debu sedikit pun. Ia akan sapu hingga bersih. Setelah membersihkan luka Arvin, ia berniat untuk mengembalikan kotak P3K kepada Mbak Lily.
"Vin, tunggu sini. Gue mau balikin kotak P3K dulu." Naura pergi meninggalkan Arvin yang masih kesakitan karena obat yang diberi oleh Naura tadi.
Arvin hanya mengangguk kecil tanpa ingin berbicara, rasanya sakit jika dia mengeluarkan sepatah dua patah kata saja. Tak lama Naura datang sambil tersenyum, "Ayo kita main capit boneka!" Arvin tersenyum kepadanya lalu berdiri menyambut ajakan dari teman kecilnya itu.
"Lo mau nyoba gak Vin?" Tanya Naura sambil menunjuk mesin capit berukuran besar.
Arvin menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, tak lama ia meringis kesakitan sambil memegang lukanya.
"Masih sakit ya?" Tak ada jawaban dari Arvin, namun Naura sudah tahu. Pasti jawabannya 'iya'
"Gue mau nyoba ya Vin. Dari dulu gak pernah dapet kalau main capit boneka. Heran, padahal bonekanya udah keatas. Taunya jatoh kebawah." Naura sedang melihat mesin itu, "Apa ada cara hack mesin ini?"
Naura mulai menggesek kartu bermainnya. Ia sudah mengancang-ancang kalau ia akan mengambil bantal kecil berbentuk hati. Naura mulai menekan tombolnya, dan bantal kecil itu terangkat keatas. Naura membuka mulutnya sambil berharap agar tidak terjatuh.
Bantal kecil itu terjatuh tepat di lubang tempat keluarnya hadiah. Naura benar-benar tak percaya kalau ia bisa melakukannya."Arvin! Liat deh, gue bisa main capit boneka!!!" Teriak Naura kegirangan sambil memeluk bantal berbentuk hati itu.
Arvin tersenyum sambil mendekati Naura yang masih kegirangan. Arvin mengelus halus rambut Naura.
"Pinter, sekarang giliran gue yang main capit boneka ini."
"Wahhh ternyata lo tadi nipu gue ya? Aslinya lo gak sakit kan?"
"Iya."
Naura memukul kecil kepala Arvin yang sedang tersenyum puas melihat Naura berhasil ditipu olehnya.
Sebenarnya, rasa sakit pada luka di wajah Arvin memang benar. Tetapi, ia tak mau terlihat lemah dihadapan Naura. Arvin mulai menggesek kartu bermainnya, lalu ia menekan tombol start untuk memulai permainan. Ia berniat untuk mengambil boneka panda kecil dengan bambu di tangannya. Ia menekan tombol agar tepat mencapit di tubuh boneka itu.
Siapa sangka, Arvin berhasil mengambil boneka panda kecil itu. Ia tersenyum sambil menatap Naura, "Lihat, gue juga bisa kali."
"Sombong."
"Buat lo aja nih bonekanya." Arvin menyodorkan boneka itu ke tangan Naura.
"Terimakasihh!" Tak lama ada seorang anak yang merintih karena gagal mencapit boneka di dalam mesin itu.
"Yahh! Kok jatoh si bonekanya!" Anak itu menghela nafasnya melihat boneka yang ia inginkan terjatuh.
Melihat kejadian itu, Naura menghampiri anak perempuan itu berniat untuk memberikan boneka panda yang didapat oleh Arvin.
"Hai, panda kecil ini buat kamu aja." Naura menjulurkan lengannya yang diatasnya tepat terdapat boneka panda. Anak itu menoleh kearahnya sambil tersenyum, "Kakak siapa?"
"Naura."
"Aku, Vita." Anak itu menjulurkan lengannya kepada Naura. Disambutnya senyuman manis dari Naura.
"Ambil bonekanya," kata Naura sambil memberikan boneka kecil itu.
"Terimakasih kak, kapan-kapan kita ketemu lagi ya."
Anak itu pergi meninggalkan Naura dan Arvin yang masih mematung sambil tersenyum, ia melambaikan tangannya kepada perempuan yang baru saja ia kenal.
"Nau, kok dikasih?" Sesuai dugaan Naura, pasti Arvin akan menanyakan hal itu kepadanya.
"Gak apa-apa, berbagi." Arvin tersenyum menanggapi jawaban dari Naura, "Nau, gue mau ke toko buku dulu. Mau ikut?"
"Gue disini aja, mau main."
"Bener?"
"Iya, kenapa sih takut banget kayaknya."
"Iya lah, gue kan yang jagain lo."
"Gue bukan anak kecil lagi, bisa jaga diri sendiri kok."
"Okey, gue ke toko buku dulu ya sebentar." Arvin tersenyum lalu pergi meninggalkan Naura yang masih terdiam didepan mesin pencampur boneka itu. Ia bermain semua permainan yang ada didalamnya. Ia sangat bosan karena tidak ada yang menemani.
Tak lama, ia merasa tenggorokannya sangat kering. Ia membutuhkan minuman untuk menghilangkan rasa hausnya itu. "Aduhhhh, haus." Naura tak tahu harus berkata kepada siapa.
"Apa gue ke kafe dulu aja ya? Sambil nunggu Arvin." Ia berpikir untuk pergi ke kafe yang berada disamping tempat bermain ini, "Okey deh."
Naura meninggalkan tempat bermain itu, lalu menuju kafe yang berada disamping tempat bermain itu. Ia memesan segelas vanila dingin dengan campuran topping boba. Ia menyeruput sedikit demi sedikit minuman itu.
Dari kejauhan ia melihat ada lelaki yang sedang duduk sendiri sambil membaca buku dan ditemani secangkir kopi panas. Lelaki itu menatap kosong buku bacaannya, terlihat sedang membaca namun dari tatapan matanya. Ia seperti sedang memikirkan sesuatu.
Naura tersenyum melihat lelaki itu, lelaki itu persis sekali dengan tipe Naura. Bertubuh tinggi dengan sedikit jambulnya. Naura berniat untuk menghampiri lelaki itu, saat sudah berada didekatnya. Lelaki itu mengangkat kepalanya. Wajahnya seperti tidak asing, namun Naura lupa dimana ia bertemu dengannya.
"Eh...hai, nama gue Naura Auristella. XI IPA 1 di SMA Bintang." Naura mengulurkan tangannya kepada lelaki.
Lelaki itu menyambut jabatan tangan dari Naura, "Gue Reno Arevalo, XI IPA 3 di SMA Bintang juga."
"Hm...kita pernah ketemu sebelumnya?" Tanya Naura yang berusaha mencari tahu lebih dalam lelaki bernama Reno itu.
"Satu sekolah." Jawaban dari Reno tentu saja membuat Naura terkejut.
"Oh iya hehe, hm kok gak pernah liat ya?"
"Gak minat keramaian." Naura hanya mengangguk kecil tanda bahwa ia paham maksud dari Reno.
"Boleh save nomor lo di handphone gue gak?" Naura mengeluarkan handphone nya dari tas kecilnya.
Reno menatap datar wajah Naura , lalu mengetikkan nomornya di handphone milik Naura.
"Terimakasih ya, gue mau balik dulu. Udah ditunggu soalnya."
Naura pergi meninggalkan Reno yang masih menatap datar.
Naura berlari karena takut Arvin sudah menunggu di tempat bermain tadi.
Saat sudah sampai di tempat bermain, ia melihat kearah sekeliling ternyata Arvin belum pulang dari toko buku.
Naura duduk di kursi tunggu, sambil membuka layar handphonenya. Ia menonton banyak video cara memainkan capit boneka.
Tak lama seseorang berdiri dihadapannya, Naura menoleh keatas dan ternyata itu adalah Arvin. Ia sedang tersenyum sambil membawa kantung berisi banyak buku.
"Beli buku apa?" Tanya Naura sambil melihat kantung berisi buku itu.
"Buku latihan soal matematika dan fisika, memangnya lo gak inget? Bulan depan 3 orang dari sekolah kita bakalan lomba olimpiade? Dan salah satunya itu kita kan."
"Oh iya! Lupa."
"Belajar sana."
"Mau pulang." Naura berdiri dari posisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amicus Zone
Teen Fiction[follow dulu sebelum baca] Apa yang kamu lakukan jika mempunyai seseorang yang selalu mengerti perasaanmu itu tiba-tiba menghilang? Latar cover by pinterest @Mirasusanti916 Editor by me ©2019, update agak lama karena revisi penulisan yang masih sala...