Mala dan Rey kembali berjalan menyusuri kota gudeg. Menyisir setiap sudutnya, bersiap untuk bertemu dengan seseorang yang mengaku telah tertukar koper dengan Mala. Berbeda dengan Rey yang sesekali sibuk dengan ponselnya, wanita berambut panjang itu malah asik menikmati pernak-pernik khas Jogja yang berjejer di sepanjang jalan.
Langkah Mala tiba-tiba terhenti saat melihat kalung yang dipajang salah satu toko, menjuntai hiasan huruf N dengan batu safir di tengahnya. Tangan kurus Mala dengan perlahan menyentuh kalung yang terbuat dari perak itu.
"Cantiknya ...," ucapnya dengan mata berbinar.
Rey yang sudah berjalan mendahului, seketika ikut berhenti. Ia membalikkan badan dan menghela napas panjang. Sedikit berdecak, karena sedari tadi sang istri seringkali berhenti dengan alasan tidak penting.
"Bisakah kamu fokus jalan saja, Malaikat?!" ketus Rey sembari melipat tangan di dada.
Mala masih tak mengidahkan ucapan suaminya. Ia masih fokus dengan benda berkilau di hadapannya. Rey yang mulai kesal, segera memegang kedua pundak Mala, memutar tubuh kurus itu dan mendorongnya maju dengan paksa.
"Pak, apa aku ini seperti gerobak bakso pakai acara didorong-dorong segala?!" Wanita berkulit putih itu terpaksa melangkah, berat. Menyeimbangkan langkah Rey yang sedikit tergesa.
"Harusnya kamu pakai kaca mata kuda saja, agar tetap fokus ke depan, tanpa menoleh-noleh," balas Rey kesal.
"Apa salahnya? Jiwa naluri perempuan itu, mah," ucap Mala tak mau kalah.
"Kalau kamu mau, aku bisa belikan perhiasan asli. Atau, sekalian dengan tokonya. Yang penting sekarang kita cari dulu koper punyamu." Nada suara Rey terdengar meninggi, membuat Mala berdecak sebal.
"Dasar kanebo, nggak asik," umpatnya pelan.
"Hei, aku bisa mendengar itu!"
Mala memutar kedua bola mata, malas berdebat dengan pria kaku itu. Lalu, keduanya kembali berjalan dengan Mala yang mengekor di belakang Rey, bibir tipis gadis berambut panjang itu manyun karena masih kesal dengan ulah suaminya. Selain bosan, Mala sudah merasa sangat lelah karena sudah berjalan cukup jauh.
"Apa lokasinya masih jauh?"
"Sebenarnya tidak, tapi karena kita tadi salah ambil jalan, jadi terasa jauh," balas Rey sembari menengok ponselnya, memastikan jalan yang mereka ambil sudah benar.
"Ini sangat membosankan." Lirih Mala mengucap sambil menendang kerikil di hadapannya.
"Ini tidak akan terjadi, jika kamu tidak ceroboh!" Rey menimpali, karena gerutuan Mala masih terdengar jelas di telinganya.
Matahari semakin terik. Wanita berkaos putih dengan lengan pendek itu meminta Rey untuk istirahat sejenak. Dengan terpaksa, akhirnya Rey menyetujui permintaan Mala kali ini. Padahal ia ingin cepat-cepat sampai lokasi tujuan.
Pasangan suami istri tersebut masuk ke kafe bernuansa jawa, duduk di meja bulat dengan empat kursi yang mengitarinya. Hawa sejuk di dalam sangat kontras dengan suasana di luar yang sangat panas. Hirup-pikuk kendaran, dengan wisatawan dan warga lokal yang berlalu-lalang membuat siang ini semakin begitu panas.
Mereka segera memesan minuman dan juga beberapa camilan untuk pengganjal perut. Tak perlu menunggu lama, pelayan datang membawa dua gelas es dawet dengan kuah putih santan gurih, dicampur dengan ketan hitam. Tak lupa campuran dawet yang terbuat dari tepung beras dan juga selasih, lalu disiram dengan saus gula jawa kental.
Tanpa basa-basi, wanita cantik di hadapan Rey dengan sigap meminum tersebut sampai tersisa setengah gelas saja. "Enak sekali," ucap Mala sembari mengusap bibirnya dengan lengan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Mr. Cold!
RomanceSebuah impian Pak Abdul, pria tua yang sangat mencintai anak gadis semata wayangnya, ia berharap putri kesayangan itu menikah dengan pria baik. Rey Anggara, Bos tempat ia bekerja selama dua puluh lima tahun itu berjanji akan mengabulkan impian sopir...