David merenung di teras rumah menghadap kolam renang. Suasana malam membuatnya bersantai dengan secangkir teh hangat. Sesekali ia mengusap wajah dan mengacak rambut, memikirkan kemungkinan jika ia harus kehilangan wanita yang begitu dicintainya.
Langkah sepatu membuat David menoleh. Sosok wanita yang sudah tak muda lagi, tetapi masih terlihat anggun dan cantik datang menghampirinya. Seulas senyum tipis dari bibir bergincu merah membuat David tak kuasa untuk membalas.
"Mama ...." Dipanggilnya wanita berbaju long dres itu. Irene--mamanya David, segera menghampiri dan duduk tepat di samping putranya.
"Kamu belum tidur jam segini?" tanya Irene, menatap David yang memasang wajah murung.
David bergegas membetulkan posisi duduk. Ia menggeleng, lalu memberi senyum. Pria itu meraih tangan mamanya, menggenggam jemari lentik dengan cat kuku berwarna merah. Wanita bermata tajam itu mengerti, jika sifat manja David keluar, maka ada hal yang ingin ia sampaikan dengan serius.
"Ada apa?" Irene memberi kesempatan pada David, meski pun dia tahu sebenarnya apa yang akan diminta oleh pria itu.
David hanya tersenyum, ada rasa keraguan yang menyelimuti. Namun, bagaimanapun ini tentang perasaan, tentang masa depan yang harus diperjuangkan. Pria itu menghela napas berat, menatap mata dari orang tak pernah bisa ia bantah perkataannya.
"Restui hubunganku dengan Mala, Ma," ucapnya dengan nada melemah.
"Ck ... sudah berkali-kali kamu membahas ini. Jawaban mama tetap sama, dia tidak pantas untuk kamu." Irene memalingkan wajah, menyembunyikan rasa kesal yang berkecamuk dalam dada.
"Tapi, Mah--"
"David, mama sudah mengizinkan Mala untuk bekerja di perusahaan kita. Rasanya itu sudah cukup. Tidak untuk menikah." Irene menatap putranya dengan tajam, ia mengangkat jari di depan wajah David, seraya memberi peringatan pada anak kedua dari tiga bersaudara itu.
David mengacak rambut frustrasi. Ia merubah posisi duduk, membuang wajah kekecewaan. Pikiran itu kini mulai membayangkan kekasihnya yang akan bersanding dengan pria lain suatu saat nanti. Tidak mungkin ia hanya diam tanpa berusaha sedikit pun untuk mempertahankan cinta yang dibangun bertahun lamanya.
"Mama sudah siapkan wanita yang jauh lebih cantik dari Mala, tentunya lebih berpendidikan dan punya karier yang bagus. Terpenting orang tuanya sederajat dengan kita," tutur wanita berkulit sawo matang itu. Namun, terlihat begitu eksotis.
"Ma ...! Berhenti membicarakan masalah kedudukan sosial. Setidaknya Mala punya hati yang baik. Dia bisa menjadi menantu yang akan bisa Mama sayang." Nada bicara David terdengar begitu tinggi, itu membuat Irene memicingkan mata. Ia menggeleng, tak menyangka jika wanita tak berkelas seperti Mala mampu merubah kepribadian putranya menjadi pembangkang.
"Sejak kapan kamu bisa melawan mama seperti ini?"
"Bu-bukan seperti itu, Ma. A-aku ...." David merasa bodoh sudah berbicara dengan nada tinggi pada wanita yang sudah susah payah merawat dan membuatnya sukses seperti sekarang.
"Mama jadi semakin yakin, jika Mala membawa pengaruh buruk padamu, David," tutur Irene yang sudah melipat tangan di bawah dada.
Irene memijit dahi beberapa kali. Akhir-akhir ini hubungan dengan putranya kurang baik karena permintaan konyol tentang masalah pernikahan. Dalam benak wanita itu, Mala hannyalah seseorang yang berharap jadi cinderella. Gadis yang mendekati pria kaya yang hanya mengincar harta dan tahta. Irene tersenyum sinis, tak mungkin ia melepas putra kesayangannya semudah itu. Pria kaya, hanya pantas bersanding dengan wanita kaya. Semua itu berlaku sampai kapan pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Mr. Cold!
RomansaSebuah impian Pak Abdul, pria tua yang sangat mencintai anak gadis semata wayangnya, ia berharap putri kesayangan itu menikah dengan pria baik. Rey Anggara, Bos tempat ia bekerja selama dua puluh lima tahun itu berjanji akan mengabulkan impian sopir...