Di Rabeni

30 11 2
                                    

DI RABENI "Lelakone Yuli"

S-Dimaksum1, Yuli2
1Penulis: Dari Desa Kiajaran Kulon, Blok Pelabuhan, Kec Lohbener-IM
2Pencerita: Dari Desa Kiajaran Kulon, Blok Pelabuhan, Kec Lohbener-IM (Wis Langka)

Cerita ini berasal dari masa lalu disampaikan untuk ku atau lebih tepatnya dari tetangga ku yang bisa bertemu dengan sesosok Yuli. Entah apa maksud Yuli menceritakan hal ini, apa agar aku menulisnya dalam sebuah cerita atau agar cerita ku dibaca oleh teman-temannya memberi tahu mereka jika ia sudah tiada (wis langka) entahlah. Dan inilah ceritanya DI RABENI "Lelakone Yuli".
- Sekitar tahun 1983 entah ini benar atau salah aku lupa-lupa ingat, pada tahun itu marak sekali namanya pemerkosaan sering terdengar kabar wanita yang di rabeni entah oleh siapa, bahkan ada wanita yang gila karena terauma, tidak sekali dua kali pelakunya kerap tertangkap dan dibawa polisi desa tapi kerap kali pula pelaku baru bermunculan. Ketika azan magrib berkumandang para orang tua begitu ketat menjaga anak perawannya agar tidak keluar rumah supaya tidak menjadi korban pemerkosaan, jika orang tua lengah sudah di jamin anaknya pulang dengan pakaian compang-camping habis di rabeni.
Pagi-pagi sekali terdengar suara riuh dari arah pohon asam besar disamping jalan yang lebarnya hanya dua meteran.
"iku anake mang Darka kaya wong linglung (itu anaknya mang Darka seperti orang gila)" kata salah seorang memberi tahu.
"wah laka maning tas di rabeni kunuh (wah tidak salah lagi habis di perkosa)" kata lelaki berbaju kuning dengan sarung terselmpang.
Dari belakang terdengar bisikan-biskan orang membicarakan wanita dibawah pohon asam yang pakiannya sudah acak-acakan baju batik motif bunga-bunga sobek tepat dibagian bahunya, rambutnya awut-awutan tatapan matanya nanar terkadang menetesakan air darinya, kain baitk yang dipakai acak-acakan memperlihatkan selangkangan paha coklat kekuningan.
"kuh Yul baka wis bengi aja ngelayab bae, delengen Wasnia dadine kaya konon (tu Yul kalau sudah malam jangan keluyuran, lihat Wasnia seperti itu kan)" hardik wanita separuh bayah tengah mengayak beras di depan rumah (napeni).
"Wawas Kuh ma sing sering ngelayab bengi karo lanange (Wawas tuh Mak yang sering keluyuran malam sama pacarnya)" kata Yuli mengarahkan pandangn ke Wawas Rekannya.
"enak bae (enak saja)" balas Wawas sedikit meninggikan suara.
"Kuh baka diwarai pada kaya konon, jare mah Wasnia kuh mangkate karo lanange arep deleng wayang ning Jemeti (tuh kalau dinasehati, katanya Wasnia berangkat sama pacarnya mau nonton wayang di Jemeti)"
"ia jare mah karo Cardi, mung mau ditakoni Cardine kuh wis nganteraken Wasnia tekang desa terus balik maning (ia katanya sama Cardi, cuman kata Cardinya sudah mengantar pulang Wasnia sampai desa)" kata Wawas menjelaskan.
"wong lanang goblog iku, baka wong pinter mah nganteraken ya tekang umah (laki-laki bodoh, kalau orang pintar mengantarnya sampai rumah)"
"wis gah ma aja ngandakna uwong bae (udah sih mak jangan membicarakan orang terus)" kata Yuli berlalu kesamping rumahnya dengan menarik tangan Wawas.
Wanita berambut hitam sebahu tubuh putih mulus nan cantik tidak ada duanya di desa Pelabuhan saat itu, Yuli selalu jadi perimadona dan sering namnya di panggil sinden-sinden ketika ada acara di desa Pelabuhan, jelas yang sawer bukan Yuli tapi lelaki-lelaki yang jatuh hati pada wanita berambut sebahu itu, apalagi kalau lagi ada tanggapan wayang nama Yuli disebut berkali-kali.
"...kanggo nok Yuli seng ayu dewek...salame sing kang Wasmin... (buat non Yuli yang cantik sendiri.... Salamnya dari kang Wasmin)" kurang lebih begitu suara sinden menyebut nama Yuli dan di akhiri nama si penyawer. Hal tersebut dilakukan agar Yuli tahu jika kang Wasmin ini anak orang kaya karena mampuh untuk sawer disinden wayang berkali-kali.
Di pojok rumah Yuli menatap Wawas dengan tajam dan sekali-kali mengangkat alisnya, wanita bernama Wawas hanya diam saja mankala alis Yuli di gerak-gerakan bahkan terlihat belon wajahnya.
"ana apa sih Yul (ada apa sih Yul)" kata Wawas melototkan matanya.
"ih ira ku ya Was ora ngerti-ngerti (ih kamu ya Was tidak paham-paham)" daihnya dinaikan terlihat lekukan-lekukan menandakan jika ia tengah kesal "lagi wingi ira melu tandur ning Kaji Gopak wong Cempeh orah? (kemarin kamu ikut bercocok tanam di Kaji Gopak orang Cempeh kan?)" lanjut kata Yuli.
"oh iya iya inget kita gah, surat sing Carta kih tek gawa (oh iya iya saya ingat, surat dari Carta nih saya bawa)" kata Wawas lalu meberikan sepucuk surat dengan kertas putih tanpa amplop.
Yuli langsung mengambil kertas tersebut mencuminya meski terlihat bercak tanah liat bahakan terlihat juga lima sidik jari Carta dibalik suratnya. Ia Carta anaknya Kaji Gopak yang memiliki lahan pesawahan di desa Pelabuhan meski aslinya dia orang Cempeh, keramahan dan kebaikan Kaji Gopak terdengar santer di desa Pelabuhan tidak sedikit orang begitu nurut dan hormat pada Kaji Gopak karena kedermawanannya. Namun yang membuat Yuli jatuh cinta pada Carta bukan karena Kaji Gopak yang kaya tapi kareana Carta lelaki tampan dengan andeng-andeng disamping mata kanannya dan yang membuat Yuli tergila-gila, Certa tidak pernah nyawer menyebut-nyebut nama Yuli beda dengan lelaki lain.
Kertas yang dilipat tiga lipatan itu segera ia buka sebelum dibaca Yuli menciumnya kembali seperti orang baru menemukan wewangian yang langka. Isi dalam surat tersebut kurang lebi "Yul jare sukiki bengi ning Pelabuhan ana sintren karo jaran lumping, ko kakang arep mono, Yuli dangdan sing ayu ya, amber kakange orang ngelirik sing sejen hahahaha, guyon Yul.... Ko kakang nonggoni Yuli ning wong dagang kacang ya, mengkonon bae Yul kakang seneng ning Yuli (Yul katanya besok malam di Pelabuhan ada sintren sama kuda lumping, nanti kakang mau kesitu, Yuli berhias yang cantik ya, agar kakang tidak melirik yang lain hahahaha, becanda Yul.... Nanti kakang nunggu Yuli di orang jualan kacang ya, begitu saja Yul kakang suka sama Yuli)" kurang lebih begitu isi suratnya.
Mendengar kabar tentang kekasihnya yang akan menemui membuat hati wanita itu berdebar-debar tidak karuan, ia hati siapa yang tidak senang jika sang kekasi pujaan datang menumi disaat rindu-rindunya. Yuli langsung berlalu meninggalkan Wawas masuk kedalam rumahnya sambil memeluk sepucuk surat dengan lima sidik jari Carta menempel disebaliknya.
Lusa kemudian hari yang ditunggu-tunggu telah tiba Yuli berhias sangat cantik sampai-sampai banyak lelaki desa yang memandanginya, oh rambut Yuli yang sebahu terkadang bergoyang-goyang manakala ia berjalan. Banyak Lelaki yang mengekor dibelakang Yuli sambil berteriak-teriak tidak jelas lalu tertawa, jika ada lelaki luar desa melirik Yuli mereka yang di belakang langsung berteriak bahakan sesekali melayangkan tendangan ke arah sepeda yang dinaiki lelaki luar desa.
"Kirik... matane di jaga tai (Anjing...matanya dijaga tai)" teriak lelaki berbaju kemeja yang dimana kancing atasnya terbuka terlihat dadanya tidak bidang.
"awas Wan lamen nonton ning Langgen tek bacok sira (awas Wan kalau lihat hajatan di Langgen saya tebas kamu)" gerutu lelaki bersepeda dan mengacung-acungkan tangannya.
"ora wedi nang... tai wanine ning kandang (tidak taku....tai beraninya hanya di kandang)" teriak Wanto kembali sambil mengacungkan goloknya.
Ia di jaman itu ketika ada tanggapan atau hiburan pemuda-pemudanya sealalu membawa senjata tajam tidak jarang juga jatuh korban karena saling pukul dan pembacokan, yang diributkan hanya hal sepele seperti terinjak kakinya ketika sawer atau meremas payudarai biduan atau mencium bibir jaran lumping, karena tidak terima terjadilah perkelahian yang terus mentradisi pada jamannya.
"kang Wanto aja lok gawe rebut bae gah, ditangkep Buser mah tulung-tulung sapa dika kuh kang (kang Wanto jangan bikin rusuh terus, kalau ditangkap polisi mau mohon-mohon kesiapa kang)" kata wanita berambut panjang disamping Yuli yang terus menggandeng tangan wanita bermbut pendek tesebut.
"wis endah Nyem kader kang Wanto mah akeh duwit, iya ora kang (biyarin Nyem kang Wanto kan banyak uang, iya ngga kang)" kata Wawas yang berjalan disamping Nyanyem.
"ya iya anake bapak Lurah (ya iya anaknya bapak Lurah)" kata Wanto memuji diri sendiri.
Sedangkan Yuli hanya diam saja melirik-lirik kanan kiri mencari sang pujaan hati yang katanya menunggu dipedagang kacang rebus namun sesampainya dihajatan tidak ada pedagang kacang rebus tidak seperti biasanya.
"Was kang Carta nonggoni ning endi ya, laka wong dagang kacang (Was kang Carta nunggu dimana ya, tidak ada pedagang kacang)" tanya Yuli pelan agar tidak terdengar laki-laki dibelakang yang masih mengekor.
"bokat lagi deleng kuclak mah (mungkin sedang lihat judi)"
"ora ah kang Carta mah dudu wong kaya konon (tidak ah kang Carta bukan orang seperti itu)"
"ya batur-bature ora Yul, barian ora mungkin Carta mene dewekan bae (ya teman-temannya kan Yul, lagian tidak mungkin Carta kesini sendirian)"
"iya geding sih ya, terus priwe Was masa arep marek mono isin akeh wong lanang (iya juga sih, terus bagamana Was masa mau kesana malu banyak laki-laki)"
"wis meneng gampang ngongkon Emod bae (udah diam saja biasa diatur nyuruh Emod saja)" kata Wawas segera mendekati Emod lalu membisikan kata-kata yang tidak bisa di dengar orang lain.
Lelaki bernama Emod segera menuju kerumunan orang yang tengah bermain kuclak, dari balik kerumunan terdengar suara-suara binatang dan sejenisnya dengan lantang, air ludah sering sekali terlempar kebalkang mengenai sandal orang dibelakang dan terkadang suara kentut juga kerap terdengar tempat ini sudah mirip seperti neraka yang terdapat segala macam bau.
Tidak menunggu waktu lama keluar lelaki tinggi tampan berambut leles tidak ketinggalan andeng-andeng disebelah matanya, kemeja puti dengan motif bunga dikenakan dan biasa dua kancing atas terlepas memperlihatkan dadanya. Ia Carta segera mendekati Yuli dengan senyum lebarnya begitu juga Yuli tersenyum manakala melihat lelakinya.
Tepat ketika mereka berhadap-hadapan suara gamelan terdengar dan suara sinden menyinden dengan merdua, ia acara sintren segera dimulai orang-orang mulai berkerumun menuju panggung kecil tanpa atap begitu sederhana.
"Yul kita karo Nyanyem nguluh ya (Yul saya sama Nyanyem dulan ya)" kata Wawas segera menarik tangan Nyanyem berlalu.
Yuli dan Carta hanya saling tersenyum dan berhadap-hadapan terkadang Yuli menundukan kepalanya masih dengan senyum dibibir oh manisnya wanita berambut pendek sebahu tersebut.
"pengen ndeleng, apa mangkat (maun nonton apa berangkat)" kata Carta memberi tawaran basa-basi.
"pengen loroan bae (mau duaan saja)" kata Yuli langsung menundukan kepala lagi.
"berarti mangkat, yuk kakang gawa sepede (kalau begitu berangkat, yuk kakang bawa sepeda)"
Wanita itu hanya menganggukan kepala lalu mengekor dibelakang Carta menuju sepeda yang ia letakan tidak jauh dari tukang kuclak, ketika mereka berdua lewat mengambil sepeda semua mata memandang ke arah Yuli seperti tenga terkagum-kagum pada wanita tersebut.
Sepeda segera dikayu terdengar suara loceng yang sengaja diletakan diantara setangnya, Yuli duduk dibelakang sambil memegang baju Carta dengan erat.
"Yuli ning elor bae ya aja adoh-adoh (Yuli di utara saja ya jangan jauh-jauh)"
"iya kang Yuli mah nurut bae (iya Kang Yuli ngikut saja)"
"hehehe..." tawa Carta terus mengayu sepedanya.
Tepat di tepi sungai parat (kalen parat) laju sepeda berhenti mereka berdua turun dan segera duduk disamping sepeda memandang air sungai yang sedang tinggi, masih belum ada kata diantara mereka sehingga terdengar jelas suara sinden dari arah barat sungai.
Carta meraih tangan Yuli dan dipegangnya dengan erat mersakan tangannya dipegang Yuli menatap Carta dengan senyum lebar di bibirnya lalu memalingkan mukanya terdengar tawa kecil yang membuat Carta ikut tersenyum.
"nang apa Yul (kenapa Yul)"
"ora apa-apa kang, isin bae" (tidak apa-apa kang, malu)"
"hehehe.... Aja isin-isin kader karo kakang (jangan malu-malu sama kakang gini)"
"iya kang"
"Yuli wis wewara durung ning sema? (Yuli sudah bilang belum ke ibu mu?)"
"ai arep nonoton mah wis wewara kang tapi ai arep ketemu kakang durung ....hehehe (kalau mau lihat hiburan sudah ijin kang tapi kalau mau ketemu kakang belum....hehehe)"
"Hahahahaha..." tawa Carta kembali.
Manakala suara orang sawer terdengar santer Yuli menyandarkan kepalnya dibahu Carta, sebagai lelaki timbul getaran yang hebat dalam dirinya membuat Carta bingung harus melakukan apa dalam situasi seperti ini.
"Yul kakang olih ngambung? (Yul kakang boleh nyium?)" kata Carta bertanya.
Yuli hanya tersenyum sambil menggigit bibir bawahnya lalu menganggukan kepala. Ia hal itu tidak disia-siakan Carta langsung mencium pipi Yuli yang membuat wanita berambut sebahu tersebut semakin erat memeluk tubuh Carta melihat gelagat yang baik Carta langsung mengulam bibir Yuli dengan lembut. Romansa mereka berudua dibalut dengan suara sinden yang menyebutkan mereka-mereka yang tengah menyawer.
"Yul wis bengi, suara sindene gah wis mandeg (Yul sudah malam, suara sinden sudah berhenti)" kata Carta langsung mengangkat tubuh Yuli.
Lagi-lagi Yuli hanya tersenyum dan menganggukan kepala, sepeda tidak lagi Carta naiki hanya dibantun sambil memandang wajah Yuli yang cantik mankala terkena sinar rembulan yang tengah cerah-cerahnya.
"Kang ngatere mentog kene bae ya (Kang ngantarnya sampai sini saja ya)" pinta Yuli tiba-tiba.
Carta keget dan langsung memberhentikan langkahnya "nang apa Yul kan durung mentog umah? (kenapa Yul kan belum sampai rumah)"
"bokat disewoti sema kang (takut dimarahi ibu kang)"
"yawis ai Yuline wedi disewoti kakang ngulu ya (yasudah kalau Yuli takut dimarahi kakang duluan ya)" kata Carta langsung menaiki sepeda ontelnya dan pergi meninggalkan wanita cantik ditengah kegelapaan sendirian.
Carta lupa jika tidak boleh meninggalkan wanita sendirian ditengah malam jika tidak ingin jadi korban. Oh Yuli mungkin ini sudah takdirnya ditinggal Carta sendirian dengan senyum gembira dibibirnya, entah senyum itu akan abadi atau hanya tangis yang akan abadi.
Yuli masih belum menyadari jika dirinya tengah berada diambang kezaliman, ia masih tersenyum dan memegang bibirnya mengingat bagaimana Carta menciumnya dengan lembut penuh rasa cinta. Dari arah perempatan terlihat tiga laki-laki membawa botol minuman keras, ia sepertinya mereka tengah mabuk berat.
"kang sintern mau kosi ayu temen ya kang (Kang sintren tadi cantik sekali ya Kang)" kata lelaki berbaju kemeja coklat yang dimana semua kancing bajunya terlepas.
"ia Tam kalesan dalang sntren (ia Tam namanya juga dalang sintren)" kata Wasmin membenarkan perkataan Kastam.
"Lamon tek Rebeni enak pisan ya kang, Hahahaha.... (kalau di perkosa enak sekali ya kang, Hahahaha....)" Kata Kastam.
"ouh pasti, dau ndelenge bae gah wis gawe ngaceng, Hahaha.... (Pasti, baru lihat saja sudah bikin tegang, Hahahaha.....)" Wasmin kembali tertawa langsung menenggak minuman ditangannya.
"kang-kang ikah ana boca wadon (Kang-kang itu ada anak perempuan)" kata Tarkiman menujuk ke arah Yuli yang menundukan kepala.
Wasmin yang sedang mabuk berat dan tergila-gila akan ke elokan tubuh dalang sintren tidak tahan dengan buah dadanya yang montok membuat Wasmin ingin melepas birahinya. Yuli wanita cantik yang sendirian tidak akan Wasmin sia-siakan untuk melepaskan semua yang mengganjal di dalam celananya.
Wasmin menghadang Yuli sambil berkata-kata "nok wong ayu lagi apa dewekan bae (wanita cantik sedang apa sendirian)" kata Wasmin langsung mencolek tubuh Yuli.
"ih aja emek-emek (ih jangan pegang-pegang)" kata Yuli mengehelak dan terus berjalan.
"ihs, aja sombong gah nok... mene baturi kakang dikit (his, jangan sombong.... Sini temenai kakang dulu)" kata Wasmin lalu menarik tangan Yuli.
"ih sota gah kang (ih lepasing kang)" Yuli terus memberontak.
Numun tenaga wanita tidak mungkin mengalahkan tenaga lelaki meski tubuh lelaki tersebut kurus cungkring sekali pun. Melihat situasi yang tengah sepi dan tidak ada siapa-siapa mereka bertiga lngsung menjragal Yuli dangan paksa dibawanya wanita itu ke pojok pepohonan petai cina, Yuli terus membrontak dan berteriak agar ada yang mendengarnya.
Semakin Yuli memberontak mereka bertiga semakin beringas bahakan mulut Yuli yang tadi berteriak-teriak tidak bisa mengeluarkan suara kembali karena sudah dibekap dengan bajunya Kastam yang bau alkohol. Baju yang Yuli kenakan robek memperlihatkan penutup payudaranya, Wasmin langsung meremas payudara Yuli dengan beringas dan sesekali mencuminya.
"Hemmmm...Haaaahhhhh...." Suara Yuli tertekan manakala Kastam mencium selangkangannya yang sudah tidak dibalut dengan kain seelai pun memperlihatkan kemaluannya.
"aduh mulus pisan kang (aduh mulus sekali kang)" puji Kastam langsung membuka celannya terlihat pentungan hitam menjulang.
Yuli kaget melihat kemaluan Kastam yang besar tersebut dan berusaha memberontak namun percuama tidak bisa ia lakukan karena tubuhnya ditahan oleh Tarkiman, sedangkan Wasimin masih menjilati puting Yuli yang sudah tidak dibalut baju kembali. Oh tubuh Yuli sudah teronda sepenuhnya apalagi ketika pentungan milik Kastam langsung menerobos kemalun Yuli sehingga wanita itu berteriak sejadi-jadinya kareana rasa sakit dikemaluannya yang secara tiba-tiba mengeluarkan darah keperawanan.
Yuli hanya bisa menangis manakala Kastam terus memaju mundurkan tubuhnya sehingga kemaluannya tersebut keluar masuk dalam lubang kemaluan wanita ayu yang tidak berdaya.
Hal tersebut berlangsung lama, setelah Yuli digagahi Kastam langsung diganti Wasmin yang menggaghi wanita berambut pendek sebahu dengan beringas seperti orang sesetanan, Wasmin selesai Tarkiman langsung ambil kendali menikmati tubuh indah primadona laki-laki muda desa Pelabuhan.
Sekitar satu jam setengah hal tersebut berlangsung Yuli hanya bisa meringkuk diatas tanah yang beralaskan daun pisang kering dengan baju sobek yang masih menutupi punggunya, tangisnya memecah keheningan malam.
"kang priwe kih (Kang bagamana ini)" kata Kastam bertanya pada Wasmin.
"ia kang lamon boca kin warah-warah bisa dipateni kita (ia kang kalau anak ini kasitahu ke warga bias dibunuh kita)" lanjut kata Tarkiman kahwatir.
"ah wis-wis meneng, ikah ning sawah ana pacul emeten (ah sudah-sudah diam, itu disana ada pacul ambil)" kata Wasmin menyuruh Tarkiman mengambil cangkul.
Tarkiman menurut saja apa yang dikatakan Wasmin sebagai orang paling tua diantara mereka "Kih kang, terus nang apa?(nih kang, terus mau buat apa?)"
"keduk lemah sing jero ning kono, again (gali tanah yang dalam disana, cepat)" kata Wasmin sedikit membentak.
Kastam dan Tarkiman langsung menggali tanah disekitar bawah pohon pisang yang berderet dan terdapat dua pohon petai cina dikanan-kirinya. Menunggu Kastam dan Tarkiman menggali tanah Wasmin mengabil balok kayu besar dan dipukulkan ke arah Yuli sehingga wanita tersebut berterika sejadi-jadinya hingga pada akhirnya wanita tersebut tidak sadarkan diri.
Sekitar dua jam lubang yang cukup dalam selesai digali, Wasmin membawa tubuh Yuli yang sudah tidak sadarkan diri dan dimasukan kedalam lubang tersebut dan langsung dikuburnya hidup-hidup, Kastam dan Tarkiman awalnya terkejut melihat gelagat Wasmin namun apa boleh buat demi menyelamatkan diri sendiri mereka mengikut saja dengan apa yang diperbuat Wasmin.
Mulai hari itu kebahagiaan Yuli berubah menjadi duka yang lara merusak semua mimpinya bersama Carta sang lelaki idaman. Malang nasibnya sehingga ia meninggal dengan teragis bahakan kabar kematiannya tidak ada keluarga yamg mengetahui, oh Yuli malangnya dirimu.-
SELESAI
Indramayu, 01 Oktober 2019
Waktu, 05:05 AM

Cerpen "Lakon Dermayuan"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang