Empat

6 0 0
                                    

"Jadi gimana, akan serius untuk masuk ke klub kami?" celetuk Dimas yang tengah membereskan properti fotografinya.

"Pasti!" Reisya mengacungkan kedua jempolnya. Dimas hanya tertawa sambil menepuk bahu Reisya pelan.

"Good. Welcome to our family, Rei!" ujar Dimas seraya memakaikan Reisya sebuah topi berwarna krem yang bertuliskan photography club.

"Apa ini?" Tanya Reisya sambil meraba topi yang sedang dipakaikan Dimas, lalu ia langsung meraih handphone dan berkaca di layarnya. "Ciri khas untuk anak yang baru masuk?" Canda Reisya.

Dimas menggeleng. "Semua anggota lama dan baru wajib punya ini." Ia lantas juga memakai topi yang sama pada kepalanya.

Reisya tersenyum. "Yaudah kak, aku mau nyusul ke tempat Kala, ya."

"Okay. See you, Rei!" Dimas melambaikan tangannya, seraya Reisya yang langsung melangkah jauh dari hadapannya. Sepasang matanya masih mengikuti gerak tubuh Reisya yang berjalan menjauh, sampai batang hidungnya tak terlihat lagi.

Reisya berjalan menelusuri koridor sekolah untuk menemui Kala. Ia mengusap keringat yang mulai bercucuran di dahinya. Cuaca hari ini sangat panas, ditambah dengan kepalanya yang pusing melihat suasana sekolah yang sangat ramai karena sedang ada pameran ekstrakulikuler di hampir setiap sudut ruangannya. Selain itu, adanya berbagai macam stand makanan yang berjejer rapi di lapangan upacara, membuat perut Reisya mulai memberi tanda sinyal kalau dia sudah lapar, belum lagi Reisya lupa kalau tadi pagi ia belum sempat sarapan. Dasar Reisya teledor! Ia langsung memegang perutnya untuk mengurangi rasa nyeri karena magh.

Setelah sampai di depan lapangan basket, Reisya langsung mencari sosok Kala diantara banyaknya cowok yang sedang bermain basket. Ia langsung berjalan pelan, agar terhindar dari serangan bola basket yang bisa saja mengenai tubuhnya saat ini. Mata Reisya agak kabur untuk melihat disekelilingnya, karena kondisi kepalanya yang pusing ditambah dengan menahan nyeri perut akibat magh. Matanya kemudian menyipit, ia melihat sosok Kala yang sedang duduk di bawah pohon, membelakanginya. Ia memang sangat mudah mengenali seseorang dari punggungnya. Senyum Reisya merekah dan langsung lari menghampiri Kala.

"Kala!"

"Eh, awas!"

Tiba-tiba, bola basket langsung melaju dari samping dan menghantam keras punggung Reisya. Sesaat, Reisya merasa semuanya gelap dan tak sadar bahwa tubuhnya telah jatuh ke tanah lapangan.

Kala yang sangat familiar dengan suara Reisya, langsung berbalik badan seraya meletakkan botol minumnya pada meja. Ia sangat terkejut melihat lemparan bola basket yang langsung menghempas tubuh sahabatnya dalam hitungan menit.

"Reisya, astaga!"

Kala langsung berlari menghampiri Reisya. Ia melihat pelipis dan siku Reisya yang berdarah dan lebam karena benturan tanah. Para siswa langsung berkerumun menghampiri mereka berdua, Kala tak menghiraukan mereka. Ia segera bergegas mengangkat Reisya ke poliklinik sekolah untuk segera diberi pertolongan pertama.

***

Reisya perlahan membuka matanya, namun terasa berat karena kepalanya masih pusing serta nyeri perut yang kembali dirasakannya. Ia melihat disekeliling, terdapat Kala dan beberapa siswa yang mengerumuninya bersama dokter yang sedang berdiri disamping tempat tidurnya.

Reisya mencoba untuk bangkit dan duduk dari tidurnya, tapi ia malah meringis kesakitan.

"Jangan dipaksa, nak. Gapapa tiduran dulu aja." ujar bu dokter yang membetulkan posisi bantal Reisya.

Reisya tersenyum tipis. "Saya kenapa ya, dok?"

"Maneh pingsan tadi. Bikin repot aja." celetuk Kala yang menarik kursi dan duduk tepat disamping bu dokter.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KomplementasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang