Februari, 2011.
Senja datang disaat warna langit menjingga, burung-burung yang kembali pada sarangnya, serta kumandang adzan perlahan dilantunkan menandakan waktu maghrib telah tiba. Terlihat para pria paruh baya berlalu-lalang menuju ke masjid untuk menunaikan ibadah yang menjadi penyempurna agamanya. Para ibu yang menyegerakan anaknya untuk masuk ke dalam rumah, mengikuti kebiasaan orang dulu yang selalu menyatakan pamali jika anak-anak tetap bermain saat waktu maghrib. Senja menjadi suatu fenomena yang selalu diabadikan oleh mereka yang menyanjungnya, terselip keindahan meskipun hanya sementara. Perlahan, langit jingga ibu kota ditepiskan oleh tirai malam yang diiringi oleh rintihan gerimis pada pertengahan bulan Januari ini. Sejak pukul enam petang, Reisya telah duduk manis di balkon kamarnya sambil membuat mode time lapse untuk merekam momen ini agar bisa diabadikan dalam kamera kesayangannya
"Woy."
Reisya menoleh ke bawah. Ada Kala. "Apaan?"
"Turun dong, ada buah naga dari Bunda nih!" Ujar Kala sambil menunjukkan kantung plastik hitam yang dipegangnya.
"Bunda memang terbaik!" sorak Reisya sambil merapikan kamera dan tripod lalu bergegas ke halaman depan rumah untuk menjemput buah naga dari Kala. Bunda Arini memang selalu membawakan oleh-oleh buah naga selepas pulang kerja dari Bandung. Meskipun telah menetap di Jakarta, selama kurang lebih tujuh tahun, Bunda Arini masih harus bolak-balik Jakarta-Bandung karena tuntutan pekerjaan dari kantor beliau. Sementara, Papa dari Kala bekerja di Singapura yang kadang hanya seminggu sekali bisa pulang ke Jakarta untuk berkumpul bersama keluarga.
"Sudah dipotongin sekalian sama Bunda, nih." ujar Kala seraya menyodorkan toples kepada Reisya. "Ohya, sama-sama ya, Sya."
"Iyaa Kala, terimakasih banyak yaa. Bawel ih." Reisya mencibir Kala yang mengejeknya.
"Sya, duduk di situ yuk." Kala menunjukkan pada saung kecil yang berada di sudut halaman rumah Reisya. Lalu, gadis berponi itu mengiyakan. "Udah liat pengumuman pembagian kelas 8, belum? Lo masuk kelas 8 apa?"
"8-a. Lo sendiri apa, La?"
"8-c. Pembagian kelasnya berdasarkan apa, sih. Masa iya, gue lebih bego dari lo?!"
"Emang." Reisya langsung mencibir Kala. Dengan lahap, semua potongan buah naga habis disantap oleh Reisya. "Papa kapan pulang?"
Kala mengangkat bahu. "Mungkin minggu depan." Lalu, Kala mengubah posisi duduknya menjadi berhadapan dengan Reisya. "Tadi abis ngejepret apa?"
Dengan semangat, Reisya langsung menunjukkan hasil rekaman time lapse dari kameranya. "Buat time lapse! Lihat nih ..." terlihat video time lapse yang direkam Reisya. Awan-awan yang berakan, burung gereja yang berterbangan, serta redupnya cahaya matahari digantikan oleh bintang malam menjadikan videonya terkesan sempurna.
Kala menoleh kepada Reisya. "Yah, lumayan sih untuk anak seumuran Anda." Dia mengembalikan kamera kepada Reisya. "Kenapa suka senja, sih?"
Raut muka Reisya berubah, "Emangnya suka butuh alasan?" jawabnya seraya merapikan kamera ke dalam tasnya.
"Butuhlah. Pasti ada sesuatu yang menjadi daya tarik tersendiri, makanya lo suka sama senja." Kala tersenyum tipis. Reisya tertegun sejenak. Ia memikirkan bahwa pernyataan Kala benar adanya. Sebagai anak tunggal dari keluarga, Kala termasuk tipikal anak laki-laki yang tidak manja. Tidak sombong akan kekayaan keluarganya. Sifat baik yang diturunkan oleh orangtuanya, membuat Reisya dan keluarga senang memiliki tetangga yang baik seperti mereka. Terkadang, Kala selalu memberi kejutan-kejutan yang tidak terpikirkan sebelumnya, seperti tiba-tiba jadi bijak seperti dewasa, tiba-tiba juga kadang menyebalkan karena kelakuannya yang suka jahil kepada Reisya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Komplementasi
Teen FictionApakah sebuah pertemuan memang ditakdirkan apa adanya? Akankah sebuah kisah selalu berakhir bahagia? Apakah janji yang terselip dalam harap akan terpenuhi pada saatnya?