3

24 4 0
                                    

Rapat sekolah tadi benar-benar memacu adrenalin Adifah; rasanya kayak melayang di udara.

Kelas terakhir Adifah hari itu adalah sastra dengan Arlinda Jovanka. Miss Jovanka guru yang paling pelit memberi nilai bagus. Nilai AB darinya berarti keberhasilan, dan A benar-benar mukjizat.

Miss Jovanka sedang menerangkan panjang-lebar. Adifah tahu dia harus mencatat secara rinci, tapi hari ini dia sangat sulit berkonsentrasi. Sebagai gantinya dia mengeluarkan handphonenya dari tas kecil dan menaruhnya sedemikian rupa agar nggak kelihatan. Kemudian dia mengakses e-mail untuk melihat apakah teman curhatnya sudah mengirim balasan. Ya!

Dear Pinkan

Es krim coklat cookies enak banget, tapi nggak ada yang ngalahin Cherry Garcia. Aku sih mengecat rambutku, tapi warnanya biru. Aku jadi seperti Smurf. Aku mengecat rambut waktu pergi ke tempat sepupuku.
Berita buruknya, cat itu menodai seprei mereka, jadi aku harus membelikan yang baru. Perasaan terdalam: kalau di lihat dari luar aku orang yang suka melucu, selalu punya lelucon. Tapi sebenarnya aku lumayan serius. Keinginan rahasia: memulai dari awal

Panggil saja aku Blue

Adifah duduk tegak di kursinya. Cowok ini kayaknya menyenangkan. Lucu tapi serius. Apalagi suka es krim rasa Cherry Garcia yang merupakan favorit kedua Adifah. Adifah tahu seharusnya dia mendengarkan Miss Jovanka, tapi dia ingin segera membalas surat itu. Karena kukunya sudah habis, Adifah menggigit ujung pensil ketika berpikir harus bilang apa pada cowok ini. Dia ingat kata-kata Mr. Raditya, "Bersikap jujur dan ikuti saja kata hati kalian!"

Dear Blue,

Memangnya masih mungkin memulai dari awal tanpa harus pindah kota? Karena, walupun aku berusaha untuk berubah, teman-temanku, keluargaku, bahkan guru-guruku nggak membiarkannya. Apa pun yang kulakukan mereka selalu menganggapku cewek yang selalu patuh peraturan dan nggak pernah mengecewakan orang. Jadi, kayaknya aku akan tetap seperti anggapan mereka itu. Tapi, kalau lulus tahun depan__ Aku mau jadi liar! Menindik beberapa bagian tubuhku dan pasang tato. Yiii haaa! Kau gimana? Pernah pasang tato?

Pinkan

Adifah mengirim surat itu dan memasukkan kembali handphonenya ke tas kecilnya. Semua anak di sekelilingnya sedang mencatat setiap kata yang diucapkan Miss Jovanka dengan penuh semangat. Lucunya ketika Adifah berbalik melihat ke belakang, dia melihat cara Vian dan Clarissa saling bertatap menunjukkan bahwa mereka saling naksir. Hal itu mengingatkan Adifah akan mendung yang membanyangi kehidupan sempurnanya: nggak punya cowok.

Adifah berpikir. Kalau penyendiri kayak Viki dan Clarissa saja bisa pacaran, kenapa dia nggak?

Ting! Suara lonceng terdengar dari handphonenya yang menandakan dia mendapat surat. Miss Jovanka terkejut dan menengadah dari buku catatannya. Matanya menyiratkan kemarahan. Cepat-cepat Adifah mengambil buku dan pura-pura tertarik pada apa yang dikatakan Miss Jovanka. Berhasil, Miss Jovanka kembali melihat bukunya dan melanjutkan pelajaran.

Ketika Miss Adifah kembali melajukan pelajaran diam-diam Adifah mengeluarkan handphonenya dan menekan ikon pesan. Apakah Blue sudah membaca dan membalas suratnya? Ternyata iya!

Dear Pinkan

Tato? Yang pakai jarum itu? Ih, sakit. Kayaknya nggak deh. Kalaupun pasang tato, aku mau gambarnya wajah ceria dengan tulisan " Semoga harimu indah!" Di bawahnya. Kata-kata sederhana tapi cukup bagus. Bayangkan saja kalau setiap hari itu "indah".

Kau sadar nggak kalau kau sudah memberi dua petunjuk tentang identitasmu: kau tidak bertato dan di kelas junior.

Perfect StrangersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang