4

7 3 0
                                    

"Coba dengarkan!" Reza Arley berteriak mengatasi suara musik dari pengeras suara di langit-langit.

Hari itu Kamis malam, dia dan semua anggota Panitia Pemilihan Adifah, begitu mereka menanamkan diri, memenuhi setengah dari taman dekat sekolah mereka. Ninra mengundang beberapa pengurus surat kabar sekolah, beberapa orang jenius di sekolahnya untuk membantu melancarkan diskusi.

Seperti biasa Reza bertingkah konyol. Dia duduk di atas meja untuk memimpin rapat, satu tangan memegang notes kuning dan yang lain memegang pulpen. Reza memutar-mutar pulpen tersebut seperti tongkat dan berkata, "Oke. Ayo kita bicarakan masalah kompetisi ini."

"Gampang." Ninra menggigit pizza sosis dan terus mengunyah sambil bicara. "Lawannya Kevin Edrick. Dia kaya, ganteng, dan cerdas."

"Kalau dia sehebat itu, kenapa dia nggak punya pacar?" tanya Carolina sambil mengambil salad buah dengan garpunya. Lin, yang bisa memenangkan kontes model pria, adalah seorang yang bersekolah di sekolah elit.

"Bisa daftar jadi ceweknya nggak nih?" Marie bertanya dari ujung meja. cewek pirang itu baru saja putus dengan pacarnya, James untuk kesekian kalinya.

"Kau bercanda, ya," kata Garcia sambil menjejalkan potongan pizza kelima ke mulutnya. Ditariknya segenggam tisu dan di membersihkan wajahnya. Devano kan penjahat. Dia selalu mengerjai cewek-cewek baru."

"Hei!" protes Jihan dengan suara melengking. "aku kan anak baru."

"Nah kalau begitu kau tipe yang bakal disukainya," jawab Devan, melempar buntalan tisu ke Jihan.

"Hati-hati Jihan." Hendri si ahli fisika memperingatkan. "Bahkan anak-anak baru saja bosan mendengarkan Devano yang suka membicarakan diri sendiri."

"Nah itu sebabnya dia enggak punya pacar," Lisa menyimpulkan.

Bryan menekan tombol balpoin dan mulai mencoret-coret bukunya. "Jadi atas nama Devano Aku menulis kaya dan tampan tapi sangat kesepian."

"Tunggu," protes Adifah dari tempatnya di samping Bryan. "kau juga bisa menulis hal yang sama tentang aku."

"O ya?" Mata Brayen membesar bahwa kau kaya dan tampan? kenapa kamu merahasiakan dariku Dif?" Dia membuat corong dengan kedua tangannya di depan mulut dan berteriak, "simpan uangmu. Nona kaya dan tampan mau traktir buat semuanya."

Sorak-sorai yang ramai terdengar dari sekumpulan cowok berjaket kulit di meja pojok.

Adifah merebut bolpoin Brayen. "Bukan itu maksudku!" kemudian dia berteriak ke arah para cowok di meja pojok tersebut, "Jangan pedulikan omongannya. Aku nggak tampan, apalagi kaya. Bayar sendiri makanan kalian!

Jihan membungkuk dan bertanya ragu-ragu "Jadi apa maksudmu, Adifah?"

Adifah menjelaskan dengan suara rendah, "Yah aku kan nggak punya pacar. Berarti aku sangat kesepian, kan?"

Liza mengangkat sebelah alisnya. "Mana aku tahu."

"Eh, tunggu dulu!" Brayen menarik balpoin nya dari tangan Adifah dan menggoyang-goyangkan nya di depan gadis itu. "sebenarnya kau punya berjuta-juta kesempatan untuk dapat pacar. Bahkan aku pun pernah ditolak." Dia membuka topi dan menunduk belagak malu.

Adifah menatap Bryen terkejut. Waktu mereka di kelas 1 dan 2, Brayen perbah beberapa kali mengajak ke pesta dansa, tapi Adifah menolaknya karena sudah punya pasangan. Adifah mengira Brayen mengerti. Dia tidak menyangka Bryen merasa ditolak.

"Nggak pa-pa Dif. Kau sudah ku maafkan." kata Brayen sambil memukul punggung Adifah begitu terkejut sampai tersedak dan yang diminumnya muncrat lewat hidung

Perfect StrangersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang