𝕿𝖗𝖆𝖚𝖒𝖆

13 3 0
                                    


"Darahnya menghilang?!"

...


Aku mengobrol dengan temanku berlangsung cukup lama, hingga doa dan acara yang lain sudah selesai. Dan seterusnya mereka akan membawa jenazah Deren ke tempat terakhirnya yaitu pemakaman. Kali ini aku pergi ke pemakaman tersebut bersama dengan Bella, Billy, Nadine, dan juga Alvian menaiki mobil ayah Nadine. Sedangkan Denny sendiri menggunakan motornya.

Kita berangkat bersama-sama, ada yang dari keluarga ataupun teman sekolah Deren. Di perjalanan Nadine terus menangisi kepergian pacarnya yang sudah bersamanya hampir setahun lebih ini. Ayah Nadine menceritakan kepada kami kalau mereka juga akan melanjutkan ke hubungan yang lebih serius saat nanti mereka sudah dewasa karena ayah Deren merupakan rekan bisnis nya yang memang cukup dekat dengan keluarganya. Tak salah Nadine dan keluarga sangat membantu saat proses dari awal sampai ke pemakaman Deren. Katanya juga keluarga Nadine pernah berhutang budi dengan keluarga Deren saat mereka dalam keadaan ekonomi jatuh dan susah karena pengobatan untuk  almarhum kakak laki-laki Nadine yang sudah meninggal akibat kanker akut yang dialaminya saat beberapa tahun yang lalu.

Dan sesampainya di pemakaman, aku tak ingin masuk karena aku takut yang namanya kuburan. Apalagi akan ada jenazah yang di taruh ke dalam liang lahat. Tetapi teman-teman ku memaksa ku untuk pergi ke sana. Mereka memberitahu kepada ku kalau alangkah baiknya kita harus mengikuti jenazah yang sudah di peti mati ini ke tempat terakhirnya.

Saat aku masuk kedalam daerah pemakaman, aku di beri bunga dan air mawar untuk memberinya ke atas tanah kuburan. Aku gemetar karena memang tak biasa sampai di dalam daerah pemakaman ini. Raden! Raden! Dasar penakut aku. Aku langsung memberikan ini kepada teman ku yang lain. Kita disuruh untuk lebih cepat ke dalam karena hari sudah menjelang malam. Aku tahu kita semua juga akan mati. Tetapi aku trauma dengan pemakaman.

Aku dan teman-teman ku yang lain sudah tiba di sekitar tempat pemakaman Deren. Aku tak kuasa melihat orang yang kita kenal sudah tiada. Pemakaman pun berlangsung dengan lancar. Aku dan teman-temanku bersiap untuk kembali ke rumah duka karena motor Billy masih di sana. Denny sudah terlebih dahulu kesana.

Aku melihat ke atas langit yang mulai gelap dan sepertinya akan hujan. Aku langsung masuk ke dalam mobil dan berangkat menuju rumah duka. Beberapa lama kemudian hujan pun turun dan cukup deras. Aku melihat para orang yang menguburkan dan keluarga lainnya kehujanan disana.

Di perjalanan hujan semakin deras dan makin kencang disertai dengan gemuruh serta petir. Pada jalan yang aku lewati sudah penuh dengan air yang membanjiri daerah ini. Mobil tak dapat berjalan karena air yang membanjiri cukup tinggi dan makin tinggi. Ayah Nadine sudah berusaha menggerakan roda mobil tetapi tetap tak bisa.

"Tidak!! Air nya masuk ke dalam mobil" ujar ku.

Air sudah mulai masuk dan membasahi bagian dalam mobil. Air terus naik di dalam mobil tetapi anehnya pintu tak dapat terbuka, aku dan yang lain panik berusaha untuk mencari bantuan. Di luar hujan masih  deras dan aku pun tak tahu kapan hujan ini akan berhenti. Dan dari tadi gawai ku terus berbunyi. Aku tak dapat mengecek gawai ku karena aku dan yang lain panik. Entah siapa yang menelpon ku.

Mobil kemudian mundur secara perlahan ke turunan belakang. Mobil semakin masuk ke dalam air. Ayah Nadine berusaha lebih keras untuk memajukan mobil nya. Sekarang air sudah setara dengan jendela mobil dan juga air juga semakin deras masuk ke dalam mobil.

"Berhenti?!" teriak ku.

Beberapa saat kemudian mobil berhenti. Dan ternyata kita sudah berada di dasar turunan jalanan ini. Darrr!! Suara petir yang sangat amat kencang.

Hujan sudah agak reda, tidak lagi deras. Petir dan gemuruh juga sudah tidak ada. Kami di dalam sudah dibasahi oleh air setengah badan. Di luar air sudah agak surut. Dan Ayah Nadine sudah bisa menjalankan mobil ke depan.

Aku bersyukur karena kami tak mati tenggelam hanya karena banjir. Kami sudah basah kuyup dan mulai melihat kendaraan lain sedang lalu lalang di sekitar kami. Padahal dari tadi kami tak melihat kendaraan yang lain melewati jalanan ini. Ayah Nadine meminggirkan mobilnya untuk meniriskan sedikit air yang ada pada mobilnya. Kami melanjutkan perjalanan ke rumah duka. 

Dan sesampainya disana hanya kita yang basah kuyup dan yang lainnya tidak kecuali Denny yang tampak basah di sekujur tubuhnya. Wilayah rumah duka juga kering tak ada bekas hujan sedikit pun.

Hari pun juga sudah malam. Kita masing-masing saling berterima kasih dan memberitahu untuk tetap berhati-hati. Kita masing-masing pulang ke rumah. Billy dan Bella pergi pulang bersama serta Nadine bersama ayahnya sedangkan Alvian memesan ojol yang pastinya tidak ada yang mau membawanya karena dia kebasahan. Aku bersama Denny juga akan pulang. Dan di perjalanan aku melihat yang aku lewati juga tidak ada bekas hujan yang ada.

"Weyy den! Tadi lu ngerasa hujan ga di jalan?" tanya ku.

"Di jalan tadi, iya" ujar nya.

Ia memberitahuku bahwa memang di jalan tadi hujan cukup deras. Tetapi anehnya saat ia sudah memasuki wilayah ini. Sudah tidak terjadi apa-apa sama sekali. Sudah malam aku takut masuk angin karena anginnya cukup kencang.

Beberapa lama kemudian ,aku pun telah sampai ke rumahku. Aku berterima kasih kepada Denny karena sudah mengantar ku pulang. Tidak hujan tetapi kabut disini cukup tebal.

Setelah itu aku langsung mandi karena dari tadi aku di kuburan haruslah mandi  agar tidak terjadi  apa-apa yang aneh. Aku melihat jam yang ternyata sudah jam sebelas malam. Suhu disini agak dingin padahal tidak hujan. Aku harus tidur karena besok sekolah. Aku harap tidak ada lagi hal aneh yang terjadi.





"Drttt!!" bunyi gawai.




Hmm siapa ya..




"Hallo?!"












"ጓደኛህ ይሞታል!!"













"ዛሬ ማታ!!!"






...




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EsokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang