5. Butuh dipercaya

164 5 0
                                    

Yang mencoba menghilangkanku dari hidupmu, percayalah, sebelum ia melakukannya, aku sudah lebih dulu melakukannya.

😠

RUANG BK itu dingin, sejuk, dan nyaman. Tapi meski begitu, ruangan inilah yang paling dihindari semua siswa. Mungkin sebagian orang, jika sudah memasukinya sekali maka mereka tak akan mau lagi.

Tapi cewek yang satu ini, sudah berkali-kali mampir disini. Menyapa Bu Iren dengan berbagai masalahnya. Dia Alana Syavila. Cewek yang terkenal rusuh dan sudah menjadi pelanggan ruangan ini.

Saat ini ruangan tersebut sudah diisi oleh tiga perempuan. Dua diantaranya memakai seragam sekolah yang sudah tak beraturan, kusut dan lecek seperti tak pernah menyentuh setrikaan saja. Rambut mereka sudah acak-acakan. Terlebih cewek yang satunya. Wajahnya sudah berantakan lantaran lipstik tebal dibibirnya tadi belepotan karena terjangan sang musuh. Matanya nyalang. Api permusuhan semakin membara untuk orang disampingnya.

Orang yang disampingnya, Alana duduknya terbilang santai. Kedua tangannya dijadikan sebagai mainan. Tak memperdulikan bagaimana tatapan orang terhadapnya saat ini. Terlebih Bu Iren yang terus saja melototinya.

Suara pintu terbuka dari luar mengalihkan tatapan mereka. Cowok jangkung terlihat memasuki ruangan dengan salah satu guru mendampinginya dibelakang.

Wajah Alana bersemu tak memandang tempat. Di ruangan yang sudah seperti neraka dunia ini, ia masih bisa terpesona dengan ketampanan seorang Antares sang juara sekolah juga sang juara dihatinya.

Alana tersenyum manis kala tatapan mereka tak sengaja bertemu. Sedangkan Antares menatapnya kelewat datar.

Sehabis pemberian juara tadi, ia dipanggil oleh salah satu guru BK~Pak Ratno yang tadi bersamanya. Hari bahagianya langsung berubah kelam karena masalah yang bahkan tak ada sangkut paut dengan dirinya sedikitpun. Meski Pak Ratno berkata ia hanya akan ditanyai, tapi tetap saja ruangan ini, ruangan yang paling anti Antares datangi dalam hidupnya.

"Antares silahkan duduk." Pinta bu Iren.

Antares mengangguk lalu duduk disebelah kanan Alana yang berbeda sofa dengannya.

Degup jantung Alana menggila hanya karena Antares ada di dekatnya. Tangan cewek itu memegang dadanya seraya menatap Antares tak henti-hentinya.

"Antares apa kamu memiliki hubungan dengan salah satu diantara mereka?"

Alana berharap cemas.

"Saya tidak memiliki hubungan apapun bu dengan mereka. Semua kejadian ini gak ada sangkut pautnya sama saya." Jawan Antares dengan tenang.

"Tapi murid lain bilang pertengkaran ini karena memperebutkan kamu. Apa iya kamu sama sekali tak ada hubungan dengan mereka?"

"Gak ada sama sekali bu. Apa yang saya katakan tadi itu kebenarannya. Kalaupun mereka bertengkar karena saya, saya tidak tau dengan itu. Karena memang saya tidak mengenal mereka."

Bu Iren memgangguk. Lalu ia beralih menatap dua siswi dihadapannya.

"Jelaskan!" Suara tegas Bu Iren. "Ada apa sebenarnya?"

Tatapan Alana terpaksa teralihkan saat Bu Iren bertanya.

"Bu tadi...."

"Dia jambak saya duluan bu." Ucap Tasya sebelum Alana menyelesaikan ucapannya. "Bahkan dia hampir saja menampar saya kalo saya gak cekatan menghindar."

"Lo jangan bohong! Jangan memutarbalikkan fakta!" Alana geram. Ia tak terima difitnah seperti ini. Tapi Tasya tak menghiraukannya. Ia tetap menjelaskan apa yang menurutnya terjadi.

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang