8. Mau jemput siapa?

152 3 0
                                    

MELIHAT Antares adalah suatu keberuntungan bagi Alana. Sehari saja tak melihat cowok itu, Alana rasa hidupnya hampa. Semangatnya hilang, tujuan hidup Alana juga hilang. Dalam artian, ia sudah memasukkan Antares ke dalam lembar tujuan hidupnya. Antares salah satu alasan mengapa Alana sampai sekuat ini.

"Anta, Alana rindu. Anta rindu gak sama Alana?" Tanya Alana masih dengan kepalanya yang masuk lewat kaca mobil. Cewek itu tersenyum lebar kearah Antares yang sama sekali tak menatapnya balik.

"Gak."

Jawaban kecut nan datar Antares membuat bibir cewek itu mengerucut. Dalam hati miris dengan usahanya selama ini yang sama sekali tak membuahkan hasil. Namun detik berikutnya Alana kembali tersenyum ceria.

"Ya udah gak papa. Aku gak bakal nyerah buat doa supaya kamu juga rindu balik ke aku." Ucap Alana yang entah mengapa membuat sahabat-sahabat Antares yang mendengar merasa sedih. Tau dengan jelas bagaimana perjuangan cewek itu.

"Al lo mau kemana tadi?" Tanya Bian mengembalikan atmosfer yang lama.

"Gue mau beli nasi padang. Tapi malah tutup."

"Ya udah sama kita aja. Kita kebetulan mau makan-makan nih di rumah Bian." Sambung Sandi.

"Serius? Emang dikasih makan di rumah Bian?"

"Iyalah Al. Asal abis makan nanti lo harus bayar." Bian cengir tanpa dosa.

"Yey si anying gue kira gratis."

"Kebetulan ibunya Bian jualan nasi padang juga. Mau ikut enggak?" Tawar Sandi lagi.

"Maulah apalagi makannya bareng Antares."

Cewek itu langsung membuka pintu mobil dan masuk ke dalam tanpa disuruh. Menundukkan pantatnya ditengah-tengah Antares dan Bian. Sontak Alana langsung merangkul lengan Antares.

Bian geleng kepala melihat kekuatan Alana yang sampai membuat punggungnya menabrak belakang mobil.

"Gue batal ikut." Ujar Antares seraya berusaha melepaskan tangan Alana.

"Gak bisa gitu lah Anta. Lo kan mau traktir kita gimana sih?" Sandi berujar tak terima.

"Gue ikut kalo cewek ini gak ikut."

"Ih Anta kok gitu sih. Aku gak bakal nyusahin kok. Kamu tenang aja. Lagian aku bakal bayar makanan aku sendiri kok."

"Ya udahlah turunin aja Alana. Inikan acara kita berempat."

Alana langsung melotot kearah yang berbicara. Andra, cowok itu memang seperti tak menyetujui Alana dengan Antares.

"Gue gak mau!"

"Ya udahlah kasih aja Alana ikut."

Membantah tapi tak ada guna. Antares hanya bisa menghela nafas ketika mobil kembali dijalankan.

Selama perjalanan suara Alana dan Bianlah yang mendominasi dan sesekali ditimpali oleh Sandi dan Andra yang kadang berbicara ketus. Sedangkan Antares, cowok itu terus bungkam. Jika ditanya Alana ia hanya akan menjawab 'hem' atau dengan gelengan kepala. Tapi lebih banyak diamnya saat Alana berceloteh padanya.

"Anta kapan-kapan kita jalan bareng berdua ya."

Antares diam.

"Aku denger bentar lagi ada pasar malem deket sekolah kita gitu. Kita pergi ya Anta. Please..."

"Gak."

Alana berdecak sebal dengan jawaban Antares. Cewek itu menatap ke depan. Ia melihat Andra tersenyum remeh menatapnya lewat kaca. Alana mendengus lalu memeletkan lidahnya pada Andra. Dan mengalihkan tatapannya ke arah Antares yang tengah memainkan ponselnya.

Cewek itu memajukan sedikit kepalanya, mengintip Antares yang sedang membalas pesan lewat aplikasi whatsApp. Alana menyipit saat ternyata Antares mau membalas pesan orang lain. Tapi kenapa jika ia yang mengirimi chat pada cowok itu, Antares sama sekali tak pernah membalasnya? Yang paling sering cowok itu lakukan yaitu mendiami pesannya atau sesekali hanya mengread saja.

Sekilas Alana dapat membaca pesan dihandphone Antares sebelum cowok itu menjauhkannya.

Alana terdiam. Pikirannya kacau. Sampai dirumah Bian pun Alana tetap diam. Hingga membuat tiga cowok itu menatapnya heran. Karna tak biasanya Alana diam seperti ini. Biasanya cewek itu selalu lincah dan tak bisa diam jika sudah melihat Antares. Lain halnya dengan Antares, cowok itu sungguh bersyukur ia tak mendengar celoteh tak jelas lagi dari mulut Alana.

Sampai mereka makan, fokus Alana hanya pada Antares yang masih sibuk dengan ponselnya. Nasi padang yang ia mimpi-mimpikan tadi seperti hiasan sekarang. Alana tak menyentuhnya sama sekali. Cewek itu tetap tak mengalihkan tatapannya pada Antares.

Bian dan Sandi saling pandang. Memberi kode lewat mata karna heran dengan perubahan Alana. Sandi mengendikkan bahu ketika Bian menanyakan ada apa dengan Alana lewat gestur tubuh cowok itu.

Dan sampai Antares pulang Alana tetap diam. Biasanya memaksa Antares mengantarnya pulang. Ribut dan heboh sendiri membujuk Antares agar mau mengantarnya. Hingga Bian dan Sandi semakin dibuat heran. Sedangkan Andra makan dengan santainya tanpa terusik dengan perubahan Alana sedikitpun.

"Gue balik."

"Mau gue anter Al?" Tawar Sandi karna cowok itu yang membawa mobil. Sedikit khawatir melihat keterdiaman Alana sedari tadi.

Alana menggeleng tanda menolak. "Gak usah. Taksi onlinenya bentar lagi dateng."

Bian dan Sandi menatap punggung Alana yang menjauh. Terlihat cewek itu tak sesemangat tadi karna beberapa kali mereka melihat Alana menghela nafasnya.

Sampai diperjalanan pulang Alana hanya diam. Beberapa kali menghela nafas seraya menatap gedung-gedung hamparan tinggi yang dilewati taksi yang ia pakai. Alana hanya memikirkan satu hal. Lebih tepatnya tiga kata yang mampu membuat cewek itu kehilangan semangatnya. Balasan dari Antares. Alana tau betul orang yang tadi berbalas pesan dengan Antares itu seorang cewek. Dan Alana sangat sadar bahwa ia sudah lebih dari kata jatuh sejatuh jatuhnya pada cowok itu.

Ok gue jemput.

Sekilas itu yang ia baca tadi. Meski hanya sekilas, ia sangat yakin bahwa penglihatannya tidak salah. Dan kali ini insting wanita mengambil alih pikiran Alana. Lampu merah seperti menyala-yala dikepalanya seolah memberi peringatan bahwa posisi Alana sedang terancam.

Ia tahu dari dulu dirinya masih belum bisa memasuki hidup Antares. Posisi Alana masih sama sejak awal. Tapi setidaknya Antares tak menolaknya dengan kasar lagi. Antares tetap diam ketika Alana dekat-dekat dengan cowok itu. Tak ada yang tidak mungkin bukan, jika Antares perlahan mulai menerima, kan?

Kalaupun itu hanya pemikiran Alana, cewek itu akan berusaha semakin kuat. Meski secara nyata mereka tak terikat tapi sejujurnya Alana sudah mengikat sepihak cowok itu. Antares itu miliknya. Egois memang, tapi Alana haruslah melakukan itu. Dan siapapun orang yang mencoba berani untuk mengambil Antares darinya, Alana pastikan ia akan menyesal. Karna sekali lagi Alana ingatkan. Antares itu miliknya. Hanya miliknya.

Pikiran cewek itu masihlah kacau. Satu pertanyaan bergelanyut terus menerus diotaknya.

"Antares mau jemput siapa besok?"

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang