9. Harus ikut

288 9 4
                                    

ALANA beruntung, semangat yang kemarin sempat hilang sekarang kembali lagi. Kini cewek itu kembali bersekolah setelah menjalani skors selama tiga hari.

Baru memasuki kelas beberapa temannya yang sudah datang menatapnya. Menatap dengan tatapan yang Alana begitu mengerti maknanya. Tatapan yang tak menginginkan kehadirannya. Tapi Alana masa bodo. Dia terlanjur terbiasa mendapatkan tatapan seperti itu. Bahkan tatapan lebih dari itu sudah pernah ia terima. Sampai sekarang.

Seperti biasa Dinda heboh dengan kedatangannya. Langsung berlari memeluk Alana. Memukul lengan cewek itu karna tak pernah memberi kabar selama menjalani hukuman. Padahal Dinda sudah mengatakan bahwa Alana harus mengabarinya tapi cewek itu sama sekali tak melakukannya.

Sama seperti Dinda, Alana heboh memeluk sahabatnya. Tertawa saat Dinda memukul dan mengomelinya.

"Lo kemana aja? Kenapa gak kasih kabar? Gue kan udah bilang kasih kabar ke gue! Gue kangen tau. Loh sih gak mau kasih alamat rumah lo ke gue." Omel Dinda disela-sela rasa rindunya pada sang sahabat.

Alana tersenyum tak membalas pertanyaan beruntun Dinda. Cewek itu berjalan ke bangkunya dan duduk disana dan Dinda melakukan hal yang sama.

Sedari awal, hampir dua tahun persahabatan mereka, Alana memang tak pernah memberitahu alamat tempat tinggalnya pada Dinda. Setiap cewek itu menanyakan hal sama, dimana alamat rumah Alana, Alana hanya akan tersenyum tipis.

Alana hanya berfikir Dinda tidak pantas mengetahui kehidupannya yang sebenarnya. Alana itu cewek yang tertutup, hanya saja dalam hal tertentu. Dan Alana cukup bahagia Dinda selalu bersamanya di sekolah meski nyatanya Alana lebih membutuhkan sosok teman saat ia berada diluar sekolah. Tapi semua tak masalah bagi Alana. Ia yang menyebabkan keinginannya itu sulit untuk tercapai karna sekali lagi Alana menutup diri dalam hal tertentu. Alana hanya takut jika semua berubah nantinya kalau Alana memberitahu Dinda. Ia hanya takut semakin kesepian. Disini hanya Dinda yang ia punya. Dan sebisa mungkin ia jaga.

Alana pernah mengatakan bahwa ia tak butuh teman seribu, cukup satu jika orangnya seperti Dinda. Perkataannya itu masih berlaku sampai sekarang. Tapi Alana membutuhkan sosok lain. Bukan sebagai teman melainkan sebagai bagian hidupnya. Alana membutuhkan orang yang mampu menjaganya. Orang yang mampu menjadi sandarannya.

Antares.

Alana punya harapan besar pada cowok itu. Ia berharap Antares bisa mengubah hidupnya. Mengubah hidupnya yang kelam melebihi langit malam tanpa bulan dan bintang.

Alana.... ia membutuhkan Antares. Sangat.

****

Hari Alana saat di sekolah berjalan seperti biasa. Tawa gadis itu tak pernah luntur. Kata melanggar pada dirinya tak pernah hilang barang sekalipun.

Seperti sekarang.

Alana berjalan dibelakang Bu Iren dengan kepala terduduk menatap sepatu dengan warna kaos kaki tak sesuai dengan aturan. Bukan, bukan karna kaos kaki itu yang membuatnya kembali berurusan kembali dengan ruangan dingin itu. Ia juga bukannya malu ataupun takut karna berjalan sambil menunduk. Ia hanya merasa bosan terus berurusan dengan guru yang rambutnya selalu dicepol dengan kacamata bulat yang selalu bertengger dihidung peseknya. Jujur Alana bosan dengan harinya yang selalu seperti ini. Tapi mau gimana lagi? Kata melanggar begitu melekat pada hidupnya.

Satu pertanyaan melekat dikepala Alana. Apa memukul sarang tawon yang berada di taman belakang juga merupakan pelanggaran tidak taat aturan?

Ya. Ia kembali dipanggil hanya karna tertangkap basah salah satu murid yang langsung melapor ke Bu Iren karna melihat Alana merusak sarang tawon yang ada dipohon beringin taman belakang sekolah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 18, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang