"Ibu, jangan. Kumohon."
"Hyo, proyek ini harus berhasil. Tidak apa-apa, ibu terus memperhatikanmu dari sini."
"Ibu, tidak, Ibu!! IBUUU!!"
Enhyo tersentak kemudian tersengal kehabisan napas, nyaris sebanding dengan sempit dada ketika usai berlari maraton di tangga universitas. Kemudian ia temukan dirinya masih pada tempat yang sama, berdebu dan bau kotoran hewan yang menyengat setelah kejatuhan sinar matahari. Astaga, gadis itu masih berharap bahwa segalanya hanya mimpi.
Ia duduk, menarik diri dari lantai kotor yang semalaman mencabuli tubuhnya, merasakan hangat yang eksesif nyaris panas pada atmosfer ruangan. Oh sialan! Bahkan pakaiannya sudah lebih lepek dari pada rambutnya sendiri. Celana yang ia pakai mulai menggaggu sebab belum diganti sejak kemarin, ada rambatan gatal di antara selangkangan. Di mana ia bisa mandi pada tempat laknat semacam ini?
Eunhyo lantas berdiri, membuka jaket kulit serta mengibaskannya mengusir serdak yang melekat. Dua irisnya meliar, memandangi kembali ruangan berskrin kusam luar biasa. Oh, Tuhan, jika saja Eunhyo lupa pada situasi, harusnya ia membutuhkan orang untuk mengingatkan otak serta jiwanya bahwa ia sungguh masih berada di sebuah kota mati.
Senyap luar biasa, hanya terdengar kicau beberapa hewan sejenis burung di luaran sana yang kemudian menyentak pikiran Eunhyo begitu hebat. Ada yang ia lupakan.
Di mana Jungkook?
Seharusnya gadis tersebut tidak lagi memperhatikan bangunan nyaris runtuh ini, semuanya memang sudah semati itu. Sekarang kepanikan memakan seluruh tempat pada tiap saraf yang terlindungi kulit putih pucat miliknya. Ruakan ketakutan itu tandang kembali, mengoyak isi lambung dan membuat Eunhyo nyaris muntah kembali mendapati realitas di hadapannya.
"Shit!"
Eunhyo lekas mengikat dua lengan jaket pada seputar pinggang, menelan celana pendek yang ia pakai, dan mengekspos kaus hijau lembut tanpa lengan yang melekat erat pada tubuhnya.
Sudah cukup waktu untuk merengeki keadaan, seberapa kali ia berasumsi, respons-nya masih sama; ia benar hidup di kota imitasi ini. Maka, kala dirasa tidak berguna bersikap cengeng pada semesta laknat ini, Eunhyo memantapkan tungkai kembarnya untuk keluar dari ruangan. Tidak berhenti meski hanya untuk mengagumi seberapa paripurnanya tempat ini.
Masa itu sudah lewat. Kini Eunhyo memiliki tujuan untuk bertahan hidup dari jerat-jerat kematian yang bisa saja ia temui kapan saja di tempat ini. Menghabiskan banyak waktu untuk menemukan tangga yang—anehnya—tersembunyi di dalam sudut salah satu bilik lantai.
Udaranya panas, dan terlalu cerah. Gadis itu memicingkan mata untuk menangkap konteks sekitar yang benar tanpa kehidupan. Begitu tiba pada halaman yang panas, ia berhenti kembali. Ada banyak sekali arah, gedung-gedung pencakar langit yang tak lagi berwarna indah, serta bekas toko—mungkin—yang kehilangan beberapa kaca sebab pecah.
Sumpah, Demi Hades, ini adalah lokasi paling menyeramkan setelah Neraka.
Sekarang aku harus ke arah mana?
Mencoba untuk menyingkirkan tujuan pentingnya untuk mencari letak keberadaan whise, Eunhyo harus menyahuti keadaan genting dulu. Ada nyanyian kasar yang terus keluar dari arah perutnya yang rata. Ia perlu makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROBLEMS; EMPTY ONE
FanficJungkook dalam konteks kehidupan yang mati. ©Elderwrite 05 Sept 2k19