Eunhyo mengikuti tanpa suara, ada gema tawaan sepatu yang mencumbui tiap pijakan. Bahkan Kara di depannya masih begitu dinamis, dan tak skeptis sama sekali. Mereka berjalan lumayan jauh ke arah utara, menghabiskan dua jam untuk tiba di sebuah tempat-terlihat seperti bekas parkir gedung-yang kotornya bukan main.
Ada tumpukan sampah di dekat lubang lantai dekat pojokan, rumput-rumput liar yang kering, dan terlihat sekarat membutuhkan air. Kota ini panasnya serata dengan kemarau panjang, sebelum tiba di lokasi tersebut, Eunhyo juga temukan beberapa tanah yang retak, keras, dan kering. Kulitnya terasa terbakar, dan memerah di beberapa epidermis. Rambutnya menggumpal dan lepek bukan bercanda lagi, keringat membuat tubuhnya akan terasa lebih asin dari pada lautan.
Eunhyo kira, mereka hanya akan sekedar melewati bekas parkir tersebut, hingga akhirnya Kara menuntun untuk lebih masuk lagi, dan membuka sebuah pintu di dekat lorong toilet. Eunhyo menyapa lebih lama lantai di bawahnya dengan berdiri sedikit lebih berperiode.
Beberapa bebauan mendobrak penghidu bahkan hanya dengan mejeblaknya pintu yang dibuka, Eunhyo menangkap aroma makanan dari dalam sana, sedikit sentuhan aroma serdak, serta maskulinitas yang kental. Seakan itu belum cukup menyadarkan bahwa mereka tidak hanya berdua, satu kepala muncul dengan badan setengah telanjang tengah mengibaskan pakaian, tampak mengusir debu.
"Aku bawa seseorang, Tae. Pakai bajumu dengan benar," teguran itu nyatanya tidak hanya menarik perhatian pria itu saja, tetapi juga satu dengusan tanpa eksistensi tubuh menyeruak dari dalam ruangan.
"Kau gila?"
Kara abaikan protes yang berusaha Taehyung tonjolkan, menarik tangan Eunhyo untuk menjajaki tempat tinggal mereka sebelum menutup pintu di belakang. Tempat itu seperti gudang, ada tumpukan barang seperti lemari dan juga beberapa besi. Eunhyo menebak dengan cepat, bahwa ada begitu banyak makanan dalam lambung almari tersebut. Lantainya di ambang kotor, tetapi juga bersih. Mungkin dibersihkan pada beberapa waktu tertentu. Ada dua kasur tanpa ranjang yang mulai menipis dan berubah warna, sedikit kotor, namun setidaknya benda itu masih dapat digunakan jika mengingat parahnya konteks yang sedang terjadi di kota ini.
Tidak ada hal yang steril, dan Eunhyo menuntut diri sendiri untuk berhenti mengeluh.
"Dia bilang bertemu denganmu, Jung. Makanya aku bawa kemari." Kara melempar kantong yang tersembunyi di balik jaket ke arah Taehyung, yang ditangkap dengan gesit.
Beda lagi dengan keduanya, Eunhyo justru hampir menyapa lantai dengan rahang begitu menemukan satu bongkah daksa lain tengah duduk di dalam gelap, menyandar, dan mencoba untuk lelap. Siluetnya nyaris tenggelam, tetapi Eunhyo jelas tahu siapa yang Kara maksud barusan. Itu... sungguhan Jungkook?
"Kau tidak harus membawa orang yang kutemui kemari, Ra. Seharusnya kau sudah lebih dari cukup untuk memahami keadaan jika yang kau bawa itu adalah anggota Nysus yang tengah menyamar." Suara yang tegas dan dingin. Eunhyo yakin bahwa akan ada polemik sebentar lagi. "Kau tahu betapa sulitnya mencari persembunyian yang bagus? Kuharap kau tidak lupa bahwa acara pindah lokasi kita yang terakhir nyaris membuat dirimu sendiri celaka."
"Tetapi aku bukan golongan Nysus. Aku bersumpah." Eunhyo akhirnya maju untuk selangkah lebih dekat dengan Jungkook. Sayangnya, pria itu masih enggan berubah posisi atau tergiur pada eksistensi dirinya.
Di belakang, Taehyung memilih untuk bungkam, dan meletakkan makanan yang Kara peroleh pada lemari. Kara sendiri masih bersedekap di samping satu langkah di belakang Eunhyo, sibuk memikirkan ucapan Jungkook serta bermonolog sendirian dengan otaknya.
"Tidak ada jaminan untuk itu," interupsi Jungkook kalem. "Lagi pula, hidup di sini tidak mengandalkan integritas. Dengar, baiklah katakan saja kau memang bukan golongan Nysus, tetapi apa kau cukup berguna untuk tinggal di sini? Aku tidak suka jika harus berurusan dengan apa pun yang tanpa fungsi."
"Jung-" Kara gagal menyela.
"Kau seharusnya paham mengapa aku meninggalkanmu di gedung itu. Aku hidup dengan orang-orang yang saling menguntungkan. Kau tidak memiliki kriteria itu."
Taehyung bersiul saja di belakang sana, menonton sembari memutar pisau lipat dalam genggaman. Sebenarnya, ia juga tidak berhak menyela jika sadar posisi. Terlebih, bergantung hidup pada Jungkook memang harus sekeras itu. Maka, kala Kara hendak bersuara, pria itu menarik lengan si gadis, dan menyuruhnya bungkam saja. Memberi masa untuk Jungkook dan Eunhyo membuat kesepakatan terbaik.
"Aku akan menjamin kehidupan yang layak untuk kalian," ucap Eunhyo lantang. Tegas dan berani.
Sayangnya, hal itu tidak cukup membuat kesan yang baik untuk Jungkook. "Penawaran kosong," dengus pria itu.
"Tidak." Eunhyo terus ajukan negosiasi. "Aku serius, jika kita bisa bekerja sama, aku bersumpah kita akan keluar dari kota mati ini."
"Pungutan kalimat dari tempat sampah. Memang apa yang bisa diolah kembali dari perkataan tak berakalmu itu?"
Eunhyo memilin kesepuluh jemarinya, mengutuk otaknya yang tak cukup cerdas berpikir hal kritis pada saat kondisi sekarat begini. Ia membutuhkan kepercayaan serta dukungan, apa yang sulit dari hal itu sehingga berat mendapatkannya dari pria yang masih duduk di depan sana?
Pada akhirnya, Eunhyo tetap keluarkan suara meski tak cukup yakin dapat merebut simpati Jungkook akan konteks ini, "Aku mengenal beberapa tempat, maksudku, aku mengingat rute untuk menuju pelarian kita. Kita harus mencari Distrik KT4, setelah itu kita perlu menuju utara pada Distrik QN6, dan-"
"Seharusnya jangan menunjukan betapa cacatnya otakmu." Jungkook menginterupsi.
"Tidak," sela Eunhyo segera. "Tolong percaya padaku."
Kara melepaskan diri, mendekati Eunhyo lantas ikut menantang ke arah Jungkook. "Jung, dia perempuan."
"Hyunji juga perempuan. Tahu apa yang terjadi setelah kita begitu ceroboh menaruh empati pada orang asing? Jangan lupa pada konteks itu."
Jungkook bergerak dari posisinya, berdiri mengikis gelap menuju cahaya. Eunhyo masih melihat pakaian yang sama dari yang terakhir ia lihat, hanya pria itu terlihat lebih bersih. Eunhyo masih menemukan tatapan tajam itu serta aura pemimpin yang kuat, sebelumnya ia tidak menyadari bahwa Jungkook selalu bersikap dominan. Sebab Eunhyo pikir, tidak pernah ada persekutuan di kota semacam ini. Bukankah terlalu mustahil?
"Kara," Taehyung ikut sumbangkan opini, "biarkan gadis itu pergi. Jungkook benar, kita tidak-"
"Lagi pula bukankah sudah terlambat?" Kara tidak ingin menyerah, gadis tersebut berbalik untuk menatap Taehyung, dan ajukan perlindungan dari pria tersebut. "Aku sudah terlanjur membawanya ke tempat persembunyian. Jika benar dia anggota Nysus dan kita lepaskan begitu saja, bukankah akan lebih mudah baginya untuk mengatakan pada Jimin tempat tinggal kita? Kemudian kalian tahu apa yang akan terjadi."
Jungkook melepaskan dengusan berat, sorotnya lebih nyalang dari sebelumnya. Eunhyo bahkan mundurkan satu kaki karena nuansa berubah menjadi buruk sekali. Ia tidak tahu, bahwa tokoh utama dari game yang ibunya kerjakan menjadi penuh intimidasi begini. Sekarang, jika memang ia tidak dapat dukungan dari Jungkook, satu-satunya harapan hanya pada Kara, atau dirinya akan benar-benar sendirian.
"Kara,"Jungkook beralih pada Kara yang yang masih tahan berdiri di sisi Eunhyo. "Jangan sampai ada masalah."
Eunhyo belum juga mengerti, tetapi wajah Kara yang berangsur hilang dari kerutan tampaknya membawa berita bagus. Karena setelahnya, Jungkook hanya sekilas menatap dingin kearahnya sebelum mengajak Taehyung mencari air.
"Kau yang urus dia, pastikan dia bukan Nysus. Ajarkan untuk menjadi lebih berguna, sebab aku tidak akan bertanggung jawab atas kehidupan gadis yang kau bawa."[]
KAMU SEDANG MEMBACA
PROBLEMS; EMPTY ONE
Fiksi PenggemarJungkook dalam konteks kehidupan yang mati. ©Elderwrite 05 Sept 2k19