E. Prejudice pt.2

37 3 0
                                    


A/n : Agar lebih mendalami, ketik play dan gunakan earphone untuk pengalaman terbaik!

Please enjoy!

.

.

.

---- Yang disebut teman itu, bisa mendengar lagu dalam hati ku dan menyanyikannya bersamaku di saat aku lupa----

.

.

.

Sebelumnyaa...

Ting-tong—

Aku tersentak saat mendengar bunyi bel rumahku, aku menghapus air mataku yang ternyata tanpa sadar keluar lalu meletakan ponselku dan segera bangkit menuju dapur untuk membasuh wajahku yang dipenuhi air mata—dan ingus—lalu segera berlari ke pintu depan, menemui tamuku.

Ceklek

Aku berjengit kaget—

"Haloooo!!" Sapa tamuku itu dengan semangat dan senyuman lebar.

"Hahh, Ana!"

------------------------------

Sore itu di kafe yang baru saja dibuka, seorang gadis yang telah mulai dewasa sedang asik membolak-balikkan halaman demi halaman novel yang sedang dibacanya. Sesekali ia membenarkan letak kacamatanya yang baru saja diganti lensanya itu. Gerakkan tangannya berhenti ketika Ia membaca kata-kata di halaman yang sedang dibukanya,

"Kita dikatakan gagal memperlakukan orang dengan hormat jika kita terus saja menilai atau salah-menilai setiap kata dan perbuatannya."

Gadis itu sedikit merenungkan kalimat sederhana namun memiliki makna yang begitu dalam dengan seriusnya. Dia bahkan tidak berganti posisinya sama sekali. Sampai tiba-tiba dia menarik kedua ujung bibirnya dengan sempurna—tersenyum dengan sangat manis—hingga kedua kelopak matanya menutup, lalu tertawa kecil.

Ana Sayasadewi, gadis 24 tahun itu kini mengotak-atik ponselnya dengan semangat. Sampai saat dimana ia menemukan apa yang ia cari, dia-pun bersorak senang dan dengan segera merapikan barang-barangnya, lalu beranjak pergi dari kafe itu secepat yang ia bisa.

Kirana Maharani, teman baiknya yang dulu ia kira sama seperti orang-orang kebanyakan. Manusia kalem tapi sebenernya penuh perhatian itu kini menjadi seorang polwan salah satu distrik di Bogor. Mengingat masa-masa sekolahnya, Ana jadi semakin merindukkan Kiran, orang yang tidak sengaja mengetahui kisahnya, orang pertama yang berani jujur tentang dirinya, orang yang paling berjasa menurut Ana. Ana melihat kembali ponselnya, dan melihat alamat yang tertera disana. Ya, dia akan menemui Kiran. Teman terbaiknya.


**

"Boleh aku duduk disini?"

Ana menoleh dan menatap si-empunya suara, "Oh, iyaa, silakan.." Ana bangkit berdiri lalu memberikan jalan untuknya.

Gadis itu segera menuju kursinya, lalu mentap Ana lagi, "Aku Kirana, panggil aja Kiran."

"Eh, hmm, Ana"

My StrengthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang