D. Prejudice pt.1

39 3 0
                                    


A/n: Agar lebih mendalami, silakan ketik play dan gunakan earphone untuk pengalaman terbaik!

Please enjoy!

.

.

.

----Aku selalu memegang teguh pendapat bahwa setiap orang dapat melakukan hal kecil untuk mengakhiri sebagian dari suatu kesedihan----

-Albert Schweitzer-

.

.

Seorang siswi Sekolah Menegah Atas swasta di Sentul, telah melakukan tindak bunuh diri. Pihak keluarga meminta pertanggung jawaban ke pihak sekolah. Keluarga curiga  bahwa penyebab putri mereka melakukan itu adalah depresi dan frustasi akibat tekanan yang diterima dari teman-temannya di sekolah. Ibu korban mengaku bahwa beberapa hari sebelum kejadian, putrinya tersebut pulang dalam keadaan babak belur. Sampai saat ini, pihak sekolah  belum juga mengonfirmasi perihal itu. Untuk sementara waktu, polisi akan menyelidiki kasus—

PIIP—

Aku mematikan televisi dan melemparkan remotnya dengan asal, tidak habis pikir dengan berita-berita yang semakin hari semakin aneh dan ngga rasional. Tidak, bukan beritanya, tapi manusia nya. Tingkat kejahatan dan kasus pembulian semakin menunjukkan keliaran dan keagresifannya belakangan ini. Aku mengerutkan kening dan berdecak tidak suka. Orang di jaman sekarang bener-bener udah ngga punya otak, menunjukkan rasa tidak suka dengan kekerasan. Bodoh. bukannya jujur dihadapan orangnya, malah bertindak pengecut dengan main kekerasan. Benar-benar bodoh. Sebagai polisi divisi kekerasan, aku sangat membenci perbuatan ngga bermoral seperti itu.

Aku menyamankan posisi bersenderku di sofa, dan mengambil ponselku lalu mengotak-atik gawai canggih itu dengan perasaan yang tidak menentu. Aku membuka galeri dan melihat semua kumpulan foto orang-orang yang ku kenal. Aku membuka album yang bertemakan 'Me and the world', disana penuh akan foto teman-teman ku sejak masa sekolah dasar sampai perkuliahan, dan petualangan-petualangan yang telah kulakukan. Aku tersenyum singkat saat melihat foto-foto itu sambil mengingat-ingat kapan aku mengambil gambarnya.

Aku terus menggeser foto di album itu, sampai aku menemukan foto aku dengan teman baikku di masa SMA. Foto pertama aku dan dia, gadis cantik yang ada dikelasku. Gadis yang awalnya aku kira popular dan arogan. Gadis yang pernah duduk sebangku denganku. Ana. Aku jadi tersenyum sendiri ketika aku pertama kali berkenalan.


***

SELAMAT DATANG SISWA BARU TAHUN PELAJARAN 20XX-20XX

Aku melihat papan penyambutan siswa baru, dan memantapkan hatiku untuk melangkah masuk ke dalam sekolah. Woahh, sudah banyak orang ternyata di lapangan. Aku berbaris untuk mendengar sambutan dari kepala sekolah dan ucapan selamat atas keberhasilan kami memasuki sekolah ini. Setelah apel pagi, aku memasuki kelas dan saat itu juga aku kebingungan akan duduk dimana dan dengan siapa. Pasalnya, satu-satunya orang yang kukenal sudah menemukan teman sebangkunya. Aku yang kebingungan pun mengedarkan pandangan mencari tempat kosong. Lalu ku temukan tempat itu, barisan pertama dan meja kedua dari depan.

Ouch, sepertinya aku bakalan duduk dengan cewe populer, pikirku. Tidak, bukannya aku tidak suka atau iri melihat betapa cantiknya dia, sama sekali engga kok. Aku selalu percaya setiap perempuan itu dilahirkan cantik, dan setiap laki-laki dilahirkan tampan, dengan keyakinan itu aku tidak perlu merasa iri dengan karunia orang yang jelas-jelas berbeda. Aku hanya tidak mau berurusan dengan orang-orang populer, aku pikir mereka—orang-orang populer—akan sangat berisik dan ribet. Well, mimpiku di masa SMA adalah belajar dengan tenang tanpa hambatan, dan ngga mau ngurusin orang-orang yang ngga penting.

My StrengthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang