H. Breaker : Love you...

26 2 0
                                    

----Kita tidak akan pernah sepenuhnya memahami orang lain sebelum kita melepaskan kacamata kita dan melihat dunia melalui kacamata orang tersebut----

.

.

.


"KENNNNNN! BANGUN!!"

Sang empunya nama malah semakin merapatkan selimut dan segera kembali terlelap, tanpa tau ada serangan dadakan yang akan—

BRAKK!

"KENANDRA EFFENDI! Bangun atau mama bakar semua koleksi game kamu sekarang!!"

Sreet! Brakk! TEP!

Sreeet. Untuk Ken yang langsung menarik selimutnya. Brakk. Untuk Ken yang masih sempet-sempetnya kelibet selimut dan jatuh. Dan, TEP. Untuk Ken yang langsung lompat berdiri menghadap mama-nya yang sekarang terlihat sangat—err garang.

"Bagus, sekarang mandi dan siap-siap ke sekolah, oke? Jangan berani-berani nya kamu naik ke atas kasur lagi. Paham?"

Ken-pun mengangguk dengan buru-buru, dan seketika langsung menghela nafas lega setelah mama-nya keluar dari kamar yang kental akan warna abu-abu milik Ken itu dengan melewati pintu yang telah hancur berantakan.

EH?!

Sedetik kemudian, Ken melotot kaget melihat jasad pintu kamarnya yang sekarang sudah tidak berbentuk lagi—yang dia yakini karena tendangan iblis mama-nya—karena telah terbelah menjadi beberapa bagian. Ken meneguk ludahnya kasar lalu berjanji didalam hati bahwa dia tidak akan pernah berani macam-macam dengan mama-nya lagi.

"KEEEEEN! UDAH DI KAMAR MANDI BELOOOM?!" teriak mama Ken dari lantai bawah.

"INI LAGII OTEWE MAAAAAH!!" balas Ken yang sekarang ikut-ikutan teriak.

Sumpah, Ken ngerasa dia lagi ada dihutan, bukannya di rumah.

Ken bergidik—merinding—dan dengan segera berlari menuju kamar mandi untuk siap-siap ke sekolah. Beberapa menit kemudian, Ken keluar dari kamarnya dan segera menuruni tangga untuk sarapan bersama, dia melihat mamanya yang sudah berada di meja makan ditemani oleh buku yang super duper tebal.

Larrisa—mama Ken—yang merasakan kehadiran putranya segera menutup buku yang sedang dibacanya, lalu segera menoleh ke arah Ken yang sudah tampak rapi dengan seragamnya.

"Pagii~" sapa Larrisa sambil memberikan Ken sepiring nasi goreng.

"Pagi juga maa—"

"--Oh iyaa maa, pintu kamar rusak lagi tuh."

"Masa? Mama terlalu kuat ya nendangnya? Heheheh"

"Bangett Ma! Kenapa sih banguninnya mesti heboh banget gitu? Kaya mama yang lain dong ma, yang lembut, yang kalem. Ini bangunin anak sendiri kaya lagi bangunin tahanan penjara!" Dumel Ken dengan wajah bete, mirip banget kaya Angelli kucing peliharaan pak Bimo—guru wali kelas Ken yang tampan, mapan, dan beken—kalo lagi merajuk minta makan.

Mendengar itu Larrisa malah tertawa dengan anggun, "Yaa habisnya kamu juga kan lain dari yang lain, anak-anak lain dibangunin pake cara lembut tuh langsung bangun. Lah kamuu? Boro-boro bangun, melek aja ngga. Yang ada kamu malah makin nyungsep saking pulesnya. Kamu tuh mau di siram pake air, di tampar, dipukul, atau di tendang sama mama juga ngga akan bangun! Kebo banget kamu tuh! Persis deh kaya badak abis minum obat tidur."

Ken menganga lebar mendengar mamanya yang mengatainya mirip badak yang abis minum obat tidur.

"Yee, kalo aku badak, mama apa?" kata Ken sambil mendelik bete.

My StrengthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang