Senja mulai turun merayap mendekati malam. Matahari semakin condong ke ufuk barat. Sinarnya yang lembut kemerahan membias indah menanti datangnya rembulan. Seorang pemuda berkulit kuning langsat duduk berjongkok di pinggir gundukan tanah merah. Keadaan sekitarnya sepi dan mulai gelap.
Matanya merembang sayu menatap pada batu pipih yang tertanam di atas gundukan tanah di depannya. Entah sejak kapan pemuda itu duduk berjongkok di sana. Raut wajahnya terlihat sedih dan matanya sembab seperti bekas tangisan. "Aku yakin kau menderita di alam sana. Maafkan aku baru bisa mengunjungimu hari ini, mudah-mudahan kau senang dengan kedatanganku," pelan dan lirih dia bergumam. Pemuda itu menarik napas panjang dan berat, lalu pelahan-lahan dia mengangkat kepalanya. Sejenak dia menatap sang surya yang hampir tenggelam di ufuk barat. Di sini, di tempat sepi ini segalanya pernah terjadi. Peristiwa yang tak akan pemah terlupakan sepanjang hidupnya. Peristiwa yang terjadi lima belas tahun silam, di mana saat itu dia masih seorang bocah berumur sepuluh tahun.
Ingatannya kembali pada peristiwa yang begitu membekas di hatinya dan menimbulkan api dendam yang selalu membara. Saat di mana dia dengan kakak perempuannya baru pulang mencari kayu bakar. Dan di jalan yang agak sepi dan tersembunyi, keduanya berhenti sejenak melepaskan lelah dan penat.
"Kau masih punya makanan, Dimas?"
"Kak Surti sudah lapar, ya?"
Gadis yang berkulit kuning langsat itu tersenyum dan mengangguk. Dia menurunkan kayu bakar dari punggungnya, kemudian duduk di bawah sebuah pohon yang rindang. Bocah kecil yang dipanggil Dimas itu mendekat dan menyerahkan bungkusan daun kepada Surti, kakaknya.
"Ayo Dimas, kita makan sama-sama," Surti menawarkan bekal itu setelah membukanya.
"Kakak sajalah, aku belum lapar," tolak Dimas seraya duduk menghadapi kakaknya.
Ketika Dimas tengah memperhatikan kakaknya yang sedang makan, mendadak muncul lima orang laki-laki bertubuh kekar dengan wajah seram, dan segera mendekati mereka. Kelimanya menyandang senjata di pinggang masing-masing, senjata berbentuk golok besar dan bergagang hitam pekat. Seketika Surti langsung menghentikan makannya, dan segera bangkit menarik tangan adiknya. Lima orang asing di hadapan mereka itu tertawa terkekeh-kekeh. Sinar matanya liar memandangi wajah dan tubuh Surti. Pelahan-lahan kelimanya melangkah semakin dekat.
Tiba-tiba salah seorang meloncat, dan mencekal tangan Surti. Gadis itu kontan menjerit dan meronta berusaha melepaskan diri. Dimas, bocah tanggung yang baru berusia sepuluh tahun itu, segera menyadari kalau mereka terancam bahaya. Kedua tangannya langsung mencengkeram dan menarik tangan kasar yang mencekal tangan kakaknya.
"Setan!" geram laki-laki itu.
Kaki kanannya menyepak lambung Dimas, sehingga tubuh bocah itu terlempar ke samping.
"Akh, jangan ... !" jerit Surti begitu tubuhnya tertarik dan mukanya membentur dada orang yang mencekal tangannya.
Orang itu seperti sengaja melepaskan cekalannya, dan Surti langsung berlari mendekati adiknya. Namun sebentar kemudian pundaknya kembali dicekal keras,
sehingga tubuh Surti pun tersentak ke belakang. Dan sebelum tubuhnya jatuh terjengkang, sepasang tangan kekar telah memeluknya. Surti menjerit-jerit melepaskan diri, namun pelukan laki-laki itu terlalu kuat dia rasakan.
"Hehe he ... , diamlah cah ayu," orang itu terkekeh.
Bret!
"Auh!" Surti memekik kaget, wajahnya jelas menampakkan kengerian. Orang itu membuka bajunya dengan kasar. Tubuh yang terbalut kain kuning halus itu pun terbuka lebar. Lima orang lelaki itu serempak tertawa penuh nafsu, melihat tubuh indah berlarian berusaha menyelamatkan diri. Langkah kaki Surti terhenti, begitu salah seorang dari mereka melompat menghadangnya.
"He he he ... "
"Akh ... , jangan! Aku mohon, jangan ...," rintih Surti memelas.
"Kemarilah, anak manis. He he he ... , kau cantik dan menggairahkan."
"Tidak. ... "
Nasib Surti benar-benar seperti mainan, dirinya didorong dan dioperkan ke sana kemari bagai bola. Pakaiannya sudah tak karuan lagi, robek di sana-sini. Beberapa bagian tubuhnya tersembul ke luar, membuat mata jalang lima laki-laki itu semakin liar dan buas. Surti menjerit-jerit, meronta berusaha melepaskan diri dari cengkeraman salah seorang yang memeluknya dari belakang. Belum lagi gadis itu melepaskan diri, salah seorang lainnya sudah menarik tangannya. Tubuh Surti sempoyongan, dan jatuh terguling ke tanah. Gadis itu memekik keras begitu salah seorang lagi menindih tubuhnya.
"Ehhh ... lepaskan! Jangan . .!" teriak Surti merintih.
KAMU SEDANG MEMBACA
10. Pendekar Rajawali Sakti : Pengantin Berdarah
ActionSerial ke 10. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.