dari awal, semuanya sudah kacau. ini terlalu abstrak. saya hanyalah satu dari sekian banyak orang yang singgah di kehidupannya. saya hanyalah orang asing yang mencoba untuk tidak tersisih dari ruang kosong di sela napas yang selalu dia derukan. saya terlena ketika ilusi menciptakan asa yang begitu fana: dia peduli, dia mengerti, dan dia akan kembali. nyatanya saya salah. salah. salah. salah. dia hanya datang untuk mengundang duka. saya dijemput sebagai jembatan antara rasa penasaran dan sesak yang pernah dia rasakan. penasaran bukan kebenaran seperti halnya keramahan bukan berarti kepedulian. masih jelas kata-katanya yang saling beradu untuk menusuk pertahanan yang saya bangun. aku hanya bercanda dan anggap saja itu angin lalu, katanya. tapi saya sudah terlanjur terluka. saya sudah merasa kecewa. kini saya pun merasa malu terhadap diri saya sendiri. perasaan dimengerti begitu membutakan. saya sedih. saya marah. saya terhimpit. harapan dan kepercayaan saya hanyalah dua titik semu dari satu paragraf pahit manis kisah hidupnya. dia lupa. saya tak pernah menunda. apakah sebuah kejahatan bila mencoba untuk dimengerti dengan cara mengerti orang lain terlebih dahulu? ataukah saya yang sesungguhnya tidak mengerti tentangnya? tidak. tidak. tidak. saya tidak tau. lantas, sekarang, dia pergi. tanpa jejak, hanya menyisakan retak. dia tidak berbalik, saya pun berhenti menyelisik.
kini saya memilih berlari, namun bukan berarti tidak peduli.
[10.07.17]
YOU ARE READING
[✔] Tacenda
PoetryJust things better left unsaid, and may or may not be a personal diary. Tacenda ⓒ Jeybenedict, 2018 Cover source: Pinterest