1

8 4 0
                                    

"Luna," panggil suara lembut pada seorang gadis berambut pendek yang tengah tertidur di meja kelasnya.

"Lun, bangun! Udah jam istirahat," kata pemilik suara itu sambil menggoyangkan bahu gadis di depannya.

Tak lama kemudian, datang gadis lain dengan pipi chubby yang berteriak ke telinga gadis yang tengah tertidur tersebut, "LUNA! BANGUN! KEBAKARAN!"

Gadis yang tertidur itu membuka sebagian kelopak matanya, kemudian memejamkannya kembali, "Kebakaran? Gendong. Gue udah pw banget disini." katanya tidak jelas sambil mencari posisi tidur yang nyaman di antara tangkupan lengannya.

"Ck, tinggal aja dia," kata gadis berambut panjang dengan suara lembut, menatap Luna-si gadis yang tertidur- gemas.

"Lo nitip ga?" tanya gadis berpipi chubby.

Luna hanya diam. Ia mengacuhkan dua temannya yang sibuk berkoar. Asyik dengan dunia mimpinya sendiri dimana dirinya tinggal selangkah lagi akan mengalahkan penyihir jahat dan menyelamatkan dunia dari para titan raksasa.

"Gimana kalo kita kelitikin aja, Rein?"

Reina, gadis berpipi chubby itu tersenyum sumringah atas usul sahabatnya. "Boleh juga, Nda. Gue akui, lo pinter kali ini," katanya.

Amanda, atau yang kerap disapa Manda, memutar bola matanya malas, "Jadi kemarin-kemarin gue nggak pinter, gitu?" tanyanya sambil menusuk-nusuk pipi Luna yang tengah tertidur.

Terkikik, Reina mulai mengarahkan tangannya ke tengkuk Luna. Pusat kegelian sahabatnya yang hobi tidur ini. Dirinya mulai berhitung sampai tiga dan,

Tukk

Kala jemari Reina bergerak mengelitiki tengkuknya, Luna langsung bangun dan menangkap tangan Reina yang langsung ia lepaskan begitu tidak merasakan jemari itu di area tengkuknya.

Luna sedikit kaget hingga ia terjungkal dan lututnya membentur kaki meja.

Reina meringis, "Sshhh, pasti sakit tuh," bisiknya ke arah Manda dengan wajah tanpa dosa.

Bukannya memegangi lututnya, Luna mengucek kedua matanya. Pandangannya masih memburam akibat bangun tidur. Mungkin, saking mengantuknya, ia sampai tidak sadar jika lututnya membentur kaki meja.

"Apa?" judes Luna sambil mengusap-usap wajahnya sekedar menghilangkan kantuk.

"Ayo ke kantin," kata Manda sambil menyeret Luna.

Luna hanya mengikuti. Kemudian ia berhenti, mengangkat sebelah kakinya, "Aww, lutut gue kenapa anjir. Sakit banget kayak abis kebentur."

Reina menatapnya dengan wajah tanpa dosa. "Sakit?"

Gadis berambut pendek itu mengangguk pelan.

"Maaf, tadi lutut lo kebentur," pinta Reina tulus. Ia menangkupkan kedua tangannya di depan dada, meminta maaf.

Luna hanya mengangguk kecil, sepertinya ia sadar dengan kejadian tadi. Kemudian Manda dengan iseng menekan area lutut Luna yang memang agak sedikit memar.

Luna menoyor kepalanya, "Sakit goblok," katanya pelan plus datar.

"Peace, Lun." Ucap Manda dengan cengirannya yang khas.

Reina berkacak pinggang, "Habisnya, lo bisa nggak sih sehari aja nggak usah ngebo? Kalo tidur jangan malam-malam bisa?" Omel gadis itu.

Luna menatapnya dengan kedua alis terangkat, "Tidur malam? Siapa bilang jam tidur gue malam-malam?"

"Lha terus?" tanya Manda dengan ekspresi seperti orang bloon.

"Pagi," katanya singkat kemudian berlalu dengan kaki yang agak pincang menuju kantin.

L U N ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang