delapan.

16.9K 373 16
                                    

"Hanni!" Jimin menangkap tubuh wanita itu sebelum ambruk menyentuh lantai gudang yang kotor. "Apa yang terjadi? Hei ...."

Tak ada jawaban dari Kim Hanni. Dia tak sadarkan diri. Bergegas Jimin membopong tubuh penuh luka itu, membawanya ke mobil. Mobil itu pun melesat cepat menuju rumahnya. Sambil menyetir, Jimin juga menghubungi Yoongi agar datang dan memeriksa kondisi Hanni.

Tak berapa lama, Jimin telah sampai di rumahnya. Dia membaringkan tubuh lemah wanita itu di ranjangnya. Kondisi Hanni yang memprihatinkan tanpa diduga menyayatkan luka di hatinya.

Jimin duduk di pinggiran ranjang, menyibak rambut Hanni yang menutupi wajahnya. Ada bekas lebam di pipi wanita itu. Jemari tangan Jimin bergerak lembut menyusuri bekas tamparan itu, lalu berakhir di bibir Hanni yang terluka, luka bekas gigitannya saat mencium sang wanita dengan paksa.

"Ma--"

"Ada apa lagi?"

Suara Yoongi memutus ucapan Jimin. Pria berkulit pucat itu segera menyiapkan alat medis untuk memeriksa Kim Hanni.

"Lihat saja kondisinya." Jimin bangkit dari tempat duduknya, kemudian berderap menjauh. Raut wajahnya berubah tak acuh. "Dasar wanita sialan!  Dia selalu saja menyusahkan. Jika bisa berikan saja dia suntik mati!" katanya ketus, lalu meninggalkan Yoongi sendirian.

Yoongi hanya bisa menggeleng, sambil menahan senyum melihat kelakuan Jimin. "Kau pikir bisa menyembunyikan hal bodoh itu dariku, Jim. Perempuan ini akan menggagalkan rencana balas dendammu."

Yoongi memeriksa keadaan Hanni dengan saksama. Setelah memberikannya injeksi, serta memasangkan infus, wanita itu bergerak pelan.

"Kau sudah sadar?" Yoongi mendekati wanita itu lagi dan memeriksa nadinya. "Syukurlah kau sudah sadar. Atau kalau tidak, aku terpaksa harus merujukmu untuk dibawa ke rumah sakit."

Hanni menatap Yoongi dengan tatapan lemah. Sekujur tubuhnya sangat sakit. Sang ayah menghajarnya habis-habisan saat dia menyerahkan cek pemberian Jimin. Pria itu tak terima dan merasa sangat terhina.

"Aku di mana?"

"Tenang saja, kau di tempat yang aman," kata Yoongi. Dia menaruh kembali semua alat medisnya ke dalam tas. Tugasnya sudah selesai. "Jimin akan mengurusmu setelah ini. Sebaiknya kau istirahat saja."

Hanni tak menjawab. Dia mengingat peristiwa sebelum ini. Saat dirinya mendengar suara Jimin setelah pintu gudang terbuka. Awalnya dia tak yakin kalau itu memang Jimin. Akan tetapi, melihat situasi di ruangan tempatnya berada sekarang, juga ucapan Yoongi barusan, dia pun yakin kalau Jimin-lah yang menyelamatkannya.

"Apa kau sudah makan?"

Suara Yoongi menyadarkan Hanni dari lamunan. Dia mengangguk pelan.

"Tapi kurasa kau harus makan lagi. Sepertinya kau hanya makan tadi pagi." Yoongi memandang Hanni yang mencoba bersandar. "Jangan paksakan dirimu. Tidur saja. Aku akan meminta Jimin membuatkanmu bubur, baru minum obat yang aku letakkan di sampingmu itu."

Hanni menoleh obat yang dimaksud Yoongi. Ada obat penahan rasa sakit, obat bengkak, juga salep untuk luka lebam di tubuhnya. "Tapi, Tuan Jimin akan ...."

"Dia tak akan memarahimu." Yoongi pun mengambil tasnya. "Aku pulang, ya. Jaga dirimu baik-baik. Semoga kau lekas sembuh."

Baru saja Yoongi hendak melangkah keluar, pintu ruangan itu terbuka, menampilkan sosok Jimin. "Bagaimana dia?"

My Enemy, My Slave (Jimin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang