Part 3.Permainan

26.9K 522 8
                                    

Kemeja putih dan jas hitam membalut tubuh pria tampan yang berdiri menatap jendela dengan kedua tangan berada di saku celana bahan yang dikenakannya.

Senyum miring menghias wajahnya, dengan mata iblis memandang bangunan tingkat beberapa meter dari gedung kantornya.

"Kau akan mati," desis pria itu, kemudian mengambil telepon genggam dan menghubungi seseorang.

"Paman Song, apa kabar?" ucapnya ketika sambungan yang ia lakukan terhubung dengan tujuannya. Setelah mendengar suara sang paman ia pun terkekeh.

"Tenang saja, Paman Song. Proyek itu pasti akan hancur. Kau akan mendapatkan ganti rugi dan ... Kim Seok akan merangkak di kakiku memohon ampun."

Kekehan kecil tertangkap indra Jimin. Rencananya dengan sang paman benar-benar berjalan sesuai apa yang diperediksikan. Bahkan lebih dari itu, Jimin juga mendapat bonus tubuh Hanni yang bisa dinikmatinya setiap waktu.

Baru saja ia memikirkan kemolekan gadis itu, terdengar ketukan pada suara pintu ruangannya. "Masuk!" jerit Jimin.

Seseorang masuk ke ruangan itu sambil memanyunkan bibirnya. Seperti biasa pakaiannya begitu formal. Dengan rok kerja warna peach dan bleazer putih lengan panjang. Rambut di kuncir kuda ia tampak anggun. Sementara bibir seksinya yang dimanyunkan malah membuatnya terlihat menggemaskan.

Jimin mendekatinya. Menarik tubuhnya begitu rupa hingga badan mereka menempel. "Kenapa memanyunkam bibir bergitu, huh?" Jimin memeluk pinggang gadia itu.

"Apa yang kau mau kenapa memanggilku?" keluh Hanni semakin cemberut.

"Maafkan aku, setelah melakukannya semalam denganmu aku jadi sangat merindukanmu. Jadi apa yang harus kulakukan?" Jimin mengulurkan tangan berusaha menurunkan kerah baju gadis itu. "Mahakaryaku kenapa ditutupi, Sayang. Apa kau malu? Ayolah biarkan aku melihatnya. Itu mahakarya terindah yang pernah kubuat."

"Jimin kumohon lepaskan aku. Hari ini aku ada janji dengan teman-teman. Jarang-jarang appa memberiku kesempatan untuk bersenang-senang," ungkap Hanni. Berharap agar Jimin mau melepaskannya, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.

Jimin memang melonggarkan pelukannya, tetapi segera menggandeng tangan Hanni membawanya ke kursi kerjanya. "Duduk di sini. Bersenang-senangnya denganku saja." Hanni pun berakhir berada dalam pangkuan Jimin. Semakin mencebik kesal membuat Jimin makin tergoda untuk terus menjahilinya.

Beberapa berkas yang tadi sempat terbengkelai di atas meja kini mulai diteliti satu per satu oleh pria itu. Dengan memangku Hanni, ia memeriksa semua sambil berceloteh menggoda sang gadis.

"Katakan kau mau bersenang-senang di mana dengan temanmu?" Jimin meletakkan berkas terakhir yang sudah ditandatangani lalu memeluk pinggang ramping wanita di pangkuannya. "Kau mau ke pub? Biar kubawa kau ke sana."

"Tidak," sahut Hanni menggeleng manja. "Aku mau jalan-jalan di mall, makan di reataurant mewah, juga menonton bioskop."

Jimin menatap netra wanita yang bersamanya. Begitu teduh dan tulus. Bahkan setelah apa yang dilakukannya pada wanita itu semalam, sepertinya tak ada rasa dendam di netra itu. Hanni malah bersikap begitu manja seolah mereka sedang berpacaran. Jimin tersenyum simpul dalam hati. Ada debaran halus yang merayap di relung hati ketika mendengar suara Hanni yang mendayu lembut.

My Enemy, My Slave (Jimin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang