enam

19.4K 462 8
                                    

"Hanni!" jerit Jimin, bersimpuh di dekat ranjang di mana tubuh wanita itu terbaring dengan kepala menjuntai. Segera Jimin merangkulnya memposisikan pada tempat yang lebih nyaman.

"Hanni, sadarlah." Jimin mengambil saputangan membersihkan lendir yang berlumuran di tubuh wanita itu.  "Bajingan kau Paman Song, bagai mana bisa kau perlakukan Hanni seperti ini."

Berlari ke dapur. Mengambil air hangat untuk membersihkan tubuh wanita itu. Ia menahan rasa sakit yang serasa menyayat hati. Teringat percakapannya dengan Song Seo tadi, sesaat setelah Hanni meneleponnya meminta perlindungan.

Jika saja saja saat itu, Jimin tak menyerahkan Hanni pada Song Seo, hal ini pasti tak akan terjadi. Apa sekarang Jimin menyesal? Ia sendiri tak bisa memastikannya. Yang ia tahu hatinya serasa tersayat melihat begitu banyak luka di tubuh Kim Hanni.

Selesai membersihkan Hanni, Jimin segera menelepon Yoongi. Ia memangku wanita itu dengan raut khawatir. "Bangunlah, Hanni. Bangunlah. Aku janji tak akan menyerahkanmu pada siapapun lagi. Hanni, bangun."

Ditepuknya pipi wanita itu dengan pelan. Beralih kemudian menggosok tangannya bergantian. Tangan Hanni begitu dingin membuat Jimin semakin khawatir. Perlahan diletakkannya kepala wanita itu di atas bantal. Jimin berjalan ke pintu depan berharap Yoongi segera datang.

"Yoongi hyung kenapa lama sekali." Melihat tak ada tanda-tanda Yoongi datang, Jimin kembali berlari ke tempat Hanni. Melihat wanita itu masih tak sadar di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya. "Hanni, bukalah matamu. Hanni ... kumohon."

Kembali diraihnya tangan Kim Hanni, menggosoknya untuk menghangatkan tangannya. Di wajah Jimin tersirat ke khawatiran teramat sangat. Sesekali ia bahkan menitikkan air mata. Sungguh tak pernah sekalipun ia membayangkan perbuatannya akan membawa Hanni pada titik seperti itu.

"Jimin, ada apa?"

Jimin menoleh saat mendengar panggilan Yoongi. Ia meletakkan tangan wanita itu. "Hyung, tolong, tolonglah dia, Hyung." Jimin mendekati Yoongi, menarik tangan pria itu dengan tergesa.

"Tapi, apa yang sudah terjadi?" Yoongi mengerutkan dahi menatap Hanni yang tak berdaya. Penuh luka lebam dan sayatan, juga cambukan di beberapa bagian. Tangan Yoongi terulur hendak menyingkap selimut untuk memeriksa keadaan Hanni.

"Hyung, dia ...."

Yoongi menghentikan gerakan tangannya. Tersenyum tipis pada Jimin, ia menghalau tangan Jimin yang menghalanginya. "Aku sudah tau, wanita ini mendapat kekerasan seksual, karena itulah aku ingin memeriksanya. Selimut pun tersingkap membuat Yoongi geleng-geleng kepala.

"Kuharap ini bukan perbuatanmu, Jimin." Selimut dipasangkan kembali di tubuh wanita itu. Yoongi memeriksa tekanan darah, kemudian memasngkan infus di tangan sang wanita. Juga memasang alat bantu pernapasan menggunakan tabung oksigen berukuran kecil.

"Jika dalam sepuluh menit kedepan, Hanni tak sadarkan diri. Bawa dia ke rumah sakit."

Jimin mengangguk mendengar petuah Yoongi. Ia masih menggosok tangan wanita itu untuk menghangatkannya. Dilihatnya Yoongi memasukkam obat melalui selang infus.

Tak sampai di situ saja, Yoongi kini merogoh tas dokternya, mengeluarkan obat tablet dan juga obat salep. "Berikan ini dua kali setelah makan." Ia menunjuk pada obat penghilang rasa sakit. "Ini tiga kali setelah makan, dan oleskan salepnya tiap satu jam."

Jimin mengangguk sekali lagi. Menerima obat itu dari tangan Yoongi, lalu menaruhnya di atas nakas. "Hyung, dia akan baik-baik saja, 'kan?"

"Iya, selama kau tak menidurinya lagi." Ucapan Yoongi membuat Jimin mendengkus. Pria itu mengaitkan resleting tas jinjing yang dibawa setelah memasukkan stetoskop. "Sudah aku pulang dulu. Ingat jika dalam sepuluh menit ke depan dia tak sadar juga, segera panggil ambulance dan bawa ke rumah sakit. Berdoa saja semoga dia tak cedera."

My Enemy, My Slave (Jimin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang