Part 2.Budak

33.8K 569 8
                                    

Happy Reading
.
.
.
.
.
.

Tubuh Hanni terhempas ke atas ranjang setelah Jimin mendorongnya dengan kasar. Tanpa aba-aba Jimin menyerang Hanni dengan brutal.

Terus melancarkan aksinya, tak menggubris meski Hanni meminta belas kasihan padanya, setidaknya agar ia diperlakukan lebih manusiawi.

Namun, tak ada niat untuk mempedulikan teriakan Hanni, kini Jimin sudah mengikat kedua tangan wanita itu, baru melakukan penetrasi di atasnya.

Seketika Hanni menjerit sambil menangis ketika sesuatu menembus intinya secara paksa.

"Kau bilang apa tadi? Masih perawan? Kau pikir aku percaya?" racau Jimin. Namun, sesaat kemudian terdiam ketika melihat darah segar menetes dari penyatuan mereka.

Ada rasa bersalah langsung menyentil hatinya. Ia mungkin membenci ayah dari wanita itu, tapi menyakiti anaknya seperti itu rasanya bukan menjadi tujuannya. Sesaat ia teringat pada Jihye. 'Seperti inikah Jihye diperlakukan?' bathinnya.

Jimin terdiam sejenak, memperhatikan Hanni yang menangis sambil memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya menahan perih. Akhirnya, Jimin pun memperlakukan Hanni dengan cara yang lebih baik.

Meskipun ia merencanakan sesuatu yang buruk pada seluruh keluarga Kim, tapi hari ini ia akan bertindak baik. Toh akhirnya wanita itu akan menangis nanti seumur hidupnya.

Jimin menunduk, mencium bibir Hanni dan melepaskan ikatan tangannya. Gadis itu pun membuka mata memandang Jimin dengan berkaca.

Satu kecupan hangat mendarat di kening Hanni. "Kita lakukan dengan lebih halus, maafkan aku. Kau harus menikmatinya, atau aku batalkan perjanjiannya," bisik Jimin.

"Tapi ba--"

"Sst ... jangan bicara, tapi ayo kita nikmati bersama." Hanni pun memejamkan mata ketika Jimin kembali melumat bibirnya.

***

Mentari pagi menyambut Jimin dan Hanni yang masih bergelung di balik selimut tebal. Semalam Jimin memperlakukan Hanni dengan cukup baik, hingga meskipun ada rasa sakit di hati wanita itu, ia tetap bisa menikmati permainan sex pertamananya.

Mata wanita itu kini mengerjap pelan menyesuaikan retina dengan cahaya yang menerobos masuk melalui celah jendela. Jimin masih memeluknya.

Sejenak Hanni menoleh, menatap dalam, pria yang mendengkur halus di sebelahnya. Kemarin saat ditemui di kantornya, Jimin terlihat sangat tampan dan berwibawa, tapi juga menguarkan aura keangkuhan yang luar biasa.

Namun, lihatlah sekarang, pemuda itu terlelap seperti bayi dengan wajah bantal yang begitu imut. Bolehkah Hanni bersyukur karena keperawanannya jatuh di tangan pria setampan Jung Jimin dan bukan di rumah prostitusi.

"Sebaiknya kau pakai bajumu dan segera turun untuk memasak sesuatu. Jangan memandangku terus-terusan, aku tak mau kau jatuh cinta."

"Sombong sekali," cibir Hanni. Melemparkan tangan Jimin dari tubuhnya, ia pun beringsut lari ke kamar mandi setelah memungut pakiannya lebih dulu.

Jimin terkekeh tanpa membuka mata, ia membenarkan selimut lalu membalik arah dan melanjutkan tidurnya.

Tak berapa lama, Hanni keluar dari kamar mandi hanya tertutup handuk. Gadis itu menatap Jimin kesal. Sesaat berpikir apa ia harus membangunkan Jimin atau tidak, ia pun mematung. Sampai kemudian Jimin membalik badan, pandangan mereka bertemu.

My Enemy, My Slave (Jimin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang