PART 1. Barter

44K 635 2
                                    

Happy Reading
.
.
.
.
.

Plak!

Foto-foto itu berhamburan setelah dengan keras menampar wajah Hanni. "Menaklukan pria seperti ini pun kau tak mampu? Dasar tak berguna!"

Plak!

Kali ini sebuah map biru mengenai wajah gadis  yang terus tertunduk itu. Ia tak berani menatap amarah sang ayah.

"Pergi dapatkan tender itu bagaimanapun caranya!"

"Tapi, Daddy ... dia sudah memenangkan tender itu, Dad."

Pria paruh baya itu menoleh. Berjalan pelan ke arah Hanni. Matanya mendelik penuh kilatan kemarahan. Ia mencengkram kuat rahang putrinya.

"Buat dirimu berguna untukku. Jangan sampai uangku sia-sia karena memelihara putri sialan sepertimu!"

Ia membanting kasar gadis itu, membuat Hanni jatuh terantuk meja dan tubuhnya terhempas ke lantai.

Tak sampai di situ saja, sang ayah kini menjambak rambut panjang putrinya. Memaksa wajah Hanni menengadah.

"Dapatkan tender itu, atau kau akan berakhir di rumah bordir," geramnya penuh emosi. Suaranya bahkan terdengar bergetar.

Hanni mengerang menahan sakit di sekujur tubuh. Ia masih memaksakan diri menatap sang ayah. Mengangguk lemah penuh keraguan. Karena jika tidak ia akan mendapat siksaan yang jauh lebih kejam daripada ini.

Ditariknya rambut Hanni hingga gadis itu terpaksa berdiri. Sambil menahan rambutnya yang dirasa hampir lepas dari kepala, Hanni dengan pasrah mengikuti ke mana sang ayah menyeretnya.

Ayahnya kembali mengambil map biru yang tergeletak di lantai. Menampar wajah Hanni sekali lagi. Tak peduli meski anak gadisnya mengeluarkan darah di sudut bibir dan lebam di wajah.

"Pergi! Jangan kembali jika kau tak membawa hasil apa pun!"

Pria itu kembali menghempaskan putrinya. Tubuh Hanni membentur dinding. Sambil meringis menahan sakit, Ia mengambil map itu. Mendekapnya erat barulah berusaha bangkit.

Hanni berdiri tegak meski kakinya gemetar kasakitan. Menarik napas dalam, ia mencoba menenangkan diri sebelum akhirnya membungkuk pada sang ayah, berpamitan. Barulah berderap keluar ruangan itu.

Tetes bening mulai mengalir dari sudut matanya ketika ia menutup pintu ruang kerja sang ayah. Sejenak mematung mengingat hidupnya yang bagai neraka itu. Andaikan ibunya masih hidup, atau mungkin ia tahu keberadaan sang kakak, mungkinkah semua akan lebih baik?

Masih jelas dalam ingat bagaimana ia diperlakukan dalam rapat saat memperebutkan tender besar itu. Dihina dan dilecehkan. Sialnya sekarang ia dipaksa untuk merebut tender itu dari pria yang mencaci dirinya.

"Bagaimana bisa perusahaan miskinmu itu menginginkan tender sebesar ini?" Kata-kata itu masih terngiang di telinga Hanni.

"Jika kau ingin cepat kaya? Jual saja tubuhmu, kau tak perlu berebut tender seperti ini. Kenapa kau menyusahkan dirimu sendiri?"

"Sudahlah, Tuan Jung, tender ini sudah pasti jatuh ketangan anda jadi abaikan saja dia." Suara pengusaha lain menimpali ejekan dan hinaan si marga Jung.

"Rapat ini jadi tak berkelas karena ada pengemis sepertinya. Aku merasa jijik dan ingin muntah. Paman Song, kenapa tak kau usir saja dia dari sini?!" ucap Jung Jimin sembari menatap Hanni dengan muak.

Sampai akhir rapat pun Hanni masih menerima penghinaan itu. Ia berpikir tender itu sedari awal memang sudah dijatuhkan ke perusahan milik keluarga si Jung.

My Enemy, My Slave (Jimin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang